Salam
Asingkan Saja Napi Narkoba di Pulau
Harian Serambi Indonesia kemarin mewartakan bahwa saat terjadi rusuh massal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Banda Aceh

Harian Serambi Indonesia kemarin mewartakan bahwa saat terjadi rusuh massal di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Banda Aceh, Kamis (4/1) lalu, ternyata Faisal bin Sulaiman sempat raib alias tak berada di dalam LP, meski saat itu pihak LP menyatakan semua warga binaan lengkap.
Informasi tentang “raibnya” Faisal, bos sabu asal Bireuen itu disampaikan Kepala Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Aceh, Brigjen Pol Drs Faisal Abdul Naser MH dalam konferensi pers di Kantor BNNP Aceh di Banda Aceh, Sabtu (6/1).
Menurutnya, di dalam LP banyak napi yang kasusnya berkaitan dengan narkoba. Salah satunya ada yang melakukan pencucian uang (money laundry) hasil narkoba, yaitu Faisal bin Sulaiman. “Dia titipan dari LP Cipinang ke LP Banda Aceh, namun pada saat kerusuhan yang bersangkutan tidak di tempat,” ungkap Brigjen Faisal Abdul Naser.
Karena tahu Faisal tak berada di dalam LP, Brigjen Faisal akhirnya memerintahkan anggotanya untuk mencari bos sabu itu seusai kerusuhan tersebut. Tapi pencarian Faisal tak membuahkan hasil, sehingga anggota BNNP mengawal pintu masuk/pintu ke luar LP Banda Aceh sejak kerusuhan terjadi. Namun, betapa terkejutnya awak BNNP, saat asyik mengawal di pintu masuk ternyata Faisal sudah berada di dalam LP Banda Aceh. Pihak BNNP Aceh tak pernah tahu kapan dan lewat mana Faisal masuk ke dalam LP.
“Anggota saya 1x24 jam njaga di sana, tapi mereka tak melihat dia masuk, makanya perlu kita pertanyakan dari mana dia masuk, kok tiba-tiba sudah di dalam?” ujar Brigjen Faisal.
Nah, penjelasan Kepala BNNP Aceh itu menyiratkan seolah ada pintu rahasia di LP tersebut yang letaknya tidak berada di bagian depan bangunan. Atau kemungkinan kedua, Faisal diselundupkan ke dalam LP dengan cara menyamar atau menyaru, sehingga petugas BNNP yang berjaga di pintu masuk kecolongan.
Tapi terlepas dari kemungkinan salah satu dari dua skenario itu benar terjadi, sosok Faisal memang sering jadi sorotan sejak ia dititip di LP Banda Aceh. Beberapa kali ia ketahuan berada di luar, bahkan diisukan menyewa rumah di dekat LP.
Sel tempat ia ditahan pun tergolong mewah. Punya TV, handphone, kipas angin, kasur, dan banyak bantal.
Selain itu, saat diperiksa polisi di banyak sel ditemukan ganja kering, sabu-sabu, bahkan ada kamar yang napi di dalamnya leluasa menanam pohon ganja. Luar biasa!
Semua ini membuat kita pantas berpikir ulang apakah masih efektif menghukum para narkobais itu di LP? Soalnya, Kepala BNN Budi Waseso baru-baru ini menyatakan bahwa 73% bisnis narkoba di Indonesia justru dikendalikan dari penjara.
Khusus untuk Aceh, jumlah pengguna dan pengedar narkoba juga terus bertambah. Sejak 2014 hingga 2017 saja tak kurang 5.405 orang Aceh dipidana karena terlibat narkoba. Selain itu, 62% dari sekitar 5.000 napi di Aceh adalah napi narkoba. Beberapa di antaranya napi tersebut adalah residivis. Bahkan dalam status napi pun mereka masih berbisnis narkoba. Keberadaan LP khusus narkoba di Langsa pun ternyata tak mengurangi pegiat narkoba di Aceh. Bahkan LP tersebut tak mampu menampung napi narkoba yang terus bertambah dan bertambah.
Oleh karenanya, sudah pantas dipikirkan oleh Kakanwil Kemenkumham Aceh bersama Pemerintah Aceh untuk mengasingkan saja seluruh napi narkoba ke sebuah pulau tak berpenduduk. Entah itu di Pulau Rondo atau pulau lain di Aceh Besar atau di Aceh Jaya, seperti halnya Nusakambangan. Mungkin terapi ini bisa menimbulkan efek jera, setelah banyak sekali cara dilakukan selama ini tapi tak juga mengurangi jumlah pengguna dan pengedar narkoba di Aceh.
Aceh sudah sejak tiga tahun lalu dinyatakan Darurat Narkoba. Maka, cara mengatasinya haruslah dengan cara-cara yang tak biasa.