Opini

Kebijakan Ekonomi Berbasis Lokal

KEBIJAKAN ekonomi yang cenderung berbasis pada pertumbuhan ekonomi (growth oriented) semata harus diubah, karena cenderung gagal dan tidak

Editor: bakri
Oleh Yudi Wahyudin

KEBIJAKAN ekonomi yang cenderung berbasis pada pertumbuhan ekonomi (growth oriented) semata harus diubah, karena cenderung gagal dan tidak menyentuh permasalahan mendasar masyarakat. Untuk Aceh, misalnya, setting ekonomi yang dibangun seyogianya berpijak pada kebutuhan riil masyarakat Aceh dan berorientasi pada ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Aceh, seperti sumber daya lahan pertanian dan perkebunan, hutan maupun sumberdaya pesisir dan laut. Dalam hal ini, kebijakan ekonomi harus berpihak pada pengembangan pertanian dalam arti luas, karena pertanian merupakan mata pencaharian terbesar penduduk Aceh saat ini.

Sebagai ilustrasi dan bahan exercise adalah bagaimana Jepang dan Amerika menerapkan proteksi yang ekstra ketat terhadap produk pertaniannya. Di Jepang, para petani mendapatkan insentif yang sangat besar untuk tetap berusaha di bidangnya, bahkan pemerintah Jepang menerapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga dan kontinuitas usaha tani rakyatnya sebagai bentuk keberpihakannya. Demikian pula halnya petani di Amerika yang juga mendapatkan hak dan proteksi yang luar biasa ketat dari pemerintah Amerika.    

Pernah suatu ketika, kedua negara terlibat dalam penerapan strategi proteksi tingkat tinggi terhadap produk-produk mereka. Jepang yang juga dikenal sebagai negara automotif mampu menguasai pasar kendaraan bermotor karena mereka menerapkan teknologi yang terkenal cukup efisien, sehingga belakangan nampak mobil-mobil Jepang merambah pangsa pasar Amerika. Hal ini menyebabkan industri automotif Amerika kalang kabut, karena pasar mobil domestiknya kalah bersaing dengan produk mobil Jepang yang relatif lebih murah dan inovatif.  

Melihat situasi seperti ini kamar dagang Amerika meminta pemerintah Amerika untuk mencari solusi bagaimana caranya agar pangsa pasar dalam negeri tidak direbut oleh produk mobil Jepang, maka diterapkanlah strategi ekspor beras ke Jepang. Hal ini dilakukan karena beras Amerika dihasilkan melalui teknologi yang lebih efisien dibandingkan Jepang. Dampaknya petani Jepangpun resah, karena produksi dalam negeri yang lebih mahal kalah bersaing dengan produksi Amerika yang jauh lebih murah.

Pemerintah Jepang menghadapi dilema yang cukup besar, satu sisi Jepang harus memberikan proteksi terhadap pertanian negerinya, akan tetapi pada sisi yang lain Jepang juga harus mengakomodir kebijakan automotifnya. Pada kondisi inilah, kedua negara menunjukkan kehandalan diplomatis perdagangannya, sehingga masing-masing negara berhasil merumuskan langkah win-win solution.  

Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa Jepang walaupun sangat efisien di bidang automotif, namun tetap menempatkan pertanian sebagai prioritas utama kebijakan ekonomi negerinya. Demikian Amerika, negara ini telah menunjukkan bahwa pertanian negerinya merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia. Amerika telah menunjukkan bahwa mereka mampu menggunakan produk pertanian sebagai senjata ampuh bagi Jepang.

Pelajaran yang dapat dipetik dari exercise di atas adalah bahwa Amerika yang terkenal sebagai negara industri maju ternyata menyokong secara ekstra pengembangan pertanian negerinya, sehingga efisiensi produksi pertanian dalam negeri mampu mencapai level yang sangat luar biasa bahkan lebih efisien dibandingkan pertanian Jepang. Sedangkan Jepang yang juga sebagai negara industri besar, memberikan proteksi yang ekstra ketat terhadap hasil pertanian dalam negerinya.

 Bagaimana di Aceh?
Berkaca pada konstelasi politik pertanian dua Negara maju tersebut serta bercermin pada persoalan masyarakat Aceh yang sangat mengharapkan adanya perbaikan ekonomi dan kesejahteraannya, maka perlu kiranya dilakukan rekonstruksi kebijakan ekonomi yang didesain berbasis karakteristik lokal, baik karakteristik ekologi, sosial-budaya, ekonomi maupun pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, desain kebijakan ekonomi seoptimal mungkin harus dibangun atas dasar menangkap peluang dan memberdayakan sumber daya yang terdapat di Aceh saat ini.

Pemerintah selaku pembuat kebijakan diwajibkan memberikan proteksi terhadap pertanian sebagai wujud implementasi pembangunan ekonomi Aceh yang berorientasi pada SDA dan lahan. Dalam hal ini, pemerintah harus memberikan keleluasaan kepada masyarakat Aceh untuk menggarap dan memproduksi komoditas pertanian secara bebas tanpa takut mengalami kerugian. Kebebasan tersebut harus dibarengi dengan adanya pemberian property right yang efisien secara ekonomi. Efisien secara ekonomi akan terwujud jika property right yang dimiliki masyarakat Aceh menunjukkan sifat universal (universality), eksklusif (execlusive), dapat diperjualbelikan secara sah (transferable) dan memperoleh jaminan keamanan (enforceability). Adapun bentuk proteksi yang dapat dilakukan berupa proteksi terhadap datangnya komoditas pertanian dari luar Aceh (misal, price protection dan tax) serta menjaga supply produk lokal tetap kontinue.

Selain itu, bentuk proteksi lainnya bisa dalam bentuk insentif pengembangan teknologi pertanian, pengembangan jaringan infrastruktur (jalan, komunikasi dan irigasi), pengembangan teknologi pascapanen dan strategi pemasaran, pengembangan sistem angkutan produk pertanian, dan sebagainya. Kebijakan pemerintah untuk memfokuskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian akan membawa konsekuensi terhadap kemampuan berproduksi dan konsumsi masyarakat Aceh.

Deskripsi implikasi kebijakan pemerintah tersebut tidak lain akan mengikuti solusi Don Kanel tentang bagaimana Double Squeeze berlaku pada penerapan kebijakan yang terfokus pada kebijakan pertanian ini. Teorama Don Kanel ini akan berlaku bilamana kebijakan dan syarat-syarat efisiensi ekonomi dapat dipenuhi. Sehingga, dapatlah diprediksi bahwa dalam jangka panjang, penerapan kebijakan ekonomi akan membuat kehidupan masyarakat Aceh akan meningkat, khususnya yang bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, peternak, pembudidaya dan nelayan.  

Peningkatan ini akan mendongkrak tingkat daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa (consumption) sedikit demi sedikit. Kemampuan daya beli ini juga akan dibarengi oleh kemampuan untuk menyimpan (saving) dan alokasi dana untuk reinvestasi. Pengembangan usaha yang dilakukan dalam jangka panjang akan mendorong peningkatan produktivitas dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan yang kemudian dialokasikan untuk konsumsi, saving, pengembangan usaha dan seterusnya. Peningkatan daya beli masyarakat secara signifikan akan mendorong peningkatan transaksi jual-beli barang dan jasa.

Peningkatan transaksi ini secara teoritis akan meningkatkan investasi sektor riil, terutama yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat Aceh. Dalam hal ini terjadi penggunaan kapital yang dihasilkan akibat adanya transaksi dan konsumsi masyarakat tanpa harus melalui sistem kredit atau pinjaman usaha. Peningkatan daya beli masyarakat akan meningkatkan tingkat investasi dan meningkatkan perekonomian wilayah Aceh. Peningkatan perekonomian wilayah Aceh ini secara signifikan akan meningkatkan peran pemerintah untuk memberikan pelayanan publik, berupa pembangunan daerah dan pengembangan fasilitas publik.

* Yudi Wahyudin, M.Si, Peneliti Senior pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dan Ketua Alumni Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB). Email: yudi.wahyudin@pksplipb.or.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved