Kupi Beungoh
Menangkal HIV di Provinsi Aceh: Strategi Promosi Kesehatan untuk Masa Depan yang Sehat
Promosi kesehatan memainkan peran krusial dalam mengubah perilaku masyarakat, meningkatkan pengetahuan, dan mengurangi stigma terkait HIV.
*) Oleh: Ns. Dara Rizkasary, S. Tr. Kep
HIV/AIDS masih menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan global, termasuk di Indonesia.
Di Aceh, meskipun terdapat upaya-upaya signifikan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ini, stigma sosial dan keterbatasan akses layanan kesehatan yang memadai masih menjadi hambatan utama.
Oleh karena itu, kebijakan strategi promosi kesehatan yang tepat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran, mendorong perilaku hidup sehat, dan memperbaiki akses layanan kesehatan, guna menanggulangi masalah HIV secara lebih efektif.
Peran Promosi Kesehatan dalam Pencegahan HIV
Promosi kesehatan memainkan peran krusial dalam mengubah perilaku masyarakat, meningkatkan pengetahuan, dan mengurangi stigma terkait HIV.
Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan di Kabupaten Aceh adalah memperluas edukasi mengenai HIV melalui berbagai media.
Pendidikan kepada masyarakat mengenai cara penularan, pencegahan, dan pentingnya tes HIV dapat mengurangi ketakutan dan ketidaktahuan yang sering kali menghambat orang untuk melakukan tes atau meminta bantuan medis.
Data terbaru pada Januari 2025 menyebutkan bahwa Aceh mencatat 348 kasus HIV/AIDS sepanjang tahun 2024, dengan peningkatan tajam dari tahun-tahun sebelumnya.
Wilayah yang mencatat kasus terbanyak adalah Aceh Utara dengan 34 kasus, diikuti oleh Kota Langsa (30 kasus), Bireun dengan (23 kasus), Pidie dengan (15 kasus), Aceh Barat dan Aceh Tenggara: masing-masing (15 kasus), dan Kota Lhokseumawe (26 kasus) .
Penyebaran HIV di Aceh didominasi oleh hubungan seksual sesama jenis (LSL).
Wilayah tanpa kasus yaitu, Sabang, Gayo Lues, Aceh Selatan dan Aceh Jaya.
Data dari Kementerian Kesehatan RI (2020) menunjukkan bahwa Aceh termasuk dalam provinsi dengan prevalensi HIV yang cukup tinggi, meskipun tidak setinggi beberapa provinsi lainnya.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Aceh, pada tahun 2019 tercatat lebih dari 4.000 orang dengan HIV yang terdaftar di pusat layanan kesehatan, dengan angka prevalensi yang meningkat setiap tahunnya.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sudah ada upaya penanggulangan, masih banyak individu yang belum terjangkau oleh informasi dan layanan kesehatan yang efektif.
Tantangan Stigma dan Akses Layanan Kesehatan
Salah satu tantangan terbesar dalam penanggulangan HIV di Aceh adalah stigma sosial terhadap orang dengan HIV.
Banyak orang masih menganggap bahwa HIV hanya dapat menular melalui hubungan seksual bebas atau perilaku tertentu yang dianggap tabu dalam budaya setempat.
Stigma ini sering kali menyebabkan orang dengan HIV merasa malu atau takut untuk mencari pertolongan medis, yang berujung pada penundaan pengobatan atau bahkan tidak mengakses layanan sama sekali.
Hal ini tentu saja semakin memperburuk kondisi kesehatan mereka dan memperpanjang proses penyebaran virus HIV ke orang lain.
Lebih dari itu, stigma sosial ini juga meresap dalam masyarakat umum, sehingga banyak individu merasa ragu atau bahkan terkejut ketika harus menjalani tes HIV.
Oleh karena itu, strategi promosi kesehatan yang fokus pada pengurangan stigma sangat penting.
Menggunakan tokoh masyarakat dan pemimpin agama sebagai agen perubahan dapat menjadi cara yang efektif untuk mengedukasi masyarakat mengenai cara penularan dan pencegahan HIV, serta mengubah pandangan mereka terhadap orang dengan HIV.
Data dari UNAIDS juga menunjukkan bahwa stigma dan diskriminasi adalah dua hambatan terbesar dalam penanggulangan HIV/AIDS di banyak daerah, termasuk Aceh.
Hal ini tercermin dari rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam program-program pencegahan HIV, seperti tes HIV secara rutin.
Padahal, tes HIV yang dilakukan secara rutin dan deteksi dini sangat penting untuk mengurangi penularan dan meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV.
Selain stigma, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan juga menjadi masalah serius.
Banyak daerah pedesaan di Aceh yang masih kekurangan fasilitas kesehatan yang dapat menyediakan layanan HIV secara menyeluruh, mulai dari tes HIV, pengobatan antiretroviral (ARV), hingga konseling psikososial.
Akibatnya, banyak orang dengan HIV yang tidak mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penularan lebih lanjut.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan di daerah-daerah yang terpencil harus menjadi salah satu prioritas utama dalam strategi promosi kesehatan di Kabupaten Aceh.
Strategi yang Bisa Diterapkan
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa strategi promosi kesehatan yang berbasis pada pendekatan komunitas dan partisipasi aktif masyarakat dapat diterapkan di Kabupaten Aceh. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat pencegahan HIV di daerah ini:
1. Penyuluhan dan Pendidikan Berkelanjutan
Program penyuluhan yang dilakukan secara berkelanjutan dan terstruktur akan sangat membantu dalam mengubah pandangan masyarakat tentang HIV.
Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui berbagai saluran, mulai dari kampanye di media sosial, penyuluhan di tempat-tempat ibadah, hingga kegiatan pendidikan di sekolah-sekolah.
Masyarakat perlu diberikan informasi yang jelas dan benar tentang bagaimana HIV dapat menular, serta langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan.
Informasi tersebut harus disampaikan dengan cara yang mudah dipahami dan tidak menimbulkan ketakutan.
Program penyuluhan ini juga dapat melibatkan para kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan ulama sebagai agen perubahan.
Keterlibatan mereka sangat penting karena mereka dapat menjangkau masyarakat dengan lebih efektif, serta mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap HIV.
2. Kolaborasi dengan Organisasi Masyarakat dan Ulama
Menggunakan jaringan yang ada di Kabupaten Aceh, seperti organisasi masyarakat dan pemuka agama, dapat mempercepat proses penyebaran informasi tentang HIV dan pencegahannya.
Mengingat pentingnya peran agama dalam kehidupan masyarakat Aceh, kolaborasi dengan organisasi Islam dan ulama setempat dapat memperkuat kampanye pencegahan HIV.
Para ulama dapat berperan dalam mengedukasi jamaah mereka tentang pentingnya hidup sehat, menghindari perilaku berisiko, dan pentingnya deteksi dini melalui tes HIV.
Selain itu, organisasi masyarakat dapat membantu menyelenggarakan pelatihan atau seminar tentang HIV bagi masyarakat, dengan melibatkan tenaga kesehatan sebagai narasumber.
3. Meningkatkan Akses Layanan Kesehatan
Pemerintah Kabupaten Aceh perlu memastikan bahwa fasilitas kesehatan yang ada di daerah-daerah terpencil memiliki kapasitas untuk menangani HIV.
Ini termasuk menyediakan layanan tes HIV yang mudah diakses oleh masyarakat, serta memastikan bahwa pengobatan antiretroviral (ARV) tersedia bagi mereka yang membutuhkan.
Penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai di daerah-daerah pedesaan akan mengurangi hambatan bagi masyarakat untuk mengakses layanan, serta meningkatkan tingkat deteksi dini dan pengobatan HIV.
Selain itu, pelatihan bagi tenaga medis di puskesmas dan rumah sakit juga harus dilakukan untuk memastikan mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai HIV, serta dapat memberikan layanan yang tidak diskriminatif dan ramah bagi orang dengan HIV.
4. Penggunaan Teknologi untuk Penyuluhan
Dalam era digital ini, teknologi dapat digunakan untuk memperluas jangkauan kampanye promosi kesehatan.
Menggunakan platform media sosial, aplikasi kesehatan, atau website resmi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat tentang HIV dapat membantu menjangkau lebih banyak orang.
Media sosial seperti Instagram, Facebook, dan YouTube memiliki potensi yang besar dalam menyebarkan informasi kesehatan, terutama di kalangan anak muda yang lebih akrab dengan teknologi.
Selain itu, aplikasi kesehatan yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan tes HIV secara mandiri atau mendapatkan informasi tentang layanan kesehatan yang tersedia dapat meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas.
Kesimpulan
Penyebaran HIV di Kabupaten Aceh masih menjadi masalah yang serius, dengan tantangan besar dalam hal stigma, pendidikan kesehatan, dan akses layanan.
Oleh karena itu, strategi promosi kesehatan yang berbasis pada edukasi, pengurangan stigma, dan peningkatan akses layanan kesehatan harus diperkuat.
Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh agama, organisasi masyarakat, dan pemerintah daerah, Kabupaten Aceh dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung orang dengan HIV, serta mengurangi prevalensi penyakit ini.
Melalui kebijakan dan strategi yang tepat, diharapkan Kabupaten Aceh dapat mencapai masa depan yang lebih sehat, dengan masyarakat yang lebih sadar akan HIV, lebih terbuka terhadap tes HIV, dan memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan yang mendukung pencegahan dan pengobatan HIV.
Ini bukan hanya tentang mengurangi angka prevalensi HIV, tetapi juga menciptakan masyarakat yang peduli, inklusif, dan sehat secara holistik. (*)
*) PENULIS adalah Mahasiswi Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Lulusan Bertambah, Lapangan Pekerjaan Semakin Susah |
![]() |
---|
Dari Lower Brain ke Hati Nurani dan Etika Kepemimpinan |
![]() |
---|
HIV di Banda Aceh, Fenomena Sunyi yang Kian Mengkhawatirkan |
![]() |
---|
Tazkirah Menyongsong Muktamar PPP: Uang Bukan Segalanya, Politik Adalah Amanah |
![]() |
---|
Muara Krueng Cangkoy: Urat Nadi Nelayan yang Kian Tersumbat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.