Opini

Potensi Kelautan dan Perikanan Aceh

LUAS daratan Aceh 57.365,67 Km persegi, dikelilingi Samudera Indonesia di wilayah Barat-Selatan Aceh, dan Selat Malaka

Editor: bakri

Oleh Raihanah

LUAS daratan Aceh 57.365,67 Km persegi, dikelilingi Samudera Indonesia di wilayah Barat-Selatan Aceh, dan Selat Malaka serta perairan Andaman di wilayah Utara-Timur Aceh, dengan panjang garis pantai 2.666,27 Km. Sedangkan luas perairannya mencapai 295.370 Km persegi, yang terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan 56.563 Km persegi, serta perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 Km persegi. Potensi lestari diperkirakan mencapai 272,7 ribu ton/tahun, jumlah kapal penangkap ikan 16.701 unit dan jumlah nelayan 64.466 orang. Luas tambak diperkirakan mencapai 53.000 Ha.

Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menjadikan sektor ini sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat Aceh, yang dapat mendukung sektor perindustrian dan perdagangan. Meningkatnya status implementasi perikanan dan kelautan di Aceh, diharapkan dapat menggerakkan daerah ini menjadi wilayah industri perikanan tangkap dan Minapolitan, yang sejalan dengan pembangunan kelautan dan perikanan Aceh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik.

Seiring dengan tujuan tersebut, maka kemampuan pertahanan dan keamanan harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dibangun. Pemanfaatan sumber daya kelautan secara berlebih dan tak terkendali dapat merusak dan mempercepat berkurangnya sumber daya, baik secara lokal maupun nasional.

Pesatnya perkembangan teknologi dan tututan penyediaan sumber daya semakin meningkat yang mengakibatkan laut sangat penting bagi pembangunan daerah dan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan Nasional ke arah pendekatan bahari merupakan suatu keniscayaan. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional, serta senantiasa diarahkan kepada kepentingan asasi bangsa Indonesia di laut.

 Perbaikan ekonomi
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan Aceh diarahkan agar pembudidaya/nelayan mampu memainkan peranan utama dalam perbaikan ekonomi dan meningkatkan pendapatan, sehingga mampu mandiri dalam melaksanakan usahanya. Pembangunan tersebut antara lain meliputi: Pertama, pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dilakukan tidak hanya mencakup aspek teknis, seperti penciptaan iptek dan peningkatan keterampilan serta produktivitas, tatapi juga aspek yang lebih mendasar yaitu peningkatan harkat serta martabat dan percaya terhadap diri sendiri untuk menjadi wiraswasta yang baik.

Kedua, memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal, efisiensi dan berkelanjutan. Potensi lahan kelautan dan perikanan Aceh yang cukup besar, berpeluang dikembangkan secara optimal tanpa merusak atau mengganggu kelestarian lingkungan. Usaha pengembangan kelautan dan perikanan juga memungkinkan untuk ekstensifikasi dengan mendorong ke arah penangkapan yang lebih jauh (lepas pantai) serta pengembangan usaha budi daya laut pada lokasi yang potensial. Pemanfaatan sumber daya ini tetap berorientasi pada pembangunan perikanan yang ramah lingkungan serta mengutamakan kelestarian sumber daya hayati.

Dan, ketiga, meningkatkan mutu hasil perikanan merupakan salah satu kegiatan yang ekonomis dan mempunyai nilai strategis dan sangat prospektif, mengingat meningkatnya permintaan dunia akan produk hasil perikanan. Selain pencapaian target produksi, upaya peningkatan pengawasan mutu hasil perikanan juga merupakan faktor utama dalam meningkatkan hasil produk.

Provinsi Aceh terletak di ujung bagian barat Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Burma, India, Bangladesh dan Thailand, sangat strategis dalam pandangan internasional. Aceh juga memiliki enam pulau terluar yang diharapkan segera diberikan aktifitas dan dijaga. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin akan diklaim dan dicaplok oleh negara lain.

Pulau-pulau terluar itu adalah: Pulau Rondo (luas 0,4 Km persegi) belum berpenghuni, terletak di Kecamatan Sukakarya, Sabang; Pulau Benggala terletak berdekatan dengan Pulau Weh (Sabang); Pulau Rusa (1 Km persegi) belum berpenghuni, di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, berbatasan langsung dengan Samudera Hindia; Pulau Selawut Besar (2,5 Km persegi) belum berpenghuni, terletak di Kecamatan Alafan, Simeulue; Pulau Raya (2 Km persegi) memiliki 1 desa dengan 5 orang penghuni, di Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, dan; Pulau Simeulue Cut (7,5 Km persegi) terletak di Kabupaten Simeulue.

Menjaga kedaulatan maritim Indonesia dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satu adalah dengan cara memberi pemahaman untuk  mengetahui batas-batas wilayah laut yang menjadi kewenangan daerah kepada nelayan. Ini penting mengingat nelayan merupakan komponen yang terdepan dalam menjaga wilayah perbatasan terutama terhadap praktik illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan asing.

Bermacam modus operandi illegal fishing yang dilakukan dengan bermacam cara, antara lain: melakukan penangkapan ikan tanpa izin, menggunakan izin palsu; menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan atau alat tangkap yang dilarang; menangkap jenis ikan (spesies) yang tidak sesuai dengan izin; tidak melapor hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan hasil penangkapan; membawa ikan hasil tangkapan ke negara lain (transhipment); menangkap ikan di wilayah yang dilarang.

 Kasus illegal fishing
Praktik-praktik illegal fishing yang terjadi sangat merugikan daerah dan Nasional, baik kerugian berupa material maupun inmaterial, baik aspek ekonomi, ekologi maupun sosial. Kerugian ekonomi karena pencurian ikan diperkirakan mecapai ratusan miliar rupiah setiap tahunnya. Di samping itu, praktik illegal fishing juga menyebabkan kesulitan otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang akurat yang diperlukan untuk menghitung hasil tangkapan yang di perbolehkan sesuai aturan.

Bermacam masalah yang timbul dalam upaya pencegahan praktik illegal fishing. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa nelayan Aceh pada umumnya masih didominasi oleh nelayan kecil, yang tentu kalah bersaing dalam memanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Para nelayan kecil kita ini hanya memanfaatkan sumber daya di perairan pantai, sedangkan ikan-ikan yang bernilai ekonomi tinggi ditangkap dan dimanfaatkan oleh nelayan asing dengan peralatan yang lebih modern.

Guna menjaga kedaulatan wilayah maritim Indonesia dan menanggulagi praktik illegal fishing yang kerap terjadi di wilayah perairan Aceh, satu upaya yang perlu diintensifkan adalah melakukan pengawasan darat dari pelabuhan dan ke pelabuhan. Mengingat Aceh belum memiliki pelabuhan yang representatif, maka satu program yang dilakukan pemerintah Aceh adalah membangun 180 titik pelabuhan di seluruh Aceh. Dari jumlah ini, tiga di antaranya berfungsi sebagai pelabuhan induk perikanan tangkap, yaitu Pelabuhan perikanan Idi di wilayah Timur, Pelabuhan Labuhan Haji di wilayah Barat-Selatan, dan Pelabuhan perikanan Lampulo Banda Aceh untuk wilayah Utara Aceh.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved