Human Interest

Cerita Hariyanto, Si Preman yang Pilih jadi Penggali Kubur, Masa Kelam Hingga Ketulusan Hidup

Di antara rimbun pepohonan dan deretan nisan yang berjejer rapi, tampak seorang pria berkemeja lusuh sedang menyapu daun-daun kering di Tempat

Editor: Ansari Hasyim
Dok Mapase Aceh Khairul Syuhada
Menampilkan ukiran doa yang menyentuh hati yang artinya “Ya Allah, ampuni dan sayangilah pemilik kubur ini.” 

SERAMBINEWS.COM - Di antara rimbun pepohonan dan deretan nisan yang berjejer rapi, tampak seorang pria berkemeja lusuh sedang menyapu daun-daun kering di Tempat Pemakaman Umum Jemur Wonosari, Surabaya. 

Hari masih pagi, udara lembap khas akhir musim hujan, dan burung-burung peliharaannya bersiul dari kandang yang tergantung di batang pohon.

Itulah Hariyanto, 10 tahun sudah ia menjadi penjaga yang tak banyak orang tahu namanya tapi hampir semua yang pernah kehilangan, pernah bertemu dengannya.

“Tadi ada yang berduka, baru selesai dimakamkan,” ujarnya pelan sambil menepuk debu di tangannya, Minggu (16/11/2025).

Meski pemakaman tampak sepi di luar jam pemakaman, Hariyanto tak pernah benar-benar istirahat. 

Hampir 24 jam ia berada di sini, berjaga. 

Barangkali ada kabar duka. 

Barangkali ada keluarga yang butuh tangan, panduan, atau sekadar seseorang yang berdiri ketika pikiran mereka tak sanggup bekerja.

Setiap pagi dan sore, ia menyapu jalan setapak di antara makam. 

Ia membersihkan batu nisan yang tertutup lumut atau rumput yang mulai menutupi tulisan nama. 

Tak ada standar gaji yang memadai untuk seluruh itu, hari ini ia hidup dengan gaji resmi Rp 188.000 per bulan.

Namun wajahnya tak menunjukkan keluhan.

“Ya kalau dirupiahkan enggak cukup. Tapi rezeki itu bukan cuma uang. Saya sehat, itu sudah cukup. Ini alam,” katanya sambil tersenyum tipis.

Pendapatannya ia tambah dari usaha kecil, memelihara burung, menjual bunga saat musim ziarah, dan sesekali membuat papan nama atau batu nisan jika ada yang meminta.

Yang ia tolak hanya satu, meminta-minta.

“Enggak mau saya. Kalau dikasih, syukur. Kalau tidak, ya sudah.”

Namun pekerjaan itu tak selalu mulus. Duka membuat orang rapuh. Rapuh bikin orang mudah marah.

“Ada saja yang salah. Daun jatuh satu saja bisa dimarahin,” katanya sambil tertawa kecil, meski sorot matanya menunjukkan pernah ada luka yang disimpan.

Meski begitu, ia tak pernah membalas atau mengeluh.

“Sedih sih... tapi saya tahu orang lagi kehilangan. Saya cuma bantu.”

Hariyanto tidak banyak bicara tentang dirinya, sampai ia menyinggung masa lalunya.

Dulu, hidupnya jauh dari makam, jauh dari ketenangan. 

Ia menggembara, mengamen, minum, berpindah-pindah tanpa arah.

Hingga suatu hari ia teringat pesan kakeknya yang juga seorang penjaga makam.

“Tidak semua orang bisa jadi juru kunci. Banyak yang sanggup bekerja, tapi tidak semua melakukannya dengan hati.”

Kalimat itu, ia percaya, bukan nasihat biasa tapi panggilan.

Ketika memutuskan menjalani jalan ini, ia pernah ditantang istrinya.

“Mending kamu nakal, atau kamu kerja di makam walau enggak dapat apa-apa?”

Saat itu, ia memilih makam.

Kini, ia merasa justru di sinilah ia menemukan dirinya. Ia kehilangan banyak teman, kehilangan dunia yang ramai, tapi ia menemukan ketenangan yang tak ia temukan ketika hidupnya dipenuhi ambisi dan gelombang.

“Kalau ada pekerjaan lain yang mengharuskan saya jauh dari makam setiap hari, saya malah enggak nyaman,” katanya sambil memandangi satu per satu batu nisan.

Baginya, makam bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir. 

Di sini terdapat cerita, doa yang diam, dan cinta yang sudah berubah bentuk. Ia menghormati semuanya.

“Gaji bukan tujuan. Saya cari barokah. Bayarannya nanti… setelah saya mati.”

Hariyanto berhenti sebentar, menghela napas.

“InsyaAllah, sampai mati saya akan tetap di sini.”

Di tempat yang bagi banyak orang menjadi akhir, Hariyanto justru menemukan jalan pulangnya.(*)

Berita ini sudah tayang di kompas.com dengan judul Kisah Hariyanto, Preman yang Pilih Jalan Hidup Jadi Juru Kunci Makam di Surabaya

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved