Opini

Menyoal Azan Jumat Dua Kali

ISLAM mempunyai hukum dan perundang-undangan yang sangat lengkap yang ditinggalkan Rasulullah saw

Editor: bakri

Oleh Hasanuddin Yusuf Adan

ISLAM mempunyai hukum dan perundang-undangan yang sangat lengkap yang ditinggalkan Rasulullah saw untuk diamalkan para penganutnya. Para ulama dan pakar hukum Islam sering membaginya kepada hukum yang bersifat konsepsional (syariah) dan hukum yang bersifat operasional (fiqh). Keduanya tidak boleh dipisahkan karena ia memiliki kaitan yang sambung menyambung sehingga semua amalan muslim menjadi sah dan sempurna dalam amalannya. Perintah wajib shalat umpamanya, ia berada pada kategori syariah, sementara berkenaan dengan bagaimana melaksanakan shalat menjadi wilayah kajian fiqh. Termasuklah tata cara berkhutbah dan termasuk pula azan sekali atau dua kali dalam pelaksanaan shalat Jumat berada dalam wilayah kajian fiqh.

Maknanya, sesuatu yang termasuk dalam wilayah syari’ah menjadi paten dan permanen sifatnya, sementara sesuatu yang berada dalam kajian fiqh menjadi debatable sifatnya. Lebih jauh lagi kita sebutkan bahwa hukum Islam yang berkenaan dengan syari’ah merupakan konsep asas yang tidak boleh diubah suai oleh ummat Islam seperti perintah shalat, perintah membayar zakat, perintah naik haji, dan perintah puasa. Sementara bagaimana tatacara shalat, tatacara puasa, tatacara membayar zakat dan naik haji menjadi wilayah kajian fiqh yang berlaku ra’yu para ulama. Termasuklah di sana perdebatan antara azan sekali dengan azan dua kali dalam pelaksanaan ibadah shalat Jumat.

Pada masa hidup baginda Rasulullah saw, azan pada waktu shalat Jumat hanya dikumandangkan satu kali saja ketika khatib sudah memberi salam dan berada di atas mimbar, dan hanya ada satu kali iqamah setelah khatib selesai menyampaikan khutbahnya sebelum pelaksanaan shalat Jumat dua rakaat. Keadaan seperti itu berterusan kepada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab menjadi khalifah pertama dan kedua. Sementara pada masa Usman bin Affan, tata cara tersebut berubah di mana azan dikumandangkan dua kali, yang pertama dilakukan sebelum masuk waktu Zuhur dan yang kedua dikumandangkan ketika masuk waktu Zuhur.

Dalil azan dua kali
Dalil yang digunakan untuk melaksanakan azan dua kali adalah riwayat dari Saib ibnu Yazid, ia berkata: “Sesungguhnya azan pada hari Jumat awalnya pada masa Rasulullah saw, masa Abu Bakar dan masa Umar bin Khattab dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun pada masa Usman menjadi khalifah yang kaum muslimin sudah ramai, beliau memerintahkan azan yang ketiga (azan sebelum masuk waktu, setelah masuk waktu Zuhur, dan iqamah). Azan tersebut dikumandangkan atas az-Zaurak (nama suatu tempat di pasar Madinah), maka tetaplah pelaksanaan tersebut demikian.”

Dalam kitab Fathul Mu’in disebutkan: “Disunatkan azan dua kali untuk shalat Shubuh, pertama sebelum fajar dan kedua ketika terbit fajar. Jika hanya hendak mengumandangkan azan satu kali saja, maka yang lebih afdhal dilakukan adalah setelah terbit fajar. Dan sunat dua azan untuk shalat Jumat, yaitu setelah khathib berada di mimbar dan yang satu lagi sebelumnya.” Umat Islam yang yakin dan berpegang kepada dalil-dalil tersebut meyakinkan dirinya dengan hadis Rasulullah saw yang berbunyi: Fa'alaikum bi sunnati wa sunnatil khulafair Rasyidina min ba’di (Bagimu berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku). Usman bin Affan adalah seorang dari empat orang khulafaurrasyidin.

Satu alasan yang dapat kita lihat berkenaan dengan azan dua kali di masa Usman bin Affan adalah karena umat Islam sudah bertambah ramai selaras dengan kemajuan Islam itu sendiri yang diperjuangkan sejak zaman Nabi, zaman Abu bakar, dan zaman Umar. Pada waktu itu kemajuan teknologi seperti hari ini belum ada lagi, mikrofon sebagai pengeras suara belum ada, sehingga ketika masuk waktu shalat Jumat banyak umat Islam yang masih sibuk dengan perdagangan mereka di kota dan pasar Madinah. Untuk mengajak para muslimin mengerjakan shalat, maka dikumandangkan azan sekali sebelum masuk waktu dhuhur di pasar sebagai pengingat akan tibanya waktu Zuhur sebentar lagi.

Bagi orang-orang yang condong kepada azan satu kali pada pelaksanaan shalat Jumat minimal berprinsip bahwa Nabi lebih utama diikuti, karena semua perbuatan, ucapan dan diamnya Beliau merupakan sunnah/hadis dan Allah memerintahkan semua muslim untuk mengikuti Nabi. Dalam konteks kemajuan teknologi hari ini, apa yang menjadi alasan dikumandangkan azan dua kali pada zaman Usman bin Affan, yakni untuk mengingatkan akan segera tibanya waktu shalat sudah tertangani oleh bunyi pengajian Alquran di hampir semua masjid ketika hendak masuk waktu shalat, khususnya di Aceh.

Dengan demikian kekhawatiran ada umat Islam yang tidak mengetahyui masuk waktu shalat karena sibuk dengan berbagai aktivitasnya sudah ada alternatif lain yang mengingatkan mereka. Maka tidak boleh ada alasan lagi bagi siapapun untuk tidak melaksanakan shalat ketika setiap masjid sudah membunyikan bacaan kitab suci Alquran sebagai pertanda akan segera masuk waktu shalat. Dengan demikian tinggal sekarang umat Islam khususnya di Aceh memilih untuk mengikuti cara Rasulullah saw sebagai utusan Allah, hambaNya yang ma’shum yang dijamin masuk syurga oleh Allah Swt, atau memilih mengikuti cara Usman bin Affan sebagai sahabat karib Rasulullah saw yang baginda menjaminnya pula masuk syurga.

Tak saling menyalahkan
Untuk menyikapi tata cara tersebut sangat memerlukan pengetahuan dan keimanan dalam badan setiap insan. Yang tidak dibenarkan adalah saling menyalahkan antara pengikut azan sekali sebagaimana yang diasaskan Rasulullah saw dengan pengikut azan dua kali seperti yang diamalkan di zaman Usman bin Affan. Di Aceh dalam waktu-waktu tertentu pernah terjadi pemaksaan dari satu kaum yang cenderung kepada azan dua kali terhadap kaum yang mengamalkan azan sekali dalam pelaksanaan ibadah shalat Jumat. Pemaksaan seperti itu sama sekali tidak ada dasar hukumnya karena Islam sangat anti terhadap pemaksaan, diskriminasi, ancam-mengancam dan juga teror.

Kalau prilaku kasar yang tidak pernah dibenarkan Islam seperti itu yang dipraktikkan sebagian umat Islam di Aceh, maka kehancuran ukhuwwah, kerusakan syariah, dan kehancuran ibadah akan terjadi dalam masa yang berkepanjangan di bumi Aceh secara berketurunan, karena generasi hari ini sudah menanam bibit-bibit perpecahan umat untuk generasi masa depan. Bibit tersebut akan terus berkelanjutan sehingga akhir zaman yang menjadikan wilayah Aceh bukan hanya tidak berkembang melainkan akan mundur dan hancur berantakan.

Sebagai upaya antisipasi kehancuran ukhuwwah ummah dan kemunduran wilayah di Nanggroe Aceh tercinta ini, marilah semua pihak menahan diri, mempelajari ilmu lebih mendalam dan mengajar kepada pihak lain akan keramahan Islam, kemuslihatan persaudaraan, saling kasih sayang, saling menghormati dan menghargai. Tidak saling mendengki, tidak saling membenci, tidak saling melecehkan pihak lain, tidak mengusir sesama muslim yang tinggal di Aceh, tidak mengarahkan massa untuk keperluan perpecahan umat, dan tidak mengolah isu-isu agama untuk kepentingan politik sesaat yang bakal mengantarkan kita ke neraka Allah nantinya.

Sebagai penutup, penulis kembali menegaskan bahwa pada masa Nabi, masa Abu Bakar, dan masa Umar azan untuk shalat Jumat hanya sekali, pada masa Usman memerintah ditambah satu kali lagi sehingga menjadi dua kali atau tiga kali dengan iqamah. Dari As-Sa’ib Ibnu Yazid ia berkata: Azan Jumat pada mula-mulanya adalah apabila imam sudah duduk di atas mimbar. Demikian di masa Rasul saw, di masa Abu Bakar, dan di masa Umar. Di kala Usman mengendalikan pemerintahan dan telah banyak manusia, beliau menambah azan ketiga di atas Az-Zaura. Dan Nabi saw tidak mempunyai selain dari seorang Muazin saja. Ibnu Umar dan Ibnu Rusid berpendapat azan hanya sekali (ketika khatib naik mimbar) dan iqamah sekali setelah khathib turun mimbar. Untuk itu janganlah ada umat Islam yang bertengkar gara-gara sekali atau dua kali azan pada pelaksanaan shalat Jumat. Hendaknya kita jangan sampai saling menyalahkan tentang perkara ini. Amin.

* Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA., Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh dan Dosen Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: diadanna@yahoo.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved