Berita Nasional

Jimly Sebut MPR Banyak yang Harus Dibenahi, Serahkan Buku ‘Amandemen Kelima UUD 1945’ ke Megawati

Dalam kesempatan itu, ia juga bergurau mengenai kedudukan MPR, DPR, dan DPD yang menurutnya memerlukan pembaruan. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
KOLASE SERAMBINEWS.COM
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie bersama Mahfud MD, bertemu Megawati Seokarnoputri di Jakarta, Jumat (21/11/2025). 

Jimly Sebut MPR Banyak yang Harus Dibenahi, Serahkan Buku ‘Amandemen Kelima UUD 1945’ ke Megawati

SERAMBINEWS.COM – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa masih banyak hal di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang perlu dibenahi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 

Hal tersebut ia sampaikan saat menyerahkan buku terbarunya berjudul “Menuju Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945” kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Jumat (21/11/2025).

Buku berjudul ‘Menuju Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945’ tersebut ditulis pribadi oleh Jimly.

"Jadi maksudnya setelah reformasi Polri, kita benahi yang lain-lain, termasuk perubahan UUD NRI. Nanti materinya biar kami diskusikan," kata Jimly dalam keterangan video, dikutip dari Kompas.com.

Menurut Jilmy, buku itu diberikan agar Megawati bisa menjadikannya bahan bacaan dan pemikiran dalam rangka penataan kembali sistem ketatanegaraan melalui Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.

Baca juga: Eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie Bicara Soal Kasus Ijazah Jokowi, Cara ‘Licik’ Jatuhkan Lawan Politik

Didampingi Mahfud MD sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly bersilaturahmi ke kediaman Megawati untuk bertukar pandangan mengenai berbagai persoalan bangsa.

Dalam kesempatan itu, ia juga bergurau mengenai kedudukan MPR, DPR, dan DPD yang menurutnya memerlukan pembaruan. 

“Banyak itu (yang harus dibenahi)” selorohnya.

Merespons gurauan tersebut, Megawati mengaku sudah pernah meminta peningkatan kembali kedudukan MPR pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2016.

Diketahui, MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebelum amandemen UUD 1945 periode 1999-2002.

Setelah amandemen, MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara melainkan menjadi lembaga negara yang sederajat dengan lembaga lainnya karena kedaulatan rakyat kini dilaksanakan menurut undang-undang dasar, tidak sepenuhnya oleh MPR.

"Nah, tapi saya bilangnya hanya satu kali, menaikkan MPR, tapi yang protes sopo, abang brewok. Katanya kotak pandora, kotak pandora opo?" ujar Megawati dalam kesempatan tersebut.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Ahmad Muzani memastikan bahwa MPR RI tak menutup diri terhadap pandangan dan masukan dari masyarakat, termasuk tak mengunci rapat-rapat kemungkinan amandemen terhadap UUD 1945.

Dia menyadari bahwa ada pandangan-pandangan dari sebagian masyarakat yang menghendaki adanya amandemen terhadap konstitusi negara, dan juga ada yang berpendapat sebaliknya.

"Mengunci rapat-rapat terhadap pikiran amandemen Undang-Undang Dasar 45 adalah menutup rapat-rapat adanya ide-ide cemerlang tentang masa depan bangsa dan konstitusi negara," kata Muzani dalam acara Gathering Media MPR RI di Bandung, Jawa Barat pada 24 Oktober 2025 lalu/

Namun, menurut dia, MPR RI juga tidak akan serta-merta mempermudah bergulirnya pembahasan amandemen tersebut.

Dia mengatakan, UUD 1945 adalah konstitusi negara yang harus dipikirkan secara cermat dan matang.

"Kami mengerti di masyarakat adanya yang berpikir juga cukup amandemen sampai di sini,” ujar Muzani.

UUD 1945 Sudah 4 Kali Amandemen

Diketahui, UUD 1945 sudah empat kali mengalami perubahan atau amandemen.

Berdasarkan catatan, amandemen pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober 1999.

Pada perubahan pertama tersebut, kekuasaan presiden dibatasi karena dianggap terlalu berlebihan.

Amandemen kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2000, yang berlangsung antara 7 Agustus hingga 18 Agustus 2000.

Sejumlah aturan ditambahkan melalui amandemen kedua. 

Antara lain terkait wewenang dan posisi pemerintah daerah, peran dan fungsi DPR, serta penambahan mengenai hak asasi manusia.

Amandemen ketiga dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2001, yang berlangsung sejak 1 November hingga 9 November 2001.

Dalam amandemen ketiga ada beberapa pasal dan bab mengenai Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Pemakzulan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.

Amandemen keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2002, yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002.

Pada amandemen keempat ini difokuskan untuk menyempurnakan penyesuaian dalam perubahan-perubahan sebelumnya, termasuk penghapusan atau penambahan pasal atau bab.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Baca dan Ikuti Berita Serambinews.com di GOOGLE NEWS 

Bergabunglah Bersama Kami di Saluran WhatsApp SERAMBINEWS.COM 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved