KUPI BEUNGOH
Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh
Maka, siapa pun yang menyelewengkannya harus disebut sebagaimana "Pencuri Masa Depan Aceh".
Oleh : Fikri Haikal, ST, M.Si*)
Beasiswa adalah Hak, bukan hadiah. Lahir dari semangat keadilan sosial dan menjadi simbol harapan bagi ribuan anak muda Aceh yang ingin keluar dari lingkar kemiskinan melalui pendidikan.
Namun, idealisme itu kini ternoda oleh kabar korupsi dengan anggaran fantastis lebih dari Rp420 miliar, menjadi potret buram bagaimana kebijakan pendidikan berubah menjadi pesta kerakusan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.
Skandal ini bukan sekadar pelanggaran hukum tetapi penghinaan terhadap Aceh Negeri Syariah, pengkhianatan terhadap masa depan, dan bukti bahwa sebagian manusia telah menjelma menjadi Omnivora Moral, pemakan segalanya, termasuk harapan sesama manusia.
Korupsi beasiswa adalah bentuk paling keji dari kerakusan pejabat. Sebab yang dicuri bukan sekadar uang, tapi impian generasi muda yang percaya pada keadilan negara.
Setiap rupiah yang diselewengkan adalah langkah mundur bagi pembangunan sumber daya manusia Aceh.
Ketika pejabat dan birokrat yang diberi mandat untuk membina justru menjadi predator, maka institusi negara kehilangan makna kemanusiaannya.
Mereka ini bukan manusia dalam pengertian moral dan nurani. Mereka berjalan dengan dua kaki dan berbicara seperti manusia, tapi hatinya telah kehilangan rasa malu.
Mereka adalah omnivora kekuasaan, memakan yang halal dan haram tanpa rasa bersalah, menelan janji, tanggung jawab, dan masa depan rakyat dengan rakus seperti binatang yang lapar di tengah pesta anggaran.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan individu, melainkan sistemik. Korupsi beasiswa di Aceh mencerminkan rapuhnya tata kelola publik.
Dana yang semestinya menjadi pupuk bagi intelektualitas generasi malah dijadikan santapan bagi jaringan kepentingan.
Di balik meja rapat, di antara dokumen seleksi, ada tangan-tangan gelap yang menulis nama-nama fiktif, memanipulasi penerima, dan membungkusnya dengan dalih “administrasi”.
Baca juga: Kejati Usut Dugaan Korupsi Beasiswa Rp 420,5 Miliar di BPSDM Aceh
Ironisnya, semua dilakukan di lembaga yang namanya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, sebuah institusi yang seharusnya menjadi pusat pencetak manusia berilmu dan berintegritas.
Kini, lembaga itu justru menjadi simbol paradoks tempat yang semestinya menumbuhkan manusia, malah melahirkan pejabat dan birokrat yang kehilangan sisi manusianya.
Kita tidak sedang berbicara tentang kesalahan teknis, tetapi tentang pengkhianatan etika publik. Beasiswa bukan uang hibah yang bisa dibagi-bagi seperti proyek.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.