Tak Satu pun SKPA Hadiri Pembahasan RAPBA
Di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Rabu kemarin berlangsung pembahasan lanjutan
* Bola Panas Bisa Serang Gubernur
BANDA ACEH - Di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Rabu kemarin berlangsung pembahasan lanjutan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) sebagai cikal bakal Rancangan Anggaran Pendapat dan Belanja Aceh (RAPBA) 2018. Namun, pembahasan itu berlangsung sepihak, hanya dihadiri kalangan legislatif. Tidak satu pun kepala Satuan Kerja Perangka Aceh (SKPA) yang hadir ke ruang Komisi DPRA, tempata acara berlangsung.
Ketidakhadiran Gubernur, Sekda Aceh, anggota Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), maupun kepala-kepala SKPA dalam pembahasan itu, membuat Ketua DPRA, Tgk Muharuddin meradang. “Gubernur dan Sekda Aceh kembali mempermainkan dan melecehkan lembaga DPRA untuk yang kedua kali,” ujar Muharuddin pada konferensi pers kemarin.
Konferensi pers itu juga dihadiri Wakil Ketua I DPRA, Sulaiman Abda, Wakil Ketua II, Teuku Irwan Djohan, ketua-ketua fraksi dan ketua-ketua komisi DPRA.
“Konferensi pers ini kami gelar supaya rakyat Aceh mengetahui secara terbuka, siapa yang tidak mau bahas RAPBA 2018, legislatif atau eksekutif ?” ujar Tgk Muharuddin.
Menurutnya, pada hari Selasa (30/1) mereka telah sepakat dengan jadwal yang disusun Badan Anggaran (Banggar) DPRA tentang tahapan proses percepatan pembahasan dokumen KUA dan PPAS RAPBA 2018 senilai Rp 14,7 triliun. Tapi pada hari pertama kemarin, utusan eksekutif tidak seorang pun yang datang ke DPRA.
Hal itu, ujar Muharuddin, sudah dua kali dilakukan pihak eksekutif. Pihaknya pun sudah melaporkan ke Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri.
Menurut Muharuddin, pihaknya tetap menunggu kehadiran TAPA dan SKPA untuk memenuhi jadwal yang telah disusun bersama. Kalau memang Gubernur dan TAPA tidak setuju dengan jadwal baru yang disusun bersama pada Selasa (31/1) kemarin, menurut Muhar, katakan saja tidak setuju.
Dalam pembahasan KUA dan PPAS 2018 itu, kata Muhar, semua anggota DPRA sudah tidak berpikir lagi untuk memasukkan usulan aspirasinya, tapi ikhlas membahas usulan program dan kegiatan yang disampaikan TAPA dalam KUA dan PPAS pada tanggal 31 Juli 2017 lalu kepada Banggar DPRA. Tapi anehnya, kenapa ketika Banggar Dewan minta waktu tiga hari untuk melihat isi usulan program dan kegiatan, TAPA malah takut dan tak datang untuk membahasnya bersama.
Ketua DPRA Muharuddin dan para wakilnya menyatakan, mereka tidak takut kalau Gubernur Irwandi Yusuf bersama TAPA ingin mempergubkan RAPBA 2018. “Silakan saja RAPBA 2018 itu dipergubkan. DPRA siap akan menjalankan fungsi pengawasan RAPBA yang akan dipergubkan itu. Jadi, silakan saja kalau mau menjalankan mesin pergubnya,” ulang Muharuddin.
Bola panas
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin MH menyatakan, dampak dari keterlambatan pengesahan RAPBA 2018 “bola panas”nya bisa berbalik menyerang Gubernur Irwandi Yusuf. Idealnya RAPBA sudah disahkan pada Desember 2017, mengingat gubernur sudah dilantik sejak 5 Juni 2017.
“Proses tersebut memakan waktu mulai enam bulan. Gubernur bisa dianggap tidak komitmen, tidak serius, atau main-main,” nilai Taqwaddin saat menjadi narasumber tamu dalam Program Cakrawala di Radio Serambi FM bertajuk ‘RAPBA di Simpang Jalan’, Rabu (31/1) pagi.
Talkshow interaktif di radio itu dipandu host Serambi FM, Tya Andalusia dan menghadirkan narasumber internal, Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali.
Menurut Taqwaddin, tolak tarik berkaitan dengan usulan anggaran, baik dari eksekutif maupun legislatif (program aspirasi), menjadi faktor utama keterlambatan pengesahan RAPBA tahun ini.
Di Aceh, ulas Taqwaddin, hal itu sudah bertahun-tahun terulang dan selalu menimbulkan kekecewaan masyarakat. Hal itu terjadi pascatsunami, dengan munculnya partai lokal kemudian dana aspirasi. “Padahal idealnya dana aspirasi itu dimasukkan dalam nusrenbang, bukannya pada bulan Desember atau menjelang akhir tahun,” ujarnya.