KUPI BEUNGOH

Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh

Maka, siapa pun yang menyelewengkannya harus disebut sebagaimana "Pencuri Masa Depan Aceh".

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Fikri Haikal adalah pemerhati kebijakan publik dan Sosial. Aktif menulis tentang isu-isu Aceh, birokrasi dan moralitas publik. 

 Ia adalah hak anak Aceh yang ingin berprestasi dan berilmu, hasil keringat rakyat yang diamanahkan untuk menumbuhkan kecerdasan bangsa dan generasi Aceh

Maka, siapa pun yang menyelewengkannya harus disebut sebagaimana "Pencuri Masa Depan Aceh".

Setiap rupiah yang dikorupsi dari dana beasiswa adalah doa anak miskin yang tertunda. Ia adalah tangisan diam mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah. 

Ia adalah bukti bahwa sebagian pejabat di Aceh lebih sibuk memuaskan perut sendiri daripada membangun peradaban.

Korupsi beasiswa di BPSDM Aceh adalah cermin dari rusaknya empati dalam birokrasi. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi degradasi moral. 

Dan degradasi moral jauh lebih berbahaya daripada kehilangan anggaran sebab ketika moral runtuh, hukum tak lagi punya arti.

Kita perlu menyebut mereka dengan istilah yang tepat "omnivora dalam bentuk manusia". Mereka memakan uang rakyat, menelan harapan mahasiswa, dan menyisakan kehampaan bagi masyarakat.

Dalam konteks ini, “omnivora” bukan sekadar istilah biologi, tetapi metafora bagi keserakahan. Tidak ada lagi yang suci, semua bisa dimakan : pendidikan, agama, bahkan nurani, semua kotoran ini mereka sajikan untuk anak dan istri.

Baca juga: Misteri Dana Abadi Pendidikan Aceh: Triliunan Rupiah yang Mengendap Tanpa Manfaat

Jika Aceh ingin bangkit, maka kasus korupsi beasiswa ini harus menjadi titik balik. Tidak boleh ada kompromi. Tidak boleh ada negosiasi moral. 

Hukum harus menegakkan keadilan, bukan menegosiasikannya. Aparat penegak hukum baik Kejaksaan maupun KPK harus turun tangan dengan transparansi penuh. 

Rakyat Aceh berhak tahu siapa yang bermain, siapa yang melindungi, dan siapa yang diam demi kenyamanan pribadi.

Masyarakat Aceh tidak boleh diam. Diam adalah bentuk pembenaran. Ketika kita membiarkan pencurian beasiswa dianggap “biasa”, kita sedang mendidik generasi berikutnya untuk menjadi pencuri baru. 

Kampus, mahasiswa, dan akademisi harus bersuara. Intelektual sejati tidak lahir dari ketakutan, tapi dari keberanian menegur kebusukan.

Pemerintah Aceh juga harus introspeksi. Skandal ini adalah bukti bahwa sistem pengawasan internal tidak berjalan. 

Transparansi hanya sebatas jargon di spanduk, sementara praktik di lapangan penuh manipulasi. 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved