Presidium Balai Syura Dukung Upaya Pemerintah Lindungi Perempuan Secara Kolektif dan Sistematis
Ironisnya, menurut Suraiya, usulan tersebut semakin tidak relevan, mengingat banyak kasus kekerasan perempuan,
Penulis: Nani HS | Editor: Yusmadi
Laporan Nani HS | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM BANDA ACEH – Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman menyambut positif upaya pemerintah memberikan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan.
Namun mengingatkan semua pihak di Aceh untuk secara kolektif dan sistematis melakukan upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan di Aceh.
Mulai dari tindakan preventif, pelayanan, dan reintegrasi sosial.
Menurutnya upaya perlindungan perempuan dari ancamam tindak kekerasan diharapkan benar-benar dibangun berdasarkan pengalaman, harapan dan kebutuhan perempuan sehingga tepat sasaran.
“Yang terpenting tidak justru berdampak pada pembatasan ruang gerak perempuan untuk terlibat aktif dalam pembanguan perdamaian dan demokrasi di Aceh, serta untuk mendapatkan hak-hak lainnya,” kata Suraya kepada Serambinews.com.
Baca: Remaja 13 Tahun Dirudapaksa Hingga Melahirkan Bayi Perempuan, Pelaku Ayah Tiri Korban
Pendapat Suraiya adalah merespon pada usulan salah seorang tokoh adat yang mengharapkan agar pemerintah Aceh membuat aturan aturan yang membatasi aktifitas perempuan di malam hari, pada diskusi bertajuk Desiminasi dan Ekspose Bersama Penanganan Trend Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak tahun 2017, Selasa (13/3/2018) di Pendopo Gubernur Aceh.
Ironisnya, menurut Suraiya, usulan tersebut semakin tidak relevan, mengingat banyak kasus kekerasan terhadap perempuan anak justru terjadi di wilayah yang dianggap aman, seperti di rumah dan pelakuknya adalah orang yang dianggap sebagai pelindung.
Suraiya menegaskan bahwa gerakan perempuan sangat mendukung penerapan syariat Islam yang rahmatan lil ’alamin, dengan memastikan pemenuhan hak-hak perempuan korban yang adil dan bermartabat.
Untuk memastikan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan dan upaya pemenuhan hak perempuan seperti yang dijawibakan dalam UU Pemerintahan Aceh no 11, pasal 321, dapat dilakukan dengan:
1. Melakukan upaya preventif melalui beragam aktivitas, termasuk sosialsisai tentang kebijakan-kebijakan yang melindungi perempuan dan anak, bukan hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada aparat penegak hukum, pemuka agama dan pemuka adat, yang bertujuan untuk membangun pemahaman dan kesadaran semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam menciptakan kondisi yang aman bagi perempuan dan anak, serta mengurangi stigma negatif dan menyalahkankan korban.
2. Penegakan hukum bagi pelaku kekerasan hasrus maksimal dan tidak tebang pilih, sehingga bisa menghadirkan efek jerah bagi semua orang.
3. Kebijakan penempatan petugas pihak keamanan atau patrol secara regular di daerah-daerah yang diduga rawan kekerasan. Pengadaan lampu waktu malam hari atau alat penerang jalan pada lokasi yang dinilai rawan kekerasan juga menjadi penting sebagai upaya pencegahan.
4. Ketersediaan sarana dan prasarana, personil yang handal dan memiliki perspektif korban serta anggaran yang memadai juga menjadi keharusan, sehingga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebagai unit layanan dapat bekerja secara masksimal dalam memberikan layanannya.
5. Pemerintah diharapkan pula dapat menyediakan kebijakan, anggaran dan program yang memadai bagi upaya pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Aceh, termasuk mendukung lembaga-lembaga yang diinisasi masyarakat dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. (*)