Tidak Terkena Najis, Ternyata Begini Cara Produksi Garam di Jangka Bireuen
Sebagian usaha garam di kawasan Jangka sudah menggunakan sumur bor untuk menyedot air langsung ke tungku memasak.
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Safriadi Syahbuddin
Laporan Muhammad Nasir I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Sejumlah produksi garam tradisional yang ada di Tanoh Anoe, Kecamatan Jangka, Bireuen, saat ini dipastikan sudah terbebas dari najis.
Sebab, sistem produksinya sudah lebih modern. Hal itu disampaikan Qurrata Aini, pengusaha garam di Jangka Bireuen dalam Talkshow Cakrawala Serambi 90,2 FM, Senin (18/12/2017).
Talkshow itu membedah Salam Serambi Indonesia dengan tema ‘Usaha Garam Jangan Sampai Karam’, yang juga menghadirkan Redaktur Pelaksana Serambi Indonesia, Yarmen Dinamika sebagai narasumber internal.
Aini menjelaskan, bahwa saat ini sebagian usaha garam di kawasan Jangka sudah menggunakan sumur bor untuk menyedot air langsung ke tungku memasak.
Sehingga tidak lagi harus menggunakan lahan untuk penguapan dalam menghasilkan garam.
(Baca: Mayoritas Garam Aceh Bernajis?)
(Baca: Pernyataan LPPOM MPU Aceh Dapat Miskinkan Petani Garam)
(Baca: 2 Kabupaten di Aceh Pilot Project Garam Geomembran)
Alasan mereka menggunakan sumur bor, karena air sumur bor di kawasan itu memiliki kadar sama dengan air laut itu, yaitu 5 BE (kadar asin).
Sehingga dari mesin pompa langsung dialirkan ke dapur produksi untuk dimasak.
“Karena produksi kami rata-rata menggunakan sumur bor sebagai sumber airnya, maka saya rasa semua produksi garam di Jangka semuanya halal,” ujarnya.
Selama ini, mereka menggunakan bibit garam sebagai pemancing, untuk menghasilkan garam.
Menurut Aini, bibit garam itu harus didatangkan dari luar Aceh seperti Madura dan Tuban.
Untuk diketahui, Qurrata Aini dengan produksi garam yang bermerk Milhy, sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MPU Aceh.