Merpati Kecil, Menangkanlah Hatimu!

KHASANAH teater Banda Aceh, tampaknya berhutang budi pada pementasan Rumah Boneka, Jumat dan Sabtu malam akhir

Editor: bakri
SERAMBI/M ANSHAR
PERTUNJUKAN teater Rumah Boneka yang diperankan oleh sejumlah aktris nasional di Gedung Sultan Selim II, Banda Aceh, Jumat (30/8) malam. 

* Catatan dari Rumah Boneka

KHASANAH teater Banda Aceh, tampaknya berhutang budi pada pementasan Rumah Boneka, Jumat dan Sabtu malam akhir pekan ini. Hampir dua jam, setengah penonton bergeming dalam keterpukauan pada lakon-lakon di depan mereka. Walhasil, aplaus panjang penonton pun spontan terdengar setelah proses antiklimaks Rumah Boneka dirumuskan dalam ending malam itu.

Pementasan Rumah Boneka, Jumat (30/9), di Gedung Sultan Selim II, Banda Aceh, cukuplah jika menyumbang pelajaran berharga. Tidak hanya bagi pekerja atau peminat teater di Aceh, tapi juga menjadi pembuka era baru bagi kaum penonton drama. Totalitas pertunjukan malam itu memang bagus, kendati ada persoalan-persoalan klasik pada setiap pertunjukan drama menyertainya.

Drama realis karya Hendrik Ibsen itu ditulis pada abad ke-19, sekitar 100 tahun yang lalu. Toh, tema yang diangkat tetap relevan untuk masa kini. Masalah rumah tangga sehari-hari, dengan konten seorang istri yang merasa ditindas oleh suami, pasti menarik. Terutama bagi kaum perempuan yang merentang perjuangan mencari kebebasan.

Naskah asli yang berlatar Norwegia abad XIX itu diterjemahkan untuk Indonesia oleh dramawan kondang dan sekaligus aktivis perempuan Faiza Mardzoeki. Faiza, pada hakekatnya, telah mengubah latar Skandinavia, ke dalam setting Jakarta kontemporer. Tapi, bagusnya, ketika dipentas di Aceh Rumah Boneka telah “disyariatkan” dengan menyunat bagian-bagian dan dialog tertentu. Kalau tidak, pastilah akan menuai kritik tajam. 

Soal sunat menyunat ini tak perlu diperdebatkan. Soalnya, sutradara Wawan Sofwan telah menggarap pertunjukan Rumah Boneka dalam manajemen teater yang “akademik” semuanya terukur secara pasti. Drama realis memerlukan kecermatan yang sekiur.

Alur cerita, bagian-bagian lakon, penataan panggung, interaksi dengan penonton telah diupayakan sedemikian rupa. Sehingga, ketika masuk ke ruangan, Gedung Sultan Selim II yang notabene bukanlah gedung teater, telah tertata rapi. Setidaknya, syarat-syarat dasar ruang teater telah terpenuhi.

Pentas Sultan Selim sebetulnya kecil sekali untuk keperluan drama. Tapi, luar biasa, areal pentas telah melebar dengan memanfaatkan wilayah tangga menjadi satu kesatuan. Kondidi akustik yang tadinya sangat buruk, dicoba atasi dengan menempelkan bahan peredam suara di seluruh dinding pentas. Itupun memberi efek dekorasi yang serasi dengan tuntutan cerita.

Setting dekor untuk drama realis, memang tak bisa lain, kecuali menghadirkan keadaan seperti aslinya ke pentas. Maka ada dua set sofa, piano besar, sebuah bufet tempat dipajangnya kotak-kotak hadiah tahun baru, atau barang belanjaan lainnya. Semuanya cukup, terukur bahan dan lokasinya  Dukungan pencahayaan, sound system, juga wah. Semuanya menunjukkan  besarnya biaya dan upaya  produksi. Last but not least, pertunjukan malam itu pun dimulai.

***

Drama ini bermula pada kisah Nora, seorang isteri setia yang telah mencoba berbuat baik pada suaminya ketika sakit. Nora (diperankan oleh Heliana Sinaga) diam-diam meminjam uang Rp 200 Juta pada Togar seorang pengacara bank. Togar (diperankan Teuku Rifnu Wikana) melalui proses surat hutang yang diperjaminkan kepada ayah Nora. Tapi Nora telah memalsukan tanda tangan ayahnya yang keburu meninggal.

Dengan itu, Nora membawa suaminya Tommy Hertlambang (diperankan oleh Ayez Kassar) ke Singapura, dan berhasil sembuh. Sekembali dari Singapura Tommy diangkat menjadi direktur bank tempatnya bekerja.

Celakanya, dalam kedudukan itu Tommy harus memecat Togar dari bank tempat dia bekerja. Padahal, Togar adalah orang yang telah meminjamkan uang pada isterinya. Togar dipecat karena memalsukan tanda tangan, suatu kesalahan yang juga dilakukan Nora ketika meminjam uang dari Togar.

Persoalan jadi rumit, ketika Togar datang kepada Nora minta agar mantan penari Ballet itu bisa membujuk suaminya untuk tidak memecatnya. Tentu saja Togar mengancam, kalau dirinya dipecat, maka rahasia Nora akan dibongkar dan reputasi Nora termasuk Tommy akan hancur.

Nora menceritakan persoalan itu pada dr Franky (diperankan oleh Williem Bevers) sahabat keluarga, juga pada Lynda (diperankan Ayu Dyah Passa) sahabatnya yang datang dari Surabaya untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Lalu ada Bibi Henni (Pipien Putri) pembantu rumah tangga yang juga mengasuh dua anak Nora.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved