Dampak Terjungkalnya Rupiah, Perusahaan Mulai Kelimpungan, Utang Membengkak
Kondisi perekonomian dunia saat ini seperti pepatah gajah bertarung melawan gajah, pelanduk mati di tengah
SERAMBINEWS.COM - Gejolak rupiah dengan tren melemah ternyata bukan sebentar lalu menguat kembali.
Rupiah masih melemah dan penantian menguat segera, sepertinya masih sulit untuk menjauh dari kisaran Rp 14.000.
Karena sentimen eksternal terus mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Perang dagang antara Amerika Serikat melawan China dan akan menyeret Uni Eropa, menjadi petaka seluruh pelosok negeri, tak terkecuali Indonesia.
Meskipun AS belum resmi menabuh genderang perang dagang dengan Indonesia, sepak terjang Presiden AS Donald Trump sudah bikin susah pengusaha.
Baca: Kurs Rupiah Terjungkal Ke Rp 14.520 Per Dollar As, Posisi Terlemah Sejak Oktober 2015
Kondisi perekonomian dunia saat ini seperti pepatah gajah bertarung melawan gajah, pelanduk mati di tengah.
Bagaimana tidak, akibat ulah Trump, dollar AS menguat tak terkira, dan sebaliknya rupiah terjungkal merana. Rupiah saat ini terus terpuruk di dasar Rp 14.000 sejak pertengahan Juni 2018.
Menguatnya dollar AS jelas merepotkan pengusaha yang punya kewajiban dollar AS.
Maklum saat ini sebagian besar perusahaan Indonesia mengandalkan impor bahan baku dari luar yang musti dibayar pakai dolar. Tak hanya itu pendanaan untuk investasi maupun modal kerja sebagian juga berasal dari lembaga keuangan asing.
Tak ayal pengusaha musti menyiapkan dollar saban bulan untuk menutupi kewajiban. Nah sayangnya, sebagian besar penghasilan mereka, didapat dengan mata uang rupiah.
Dalam catatan Statistik Utang Publik di Bank Indonesia, tercatat total utang valuta asing atawa Valas perusahaan Badan Usaha milik Negara (BUMN) non lembaga keuangan per akhir Maret 2018 mencapai US$ 27.717 juta atau setara dengan Rp 369,26 triliun dengan perhitungan kurs saat itu Rp 13.756/dollar AS.
Baca: Cuma Sindiran Donald Trump, Nilai Tukar Rupiah Ikut Melemah
Sementara posisi utang valas lembaga keuangan publik secara bruto mencapai pada periode yang sama mencapai US$ 43.577 juta, setara Rp 554,79 triliun (kurs Rp 13.756).
Ya, utang valas korporasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang melonjak tajam. Salah satunya dari BUMN yang mendapatkan tugas pemerintah untuk membangun proyek infrastruktur.
Misalnya PT PLN yang mendapat beban merealisasikan janji proyek setrum 35.000 megawatt. PLN Dalam paparan manajemen PLN, per September 2017 lalu total utang valas PLN mencapai US$ 22,092 miliar atau 64% dari total utang mereka. Sedangkan rupiahnya mencapai Rp 298,06 triliun.
“Suka tidak suka, ini jadi beban buat kami karena sebagian pembayaran kami memakai dollar AS,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN. Ia pun berharap gejolak nilai tukar ini tidak berlangsung lama.