Pembantaian di Sudan

Pasukan RSF Bantai Ribuan Warga Sipil di Sudan Tertangkap Satelit, Pengungsi: Anak-anak Ditembak

Citra satelit terbaru mengindikasikan pembunuhan massal masih terjadi di dalam dan sekitar Kota El Fasher, Sudan. 

Editor: Faisal Zamzami
X/@HRL_YaleSPH
Citra satelit yang dikumpulkan di wilayah Daraja Oula, EL-Fasher, pada 28 Oktober 2025 menunjukkan gugusan objek dan perubahan warna tanah menjadi kemerahan. Objek-objek dalam gugusan ini memiliki panjang antara 1,2-1,8 meter. Objek-objek ini tidak terlihat dalam citra satelit yang dikumpulkan pada 26 Oktober 2025, dan kemunculannya bertepatan dengan laporan bahwa warga sipil terbunuh dalam operasi pembersihan rumah dari rumah ke rumah oleh RSF. 

SERAMBINEWS.COM, EL FASHER -Pasukan Dukungan Cepat atau Rapid Support Forces (RSF) menjadi sorotan setelah menduduki kota di negara bagian Darfur, El Fasher, Sudan hingga diduga menyebabkan sekitar 2.000 warga sipil tewas pekan lalu.

Dalam video yang beredar di media sosial, anggota RSF diduga menyiksa dan mengeksekusi warga.

Di masa lalu, personel paramiliter ini bahkan disebut kerap merekam kekejaman yang dilakukan.

Pembantaian Massal di Sudan Tertangkap Satelit

Citra satelit terbaru mengindikasikan pembunuhan massal masih terjadi di dalam dan sekitar Kota El Fasher, Sudan

Gambar itu terungkap beberapa hari setelah kota tersebut dikuasai Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF), kelompok paramiliter yang berperang dengan tentara reguler sejak April 2023.

Temuan tersebut diungkap Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Universitas Yale dalam laporan yang dirilis pada Jumat (31/10/2025), berdasarkan analisis citra satelit selama lima hari terakhir.

Mereka menemukan setidaknya 31 kelompok obyek yang dinilai konsisten dengan tubuh manusia, tersebar di lingkungan permukiman, halaman kampus, dan kompleks militer.

 "Indikator bahwa pembunuhan massal terus berlanjut terlihat jelas," tulis laporan tersebut.

El Fasher, benteng terakhir tentara Sudan di Darfur barat, jatuh ke tangan RSF pada Minggu (26/10/205) setelah pengepungan yang selama 18 bulan.

Sejak saat itu, laporan kekerasan terus bermunculan, termasuk eksekusi di tempat, kekerasan seksual, penjarahan, penculikan, dan serangan terhadap pekerja kemanusiaan.

Komunikasi di wilayah tersebut dilaporkan masih terputus, sehingga sulit memverifikasi informasi secara menyeluruh.

Baca juga: Jejak Pembantaian Warga Sipil di Sudan Begitu Mengerikan hingga Bisa Dilihat dari Luar Angkasa

Kesaksian para pengungsi

Warga yang berhasil melarikan diri ke kota terdekat, Tawila, memberikan kesaksian mengerikan.

Beberapa menyebutkan anak-anak ditembak di hadapan orang tua mereka, sedangkan warga sipil lainnya dipukuli dan dirampok saat mencoba menyelamatkan diri.

Hayat, ibu dari lima anak, mengaku bahwa rombongan mereka dicegat di jalan oleh anggota RSF.

“Para pemuda yang bepergian bersama kami dicegat. Kami tidak tahu apa yang terjadi pada mereka,” ujarnya kepada AFP.

PBB melaporkan, lebih dari 65.000 orang mengungsi dari El Fasher.

Namun, puluhan ribu lainnya masih terjebak di kota tersebut.

Sebelum serangan terakhir, diperkirakan ada sekitar 260.000 warga di El-Fasher.

 Sementara itu, RSF mengeklaim menangkap sejumlah anggotanya yang dituduh melakukan pelanggaran.

Meski begitu, Kepala Koordinasi Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, meragukan komitmen kelompok tersebut untuk menyelidiki dugaan pelanggaran secara serius.

Baik RSF maupun tentara Sudan dituduh melakukan kejahatan perang selama konflik yang telah berlangsung lebih dari satu tahun.

Dengan direbutnya El Fasher, RSF kini menguasai seluruh ibu kota negara bagian di wilayah Darfur.

Di sisi lain, kekuatan militer pemerintah tetap berada di bagian utara, timur, dan tengah Sudan, membelah negara tersebut secara de facto ke dalam dua wilayah kekuasaan yang berbeda.

Baca juga: VIDEO Tentara Sudan Janjikan Balas Dendam ke Kelompok RSF, El Fasher Dikuasai

RS Terakhir Diserbu

Rumah sakit terakhir yang masih berfungsi di kota El-Fasher, Darfur, Sudan, yakni Rumah Sakit Saudi dilaporkan diserbu dan menewaskan ratusan orang.

Penyerbuan tersebut dilakukan usai pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) merebut kota itu pada Minggu (26/10/2025), sebagaimana dilansir Reuters.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan seorang pejabat Sudan mengonfirmasi laporan itu pada Rabu (30/10/2025).

Di sisi lain, komunikasi dari dalam kota masih terputus dan para dokter di rumah sakit itu tidak dapat dihubungi.

Belum diketahui waktu pasti serangan terjadi. 

Namun, pejabat Sudan, dokter, dan aktivis menuding RSF sebagai pelaku penyerbuan rumah sakit itu.

RSF membantah tuduhan itu dan menyebut laporan tersebut sebagai disinformasi.

Dalam pernyataannya, RSF mengatakan seluruh rumah sakit di El-Fasher telah ditinggalkan.

Ratusan tewas

Gubernur Negara Bagian Darfur Minni Minawi, mantan pemimpin pemberontak yang kini bersekutu dengan militer, menyatakan melalui akun X pada Rabu bahwa 460 orang tewas dalam serangan terhadap Rumah Sakit Saudi.

Minawi tidak memberikan rincian tambahan dan belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut.  

Dua kelompok dokter Sudan serta jaringan aktivis di El-Fasher melaporkan bahwa ratusan orang di bangsal darurat di sekitar rumah sakit juga tewas.

Dalam pernyataannya, WHO mengungkap bahwa empat dokter, seorang perawat, dan seorang apoteker diculik dari Rumah Sakit Saudi.

Seorang sumber organisasi kemanusiaan juga mengonfirmasi adanya penculikan di sana, namun belum dapat memastikan jumlahnya.

Juru bicara WHO menyebut pihaknya telah memverifikasi serangan tersebut berdasarkan sejumlah kesaksian langsung, laporan pemerintah, serta foto dan video dari lokasi.

 Jatuhnya El-Fasher

Diberitakan sebelumnya, RSF berhasil merebut wilayah tersebut dari tentara nasional Sudan (SAF) dalam kecamuk perang saudara di sana.

El-Fasher jatuh setelah dikepung selama 18 bulan oleh RSF, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Pengepungan tersebut memutus pasokan makanan dan kebutuhan pokok bagi ratusan ribu warga sipil di dalam kota. 

Pasukan RSF merebut El-Fasher pada Minggu (26/10/2025), mengambil alih posisi terakhir SAF di kawasan Darfur.  

Tentara Sudan menyebut sekitar 2.000 orang tewas hingga Rabu (29/10/2025), sementara Jaringan Dokter Sudan (Sudan Doctors Network) memperkirakan korban mencapai 1.500 orang.

Selain itu, lebih dari dari 36.000 warga telah melarikan diri dari kota itu sejak Minggu, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

 Namun, nasib sekitar 200.000 orang lainnya yang masih terjebak di El-Fasher masih belum diketahui.

Kelompok hak asasi manusia sejak lama khawatir penguasaan El-Fasher oleh RSF dapat memicu pembantaian sebagai balas dendam.  

Para pengungsi melaporkan adanya eksekusi di tempat terhadap warga sipil.

Laporan Reuters dan lembaga hak asasi lain juga menuduh RSF dan milisi sekutunya melakukan pembersihan etnis di Darfur.  

El-Fasher merupakan pertahanan terakhir militer Sudan di wilayah barat Darfur, yang menjadi pusat konflik sejak perang meletus pada April 2023.

Baca juga: VIDEO 2000 Warga Sipil Dibantai Pasukan RSF di Sudan, El-Fasher Jatuh

Siapakah RSF?

Kelompok paramiliter ini awalnya dibentuk sebagai "Janjaweed", yakni kelompok bersenjata suku nomaden yang mendukung Presiden Omar Al Bashir.

Kemudian pada 2013, Bashir meresmikan Janjaweed menjadi paramiliter Rapid Support Force dengan anggota saat itu 100.000 orang.

 Empat tahun berselang, Sudan mengeluarkan undang-undang yang memberi kelompok itu banyak wewenang sebagai pasukan keamanan independen.

Lalu pada 2019, Sudan dilanda pemberontakan. RSF malah memanfaatkan kesempatan dan terlibat menggulingkan pemerintahan Al Bashir. 

Dua tahun setelah itu, mereka bersekutu dengan SAD untuk melengserkan Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok.

Namun, keduanya mulai tegang. RSF menuntut untuk terintegrasi dengan angkatan bersenjata nasional.

Tuntutan tersebut tak kunjung terlaksana. Mereka juga ribut siapa yang berhak memimpin negara. Kemudian pada 2023, perang sipil di Sudan pecah.

Pemimpin RSF Mohammed Hamdan Hemedeti Dagolo mengatakan kelompok ini ingin memimpin Sudan, menyusul tindakan mereka mengepung wilayah-wilayah.

"Demi menciptakan perdamaian sejati," kata Hemedeti, dikutip Al Jazeera.

RSF juga terus merebut wilayah-wilayah strategis di Sudan. Selama itu pula, mereka kerap melakukan kekerasan hingga pembunuhan.

Dalam dua hari terakhir, lebih dari 26.000 orang mengungsi, sebagian besar jalan kaki menuju Tawila.

Sementara itu, sekitar 177.000 warga masih terjebak di Kota El Fasher.

Baca juga: Harga Emas di Abdya Bertahan, Segini Pasarannya per 2 November 2025

Baca juga: Bocah 6 Tahun di Bekasi Meninggal Disengat Tawon, Satu Korban Lain Masih Dirawat

Baca juga: Pengakuan Suami Bunuh Sahabat Usai Paksa Istrinya Layani Nafsu Korban, Pernah Berhubungan Sejenis

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved