Era Baru Perang Udara, Amerika Kembangkan Jet Tempur X-BAT yang Dipiloti AI: Mampu Bertempur Sendiri
Shield AI, perusahaan berbasis di San Diego, meluncurkan jet tempur baru yang dipiloti oleh kecerdasan buatan (AI).
“Itu tidak berarti orang tersebut harus berada di kokpit, keputusan bisa diambil dari jarak jauh atau melalui delegasi penugasan, tetapi manusia tetap akan menjadi pengambil keputusan akhir.”
Siap Tempur pada 2029, Lebih Murah dari F-35
Shield AI memperkirakan X-BAT akan siap tempur pada tahun 2029.
Jet ini dirancang untuk menghadirkan performa setara pesawat generasi kelima atau keenam, tetapi dengan biaya jauh lebih rendah daripada jet berawak seperti F-35.
Berkat ukurannya yang ringkas, hingga tiga X-BAT dapat ditempatkan di dek satu pesawat tempur atau helikopter lawas, memberi fleksibilitas lebih besar bagi komandan dalam meluncurkan serangan mendadak dari area terbatas.
Meskipun harga pastinya tidak diungkapkan, Shield AI menargetkan produksi massal agar X-BAT tetap terjangkau sepanjang siklus hidupnya, sekaligus menawarkan efisiensi biaya hingga sepuluh kali lipat dibanding jet F-35.
Shield AI juga dikabarkan tengah berdiskusi dengan Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS, serta beberapa militer sekutu, mengenai potensi integrasi X-BAT ke dalam program tempur masa depan.
“X-BAT menciptakan dilema asimetris bagi musuh seperti China,” kata Harris.
“Mereka tidak tahu dari mana serangannya berasal, dan biaya untuk melawannya sangat tinggi.”
Apakah AS dan China Akan Berperang? Ini Kata Pakar
Sementara itu, para pengamat hubungan internasional menilai ketegangan AS–China berpotensi meningkat di bawah masa jabatan kedua Presiden Donald Trump.
Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Alexander Hamilton Society pada 6 Maret 2025, tiga profesor studi Asia Timur terkemuka membahas arah hubungan kedua negara tersebut.
Mengutip dailycardinal.com, mereka menilai konflik terbuka antara AS dan China tidak akan terjadi dalam waktu dekat, namun ketegangan diplomatik dan militer akan terus meningkat.
Diskusi tersebut menghadirkan profesor ilmu politik Terence Roehrig dan David Fields dari University of Wisconsin–Madison, bersama Steven David dari Johns Hopkins University.
Para profesor menyoroti bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap China kerap kontraproduktif dan tidak selalu berakar pada kepentingan nasional, misalnya penarikan dari Trans-Pacific Partnership (TPP) dan pembatasan ekspor semikonduktor.
David Fields menilai desakan AS untuk bersikap keras terhadap China lebih banyak dipicu oleh ketakutan akan dianggap lemah, bukan karena strategi berbasis kepentingan nasional.
“Ketika kelemahan menjadi pendorong kebijakan, bukan kepentingan nasional, maka kita berada dalam bahaya nyata,” kata Fields.
| Farhan Syamsuddin Desak Pemerintah Serius Pulihkan Hak Korban HAM |
|
|---|
| INSYAALLAH Pabrik Getah Pinus Bakal Hadir di Aceh Timur |
|
|---|
| Temuan Satgas Polda Aceh di Sejumlah Daerah, Beras Dijual di Atas HET |
|
|---|
| Dana Otsus Jilid 2: Lagu Lama vs Otoritas Teknokratis – Bagian Kedua |
|
|---|
| Antisipasi Keracunan Penerima MBG, Polresta Banda Aceh Terapkan Food Safety |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.