Breaking News

Masih Menjadi Pro Kontra, Begini Asal Usul Pengeras Suara di Indonesia

“Pengeras suara dikenal luas untuk menyuarakan azan di Indonesia sejak tahun 1930-an.” tulis Pijper dalam Studien over de geschiedenis van de Islam.

Editor: Amirullah

“Kau bilang Tuhan sangat dekat, namun kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara setiap saat.”

SERAMBINEWS.COM - Potongan puisi ulama KH Ahmad Mustofa Bisri yang akrab dikenal Gus Mus itu menuai reaksi keras dari banyak pihak.

Seperti halnya kasus puisi 'Ibu Indonesia' karya Sukmawati Soekarnoputri, potongan puisi Gus Mus mendapat cela dari segelintir orang yang mengganggap potongan puisi itu merendahkan Islam.

Namun berbeda nasib dengan Sukmawati, permasalahan puisi ini terhenti begitu saja ketika si pelapor, Forum Umat Islam Bersatu yang dipimpin Rahmat Himran mengetahui puisi itu milik ulama besar Gus Mus.

Sampai disini, mari kita tanggalkan sejenak syak wasangka buruk mengapa segelintir orang di Indonesia sangat mudah mencap kafir dan menuding seseorang melecehkan agama hanya karena sebuah potongan kalimat multi interpretasi.

Baca: Proyek Madani Center Bermasalah

Dan mari kita lapangkan dada menepis kecurigaan kita pada cara berpikir segelintir orang yang dengan mudah 'memaafkan' kasus serupa saat tahu si pembuat adalah ulama besar -- meski faktanya puisi Gus Mus memang tidak patut dipermasalahkan.

Menarik untuk menggarisbawahi satu poin yang mendorong Forum Umat Islam Bersatu yang dipimpin Rahmat Himran melaporkan puisi Gus Mus karena menyebut 'Tuhan lebih dekat tapi masih sering dipanggil dengan pengeras suara.' yakni: pengeras suara.

Dilansir Serambinews.com dari Grid.ID, berikut ini akan memaparkan sejarah pengeras suara di Indonesia:

Sejarah Pengeras Suara di Indonesia

Orang-orang Indonesia acap mengenal pengeras suara sebagai TOA. Meski TOA sebenarnya adalah merek dagang perusahaan alat elektronik asal Jepang. Berdiri pada 1934, TOA masuk ke Indonesia pada 1960-an.

Lalu menjadi alat pengeras suara paling sohor di desa dan kota.

G.F. Pijper, seorang Belanda pengkaji Islam di Indonesia, sebenarnya telah menyaksikan kehadiran pengeras suara di masjid Indonesia jauh sebelum 1960-an.

“Pengeras suara dikenal luas untuk menyuarakan azan di Indonesia sejak tahun 1930-an.” tulis Pijper dalam Studien over de geschiedenis van de Islam.

Dalam tulisannya, Pijper menceritakan bahwa Masjid Agung Surakarta adalah masjid peratama yang menggunakan pengeras suara.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved