Salam
Sehabis ‘Sail’, PR Sabang Masih Panjang
Saat membuka resmi Sail Sabang 2 Desember lalu di Kota Sabang, Wakil Presiden (Wapres Jusuf Kalla (JK) berbagi
Saat membuka resmi Sail Sabang 2 Desember lalu di Kota Sabang, Wakil Presiden (Wapres Jusuf Kalla (JK) berbagi sejumlah tip untuk memajukan Sabang. Salah satu jurus mendasar yang disampaikan JK adalah cara pandang Pemko Sabang harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, khususnya dalam dunia maritim.
Selain itu, sebagaimana diwartakan Harian Serambi Indonesia kemarin, JK menyarankan Sabang harus mengembangkan wisata baharinya, memiliki sesuatu yang bisa “dijual”, selain pantai. Pariwisata Sabang harus menyasar Tiongkok, Jepang, dan India. Pengelolaan Sabang harus pula dengan manajemen yang baik agar sesuai dengan banyaknya anggaran yang diberikan.
Di sisi lain, Wapres Jusuf Kalla juga memuji infrastrukstur Sabang lebih baik dibandingkan wilayah lain. Jadi, kemungkinannya untuk berkembang lebih potensial. Meski singkat, tapi arahan Wapres RI itu sangatlah bernas dan kontekstual. Ya, benar, semua yang disampaikan Wapres tersebut itulah ikhtisar dari ikhtiar panjang kita di Aceh untuk membuat Sabang lebih maju, lebih diminati para wisatawan. Sebagai sebuah arahan, apa yang disampaikan Wapres sudah sangat gamblang. Nah, tinggal lagi siapa yang akan melakukan apa di Sabang dan demi pengembangan sektor pariwisatanya.
Soalnya, Sabang yang berstatus pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas (freeport and free trade zone) diurus oleh dua lembaga sekaligus, yakni Pemerintah Kota (Kota) Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Dulu pernah ada suatu masa di mana antara wali kota dengan Kepala BPKS tidak sinkron alias tidak kompak. Yang satu ke timur, yang satu lagi ke barat. Akibat persaingan yang tidak sehat itu, pembangunan Sabang seperti jalan di tempat. Nah sekarang, hal seperti itu tidak boleh lagi terjadi. Antara Pemko Sabang dan BPKS harus seia sekata, bahu-membahu, dan sama-sama satu tujuan.
Seperti diingatkan JK, Pemko Sabang harus menyesuaikan cara pandangnya dengan perkembangan teknologi, khususnya dalam dunia maritim. Jadi, jangan mengkhayal lagi bahwa Sabang akan kembali disinggahi banyak kapal internasional untuk mengisi air bersih, misalnya. Soalnya sekarang semua kapal tidak perlu lagi singgah isi air, karena mereka sudah punya alat penyuling air laut menjadi air tawar. Juga jangan berharap lagi Sabang akan menjadi daerah karantina haji seperti pada abad 19 dan 20 lalu, karena perjalanan haji saat ini hampir semuanya dilakukan dengan pesawat terbang.
Jadi, kalau ingin mengembangkan Sabang setelah pesta “Sail Sabang” ini usai, maka Sabang harus lebih serius lagi menggarap sektor wisatanya. Jangan hanya Pemko Sabang yang anggarannya sangat terbatas bergiat memajukan Sabang, tapi yang terutama bergerak adalah BPKS yang anggarannya lumayan besar. BPKS pun jangan terlalu banyak berpikir dan bereksprimen menjadikan Sabang sebagi hub port menggantikan Batam. Tapi fokuslah ke industri pariwisata dan perikanan saja, karena bidang usaha inilah yang paling cocok untuk dikembangkan di Sabang.
Selain kampanye wisatanya yang harus lebih digencarkan ke berbagai penjuru dunia, terutama ke India, Tiongkok, dan Jepang seperti disarankan Wapres, Sabang pun harus memiliki calender event yang benar-benar menjual. Sail Sabang, sebelumnya Sabang International Regatta, sedapatnya harus menjadi kalender tahunan yang rutin dilaksanakan di Pulau Weh. Perhitungkan juga faktor cuaca. Jangan bikin acara besar di Sabang justru pada musim badai dan penghujan, seperti pelaksanaan Sail Sabang tahun ini, sehingga beberapa acara tak terlaksana optimal.
Pemko Sabang dan BPKS harus lebih kreatif menambah objek wisatanya dan harus memiliki sesuatu yang bisa “dijual”. Malah, sektor perikanan saja belum digarap maksimal. Misalnya, Sabang belum serius menjual paket memancing kepada para wisatawan terutama dari Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sabang juga belum menyiapkan padang golf yang representatif yang diminati pegolf internasional. Gagasan menjadikan Bandara Sabang sebagai bandara internasional perlu terus diupayakan di tengah keterbatasan lahan. Jadikan Sabang atau Banda Aceh sebagai pelabuhan udara maupun maritim untuk ekspor perikanan.
Tak salahnya juga dicoba membawa sejumlah kuda pacu ke Sabang untuk ditunggangi para pengunjung di bibir pantai. Bahkan hadirkan juga sado (bendi) di Sabang dan pengunjung bisa naik sado keliling pulau, seperti di Gilitrawangan NTB.
Sail Sabang, terlepas dari plus minusnya, adalah sebuah kerja yang patut diapresiasi. Tapi harus tetap diingat, PR besar masih menunggu setelah perhelatan Sail Sabang ini berakhir 5 Desember mendatang. Sabang memiliki alam yang indah dan kekayaan bahari. Ayo kita “keroyokan” menjadikan Sabang sebagai gerbang destinasi wisata bahari dunia untuk menggerakkan perekonomiannya, bahkan perekonomian Aceh.