Opini

Antara Jihad dan Terorisme

MASYARAKAT dunia baru saja dikejutkan oleh aksi teror di Paris, Prancis, yang menewaskan

Editor: bakri

Oleh Agustin Hanafi

MASYARAKAT dunia baru saja dikejutkan oleh aksi teror di Paris, Prancis, yang menewaskan dan melukai ratusan orang. Dunia mengecam dan mengutuk keras aksi yang tidak manusiawi ini. Bahkan Prancis sendiri langsung meresponnya dengan menyerang pangkalan kelompok yang menamakan diri Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Syria dan menangkap beberapa orang muslim yang diduga terkait dengan aksi teror tersebut.

Ada kelompok tertentu mengklaim bahwa aksi teror yang dilakukan terhadap Prancis merupakan jihad suci, karena selama ini Prancis telah ikut campur dalam konflik Timur Tengah. Bahkan, telah melukai perasaan umat Islam karena selalu berusaha keras melindungi warganya yang secara terang-terangan melakukan penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi Muhammad saw melalui karikatur di majalah Charlie Hebdo dengan dalih kebebasan berekspresi. Tetapi tidak sedikit juga yang menuduhnya sebagai aksi teror yang biadab dan bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Teroris menjadi satu istilah yang sangat populer dalam dua dekade terakhir ini, karena disebarluaskan oleh media Barat tanpa berusaha mencari makna yang sebenarnya dari istilah tersebut. Istilah ini sering dikaitkan oleh media Barat dengan tingkah laku politik komunitas Muslim Timur Tengah. Terorisme seakan-akan identik dengan Islam, jika disebutkan kata “teroris” yang ada di benak mereka adalah sosok seorang Muslim, sedangkan tindakan Israel yang menyerang warga Palestina tanpa prikemanusiaan tidak mereka sebut terorisme, melainkan disebut sebagai “aksi pembalasan”, “response”, atau “pencegahan”.

Sebenarnya kalau media Barat bersikap fair, keyataannya banyak teroris yang bukan dari Islam seperti gerakan Amum Shinrikyo di Jepang, Macan Tamil di Sri Lanka, Kahane Chai di Israel, Kelompok Nopember 17 di Yunani, Tupak Amaru di Peru, Farc di Kamboja, dan kelompok America Militant Extremists di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta tersebut, muslim yang mereka identikkan dengan terorisme hanyalah fitnah, propaganda orang-orang Barat untuk mempengaruhi dan membuat opini negatif terhadap Islam.

Memiliki perbedaan
Aksi teror dan jihad memiliki perbedaan yang sungguh tajam. Karena teroris adalah orang yang melakukan teror, tindak kesewenang-wenangan untuk menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, tindakan kejam dan mengancam. Mengenai terorisme ini terdapat dua kategori: Pertama, horrific terrorism, yakni terorisme yang benar-benar jahat karena menghancurkan kekayaan pribadi dan negara serta membunuh jiwa tanpa alasan yang rasional dan dengan cara yang tidak konvensional. Dan, kedua, heroic terrorism, yakni tindakan terorisme untuk memperjuangkan hidup, seperti bom bunuh diri. Kategori pertama sangat dikecam oleh Islam karena telah membunuh rakyat yang tidak berdosa, sebagaimana firman Allah Swt: “Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. al-An’am: l51)

Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman: “Oleh karena itu, kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh seseorang, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain) atau bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara semua kehidupan manusia. Sesungguhnya Rasul-rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka sesudah itu, melampaui batas dan berbuat kerusakan di bumi ini.” (QS. al-Maidah: 32)

Kedua ayat di atas mengecam dan memberi hukuman yang sangat keras terhadap pelaku tindakan kriminal dan membunuh manusia-manusia yang tidak berdosa. Sedangkan kategori yang kedua adalah merupakan bentuk perjuangan suci yang bila mati disebut dengan syuhada karena membela kebenaran dan ingin memperoleh hak-haknya yang dirampas oleh negara Zionis tersebut.

Dalam Islam tidak pernah terjadi peperangan dengan maksud hendak menumpas pihak musuh, kesabaran dan perdamaian selalu menjadi pegangan, sedangkan kekuasaan dan kekuatan hanya untuk melindungi agama. Pesan-pesan agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw sangat humanis, egaliter dan toleran. Ini bisa dilihat dalam sejarah Islam seperti penyebarannya ke Afrika, Andalusia dan lain-lain. Di mana umat Islam tidak menggunakan kekerasan dan aksi teror untuk memaksakan kehendak. Islam menganjurkan umatnya untuk mewujudkan perdamaian, keadilan dan kehormatan dan semua itu haruslah tidak dilakukan dengan cara kekerasan dan bentuk teror.

Peperangan yang diperintahkan oleh Islam hanyalah untuk membendung serangan musuh guna melindungi agama, mencegah keterlaluan orang-orang yang melanggar batas, dan memperkosa hak orang-orang Islam hingga kejahatannya dapat dihindarkan dan menyelamatkan diri dari kezaliman mereka. Namun sebagian kelompok radikal memandang bahwa orang-orang non muslim itu boleh dibunuh dengan alasan akidah mereka melenceng, mereka dianggap kafir dan musyrik kepada Allah Swt dengan merujuk pada firman-Nya: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekkah)...” (QS. Al-Baqarah: 191). Nabi saw juga pernah bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka berkata lailaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah).

Kelompok ini memahami teks di atas apa adanya tanpa mencari alasan logis atau penyebab turunnya ayat dan hadis tersebut. Padahal bila kita cermati konteks dua nash tersebut bahwa kebolehan itu berlaku hanya dalam peperangan. Jadi mereka (orang-orang kafir) yang memerangi umat Islam, harus diperangi, dan apabila mereka berhenti (tidak memerangi umat Islam) maka umat Islam pun tidak boleh memerangi mereka.

Sebagian kelompok tertentu memahami bahwa untuk merespons orang kafir harus dengan melakukan perang frontal dan mengedepankan jiwa, karena banyak sekali ayat tentang jihad dalam Alquran yang menyebut kata anfus (jiwa). Ayat tentang kewajiban berjihad turun setelah orang Muslim merasa terdesak dengan hegemoni orang kafir yang mana mereka selalu menyakiti, menyiksa dan melakukan aksi kekerasan terhadap orang Islam.

Namun ada juga yang berpendapat sebaliknya, seperti Hamka dan Wahbah al-Zuhaily bahwa jihad tidak mesti mengangkat senjata. Akan tetapi bisa juga menahan perasaan, menuntut ilmu dengan tekun dan sungguh-sungguh serta menyebarkan dakwah Islamiyah. Karena makna jihad itu sendiri adalah berjuang bersungguh-sungguh atau bekerja keras, dan tidak peduli payah.

Ada kesalahpahaman
Menurut Quraish Shihab ada kesalahpahaman tentang pengertian jihad. Hal ini mungkin disebabkan karena sering kali kata itu baru terucapkan pada saat perjuangan fisik, sehingga diidentikkan dengan perlawanan bersenjata. Kesalahpahaman itu disuburkan juga oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang jihad dengan anfus. Kata anfus sering kali diterjemahkan dengan jiwa (M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Vol. XI).

Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa Alquran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata nafs. Ini berarti tidak meleset jika kata itu dalam konteks jihad dipahami dalam arti totalitas manusia, sehingga kata nafs mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, walhasil totalitas manusia, bahkan juga waktu dan tempat.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved