Profil Halim Kalla, Adik JK yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar, Ini Rekam Jejaknya

Halim Kalla selama ini dikenal sebagai sosok pengusaha yang ulet dan berani berinovasi di berbagai sektor.

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Nur Nihayati
INSTAGRAM/@keind_indonesia
HALIM KALLA - Profil Halim Kalla, Adik JK yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar, Ini Rekam Jejaknya 

Tak berhenti di situ, Halim juga menjajaki inovasi di sektor energi ramah lingkungan dengan mengembangkan proyek kendaraan listrik di bawah bendera Haka Auto.

Ia memperkenalkan tiga prototipe kendaraan listrik karya anak bangsa, yaitu Smuth EV, Erolis, dan Trolis.

Smuth EV mengusung model pikap dengan motor listrik berdaya 7,5 kW dan baterai lithium-ion berkapasitas 15,4 kWh.

Erolis merupakan mobil penumpang mini seperti Wuling Air EV, dengan motor listrik 4 kW dan baterai 7,6 kWh.

Sementara Trolis berbentuk sepeda motor tiga roda yang memakai motor listrik 5 kW dengan baterai lithium-ion 7,6 kWh.

Upaya tersebut sempat disebut sebagai salah satu langkah nyata untuk mengangkat citra Indonesia di sektor kendaraan ramah lingkungan.

Baca juga: RDPU Revisi UUPA, Jusuf Kalla Minta Dana Otsus Aceh Diperpanjang: Untuk Menjamin Kehidupan Rakyat

Karier politik

Selain dunia usaha, Halim Kalla juga pernah mencicipi ranah politik. 

Berdasarkan data KPU RI, ia tercatat sebagai Anggota DPR RI periode 2009–2014 dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II, setelah berhasil meraup 34.755 suara.

Berikut profil singkatnya sesuai data KPU:

  • Tempat/Tanggal Lahir: Ujung Pandang, 1 Oktober 1957
  • Alamat: Jl. Lembang No. 9, Menteng, Jakarta Pusat
  • Agama: Islam
  • Pendidikan: State University of New York at Buffalo, AS
  • Pekerjaan: Direktur Utama Intim Wira Energi, Direktur PT BRN
  • Jumlah Anak: Dua orang
  • Perolehan Suara: 34.755 suara

Awal mula terseret kasus PLTU Kalbar-1

Halim Kalla mulai terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU Kalbar-1 berkapasitas 2x50 megawatt yang dilelang pada 2008 dan dinilai bermasalah.

Proyek senilai total sekitar USD 80 juta dan Rp 507 miliar ini didanai oleh PT PLN (Persero) melalui kredit Bank BRI dan BCA dengan skema Export Credit Agency (ECA).

Penyidik Kortas Tipidkor Polri menduga telah terjadi permufakatan jahat sejak tahap perencanaan dan lelang.

Konsorsium pemenang lelang, Kerja Sama Operasi (KSO) BRN yang dipimpin oleh Halim Kalla, diduga ditetapkan meski tidak memenuhi syarat prakualifikasi dan teknis yang ditetapkan.

"Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara," jelas Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers, Senin (6/10/2025) dikutip dari Kompas.com.

Setelah kontrak ditandatangani pada Juni 2009, seluruh pekerjaan pembangunan dialihkan kepada dua perusahaan asal Tiongkok tanpa dasar hukum yang jelas. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved