BREAKING NEWS -- Polisi Tetapkan Kepala DKPP Lhokseumawe Sebagai Tersangka Korupsi
”Kita sudah layangkan surat pemanggilan sebagai tersangka. Dia akan kita periksa Jumat ini,”
Penulis: Saiful Bahri | Editor: Yusmadi
Laporan Saiful Bahri | Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Lhokseumawe, Selasa (3/4/2018) menetapkan Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian (DKPP) Lhokseumawe berinisial MR sebagai tersangka dugaan korupsi pada kasus pengadaan ternak di pemerintah setempat.
”Kita sudah layangkan surat pemanggilan sebagai tersangka. Dia akan kita periksa Jumat ini,” ujar Kapolres Lhoskeumawe AKBP Ari Lasta Irawan, melalui Kasat Reskrim AKP Budi Nasuha.
Dengan ditetapkan MR sebagai tersangka, berarti dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan ternak ini sudah ada tiga tersangka.
Dua tersangka lainnya yakni DH (47) sebagai Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan IM (43) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Untuk diketahui, Pemko Lhokseumawe melalui Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP) setempat memplot dana Rp 14.5 miliar dalam APBK tahun 2014 untuk pengadaan ternak, berupa lembu.
Baca: Pada Pileg 2019, Mantan Narapidana Kasus Korupsi Akan Dilarang Ikut Pemilu
Selanjutnya lembu tersebut dibagikan pada puluhan kelompok masyarakat di Kota Lhokseumawe.
Namun, pada akhir tahun 2015, pihak kepolisian menemukan adanya indikasi korupsi, sehingga mulai melakukan penyelidikan.
Penyelidikan dilakukan dengan memintai keterangan para penerima manfaat, pihak rekanan dan juga pihak dinas terkait.
Serta meminta BPKP melakukan audit investigasi. Sehingga ditemukan data adanya dugaan, kalau pengadaan sejumlah lembu adalah fiktif.
Baca: Ibu dan Anak Dihukum 14 Tahun Penjara karena Korupsi Pengadaan Mobil Pemko Banda Aceh
Setelah kuat dugaan kalau pengadaan lembu tersebut fiktif, maka pada pertengahan Juni 2017 lalu, penyidik pun meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali terhadap ratusan orang saksi, baik itu penerima manfaat, rekanan, pihak dinas dan saksi ahli, disamping meminta audit menyeluruh dari pihak BPKP.
Sehingga hasil audit BPKP, diketahui kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 8,168 miliar. (*)