Opini
Beasiswa dan Mutu Pendidikan
KEBIJAKAN Pemerintah Aceh menghentikan pemberian beasiswa kepada para mahasiswa sebagaimana diberitakan oleh berbagai media beberapa
KEBIJAKAN Pemerintah Aceh menghentikan pemberian beasiswa kepada para mahasiswa sebagaimana diberitakan oleh berbagai media beberapa waktu lalu, bagaikan isu artis ternama terkana kasus-kasus besar, bagaikan pejabat terkena kasus korupsi yang beritanya marak dan hangat dibicarakan di mana-mana.
Mahasiswa Aceh yang sedang belajar di luar negeri pun berkomentar terhadap kebijakan ini. Begitu juga status-status yang menghiasi di jejaring sosial facebook dan twitter yang hampir tiap hari diwarnai dengan isu ini. Ada sebagian yang mendukungnya dan tak sedikit pula yang menolak dengan argumentasinya masing-masing.
Fenomena tersebut lumrah terjadi di Negara yang menganut paham demokrasi, di mana setiap orang berhak berkomentar terhadap kebijakan dan tindakan dari pemerintah. Baik itu masalah ekonomi social, politik, ekonomi, budaya, hukum dan lain-lain. Pemerintah bukanlah super power yang kebal akan kritik dan masukan dari rakyatnya.
Pemerintah mempunyai otortias untuk menyetop penyaluran beasiswa untuk sementara waktu. Begitu juga masyarakat juga mempunyai hak untuk mengeluarkan aspirasinya dengan masukan-masukan yang bersifat konstruktif (membangun), guna untuk memberikan solusi dari kesemrawutan agar kita tidak berpecah belah, serta yang paling penting adalah meningkatnya mutu pendidikan dan pembangunan Aceh ke depan.
Pengelolaan beasiswa
Kewenangan pengelolaan beasiswa Aceh sekarang berada pada Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh yang dulunya Komisi Beasiswa Aceh (KBA). Namun sayangnya, manajemen di lembaga ini dinilai masih amburadul yang mengakibatkan dihentikannya penyaluran beasiswa. Padahal beasiswa merupakan awal dari pembangunan suatu bangsa. Mengapa demikian?
Bangsa yang maju, bangsa yang sejahtera, dan bangsa yang minimnya angka pengangguran adalah bangsa yang maju di bidang pendidikan. Kemajuan bidang pendidikan tidak akan terwujud tanpa adanya partisipasi dan dorongan dari pemerintah untuk memberikan biaya pendidikan beasiswa kepada generasi bangsa.
Mahalnya biaya pendidikan akan menghambat pemerataan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan hanya didapatkan oleh sebagian orang yang mapan secara ekonomi, sementara bagi kalangan bawah yang ekonominya rendah tidak bisa mendapatkannya. Kita tidak sanggup membayangkan bagaimana Aceh ke depan bila berada pada generasi-generasi yang kurangnya ilmu pengetahuan.
Penghentian beasiswa ini sangat merugikan bagi semua kalangan mahasiswa, baik yang belajar di dalam maupun di luar negeri. Misalnya, bagi mahasiswa calon guru daerah terpencil yang sedang menjalani pendidikannya di Unsyiah yang pada beberapa waktu lalu sudah melakukan audiensi dengan DPRA yang mempertanyakan kelanjutan dana beasiswa dengan Biro Keistimewaan Aceh yang telah diputuskan (Atjehpost.com, 29/1/2013).
Siapa yang akan menanggung biaya untuk mereka yang sudah siap untuk membangun dan memajukan pendidikan bagi daerah-daerah terpencil yang ada di Aceh setelah menyelesaikan studinya. Mereka adalah benih-benih penting yang akan mengembankan tugas yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang akan memajukan pendidikan bagi daerah-daerah yang masih jauh tertinggal. Jika penghentian ini terus dilakukan, tentu akan menghambat proses belajar mereka, yang pada akhirnya akan semakin memelorotkan mutu pendidikan di Aceh.
Begitu juga dengan mahasiswa yang sedang menimba ilmu di luar negeri, di mana biaya pendidikan tinggi, kebutuhan hidup sehari-hari juga besar. Sementara mereka hanya berharap bantuan beasiswa dari pemerintah asalnya. Akankah mereka gulung tikar alias angkat koper dan kemudian pulang ke kampung halamannya akibat kebijakan ini?
Sangat merugikan
Penulis beranggapan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait pemberhentian penyaluran beasiswa di satu sisi ada manfaatnya. Namun, di sisi lain sangat merugikan bagi generasi Aceh. Manfaat yang didapatkan dari kebijakan ini berupa kemudahan untuk penyaluran beasiswa pada tahun-tahun mendatang setelah adanya pembenahan dan pemformatan ulang lembaga penyaluran beasiswa ini.
Pembenahannya bukan hanya sekadar manajemennya saja, akan tetapi harus lebih dari itu, yaitu memilih orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas keilmuan dalam manajemen serta orang-orang yang mempunyai pengalaman dan skill yang memadai untuk itu. Sedangkan kerugian yang didapat oleh generasi Aceh adalah terhambatnya proses belajarnya bagi mahasiswa asal Aceh yang sedang menuntut ilmu di dalam maupun di luar negeri.
Alangkah lebih baik jika pemformatan dan pembenahan terus diperbaiki, dan beasiswa langsung dikucurkan demi kepentingan kemajuan pendidikan yang ada di Aceh. Di samping itu, agar menjiwai jiwa UUD 1945 yang dalam pembukaannya mengatakan bahwa cita-cita bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian dipertegas lagi dengan pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dalam mendapatkan pendidikan yang layak.
Berdasarkan pasal tersebut, maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselengaranya pendidikan yang bermutu dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang siap pakai, dan masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pendidikan.
Hal ini bertujuan untuk mewujudkan daerah yang maju, yang dapat bersaing secara universal dengan generasi-generasi yang ada di daerah maupun Negara-negara lain. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya kurang mampu untuk membiayai biaya pendidikan dan bagi mereka yang berprestasi.
* Mansari, Mahasiswa Jurusan SAS Fakultas Syariah, IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh. Email: mansari_kaisar@ymail.com