Opini
Menggugat Karikatur Nabi Muhammad SAW
MUHAMMAD saw merupakan sosok manusia agung, memiliki budi pekerti yang sangat luhur, bahkan Allah Swt
Oleh Agustin Hanafi
MUHAMMAD saw merupakan sosok manusia agung, memiliki budi pekerti yang sangat luhur, bahkan Allah Swt memuji kepribadian beliau sebagaimana disebutkan dalam Alquran: “Dan Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam: 4). Pujian terhadap baginda Nabi Muhammad saw sangat beralasan, apalagi hidup di tengah masyarakat Jahiliyah yang buta peradaban dan ilmu pengetahuan, bahkan menjadikan manusia sebagai barang yang dapat diperjualbelikan. Muhammad hadir untuk memperbaiki akhlak dan moral manusia yang saat itu berada pada titik nadir, mengagungkan suku, kelompok, dan tidak membedakan antara yang hak dan batil.
Muhammad memiliki budi pekerti yang sangat luhur, dan ini diakui oleh semua kalangan. Secuil contoh dari keluhuran budi pekerti beliau, ketika orang lain menuntut kesamaan hak tanpa diskriminasi warna kulit, Muhammad jauh sebelumnya telah hadir menghapus kasta, perbedaan warna kulit, suku, ras, golongan, dan lain-lain. Semuanya memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan, kecuali ketakwaan sajalah menjadi pembedanya. Ketika orang lain mengagumi sosok mendiang Nelson Mandela --peraih Nobel perdamaian-- karena memaafkan rezim Apartheid yang dulu pernah memenjarakannya seumur hidup karena berbeda politik, namun jauh sebelum itu sosok Muhammad telah memaafkan siapa pun yang menyakiti dan menghinanya, bahkan beliau sering berdoa: “Ya Allah! Ampunilah kaumku karena mereka itu tidak mengetahui.”
Muhammad juga tidak pernah menghina keyakinan yang dianut oleh pemeluk agama lain, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah ayat: “Dan janganlah kamu (wahai kaum muslim) memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah.” Dalam menjalankan dakwahnya, Muhammad selalu membawa perdamaian dan kesejukan, tidak pernah memaksakan orang lain untuk mengikuti agamanya. Apalagi menebarkan ancaman dan mengangkat pedang, sehingga sikapnya yang lembut itu menimbulkan simpati dari semua kalangan.
Kesetaraan gender
Di zaman post-modern saat ini, banyak sekali aktivis menggembar-gemborkan hak asasi manusia (HAM) dan kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Namun kalau mereka menyadari betul bahwa jauh sebelumnya sosok Muhammad telah memelihara HAM dengan sempurna, memberikan tempat mulia dan kedudukan terhormat bagi perempuan, diberikan hak hidup yang sama dengan laki-laki, dilindungi, diperlakukan dengan baik, tidak diperbudak bahkan diberikan hak waris. Kemudian sosok Muhammad sangat setia kepada isteri dan keluarganya, bahkan selalu menyebut dan mendoakan mereka walaupun tidak lagi berada di sisinya.
Hampir setiap peringatan hari buruh, para buruh berdemo agar suaranya didengar yakni hak-haknya diperhatikan, diberikan perlindungan dan upah yang layak. Padahal jauh sebelumnya seorang Muhammad telah bersikap lemah lembut dan santun kepada pembantu. Beliau tidak pernah berkata kasar kepada pembantunya, tidak pernah mengatakan mengapa engkau tidak melakukan ini, atau mengapa engkau lakukan ini. Tidak pernah mencela apa pun yang dilakukan pembantunya, memberi makan seperti yang ia makan dan memberi pakaian seperti yang ia pakai. Tidak membebani pembantunya melebihi kemampuan, bahkan berusaha membantunya apabila mereka memiliki beban lebih. Beliau bersabda dalam satu hadisnya: “Berikanlah upah pekerja itu sebelum keringatnya kering.”
Dalam kehidupannya, Muhammad tidak pernah membedakan antara miskin dan kaya, siapa pun yang bertamu ke rumahnya disambut dengan ramah dan diajaknya bicara tanpa beban dan kesulitan, bersalaman, tidak melepaskan tangan kecuali yang menjabat sendiri melepaskannya, tidak mengulurkan kaki, beliau menunjuk dengan seluruh tubuh. Kemudian, ketika tamunya pulang, diantarnya hingga ke pagar rumah sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan terhadap tamu. Nabi saw memiliki sifat pemalu, tidak menyuruh pulang (ketika serombongan sahabat yang beliau undang makan ke rumahnya datang jauh lebih cepat dari waktunya), kemudian masih juga berlama-lama mengobrol setelah selesai makan, sehingga Rasul merasa terganggu yang menjadi penyebab turunnya Surat al-Ahzab ayat 53, agar memperhatikan tata krama ketika bertamu.
Begitu juga halnya sikap beliau kepada makhluk lainnya, sebelum Eropa memperkenalkan “organisasi pencinta binatang”, Muhammad saw telah mengajarkan sikap menghargai dan santun kepada binatang, dilarang menyakiti apalagi membunuhnya secara sia-sia, sebagaimana dalam sebuah hadis: “Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik.” Maka dalam Islam kalau mau menyembelih hewan harus menggunakan pisau tajam agar binatang tersebut tidak merasa tersiksa. Ketika orang berbicara mengenai polusi udara dan lingkungan hidup, jauh sebelumnya bahwa Muhammad telah mendengungkan agar tidak melakukan kerusakan dan kezaliman di muka bumi ini sebagaimana sabdanya: “Kebersihan itu merupakan bagian daripada iman.”
Ketinggian budi pekerti dan akhlak beliau tidak saja dibuktikan melalui ayat-ayat Alquran dan hadis, tetapi juga melalui pembuktian logis dan ilmiah, dan melalui pandangan para ahli yang tidak menggunakan tolok ukur agama. Ilmuwan non-muslim pun seperti Michael Hart dengan sangat objektif menempatkan Nabi Muhammad di peringkat pertama dari 100 tokoh yang paling berpengaruh sepanjang masa. Bahkan, Annie Besant dalam The Life and Teachings of Muhammad, menggambarkan: “Mustahil bagi siapa pun yang mempelajari kehidupan dan karakter (nabi) Muhammad saw hanya memunyai perasaan hormat saja terhadap Nabi mulia itu, ia akan melampauinya sehingga meyakini bahwa beliau adalah salah seorang nabi terbesar dari sang Pencipta.”
Menebar kebencian
Meskipun demikian, ada saja tuduhan dan hujatan yang dilontarkan oleh non-muslim. Di Eropa dan Amerika misalnya, sering menggambarkan Muhammad sebagai seorang yang licik, pembunuh massal, maniak seks, pedofil, laki-laki yang didominasi oleh ambisi serta hawa nafsu terhadap kekuasaan dan wanita. Mereka mengenal Islam dan Nabi Muhammad saw melalui informasi yang disampaikan oleh musuh-musuh Islam, kemudian dikaitkan dengan teror, terorisme, kebodohan, kemiskinan, dan fanatisme buta.
Mereka sengaja menebar kebencian terhadap Islam, sebagaimana kasus majalah Charlie Hebdo di Prancis, Kelompok Inisiatif Pertahanan Kebebasan Amerika (AFDI), yang menawarkan hadiah 10 ribu dolar (Rp 130 juta) dan 2.500 dolar (Rp 32,5 juta) untuk anugerah pilihan bagi pemenang lomba karikatur Nabi Muhammad. Karikatur-karikatur itu dinilainya sebagai sesuatu yang sejalan dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers yang tidak dapat dilarang. Sikap dan tindakan mereka yang menggambarkan Muhammad dalam bentuk kartun, karikatur dan bentuk lainnya, dianggap telah melukai hati dan perasaan umat Islam.
Kebebasan itu seolah sedemikian mutlak, padahal dalam banyak hal, di dunia Barat sekalipun, cukup banyak ketentuan yang membatasi kebebasan berekspresi jika hal tersebut dinilai mengganggu orang lain atau dianggap tidak etis dalam pandangan seorang yang berbudaya. Ketika koran The Post memuat karikatur yang menggambarkan serdadu Amerika yang terputus tangan dan kakinya, para pimpinan militer negara adidaya itu keberatan atas pemuatan karikatur tersebut dengan dalih penghinaan. Memang budaya Barat pun mengenal batas-batas dalam banyak hal, kendati mereka mengakui kebebasan berekspresi. Bukankah budaya Barat tidak memperkenankan seseorang memasuki gedung opera, kecuali dengan pakaian tertentu.
Dengan demikian, sikap Barat dan Amerika yang melecehkan umat Islam dengan dalih kebebasan berekspresi dianggap munafik dan melanggar nilai-nilai kerukunan antar umat beragama. Maka mereka yang telah melecehkan sosok Muhammad saw harus meminta maaf secara terbuka agar hubungan antara Islam dan Barat dapat terjaga dengan baik. Karena sikap yang masa-bodo dan menolak meminta maaf akan menyebabkan sikap ekstremisme di kalangan umat Islam dan antipati terhadap Barat akan tumbuh semakin subur. Wallahu a‘lam bi as-shawab.
Dr. H. Agustin Hanafi, MA., Ketua Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry, dan Anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh. Email: agustinhanafi77@yahoo.com