Citizen Reporter

Guru dan Murid Tak Boleh Tukaran Nomor Hp

SAAT ini saya berada di Jepang, tempat yang kita kenal dengan segudang teknologi dan budaya yang sangat kental

Editor: hasyim
zoom-inlihat foto Guru dan Murid Tak Boleh Tukaran Nomor Hp
NIVA ADILLAH, Siswi SMA Negeri 1 Jeumpa Puteh, Banda Aceh, sedang mengikuti pertukaran pelajar Bina Antarbudaya/Kakehashi Project, melaporkan dari Nagoya, Jepang

NIVA ADILLAH, Siswi SMA Negeri 1 Jeumpa Puteh, Banda Aceh, sedang mengikuti pertukaran pelajar Bina Antarbudaya/Kakehashi Project, melaporkan dari Nagoya, Jepang

I have ever dreamed about being a student in abroad. Feeling the snow, people life in abroad, another language, another culture that surely far from my comfort zone that I called “home”.

SAAT ini saya berada di Jepang, tempat yang kita kenal dengan segudang teknologi dan budaya yang sangat kental. Memang benar, budaya disiplin, sopan, dan menghargai orang lain adalah kebiasaan yang sangat dijunjung tinggi di sini.

Awalnya saya mengira orang Jepang itu orang yang tidak peduli terhadap orang lain. Namun, lambat laun saya mengerti bagaimana kehidupan dan kebiasaan orang Jepang, mulai dari cara menyapa orang lain, bergaul, hingga ke soal lain, misalnya, teknik bela diri.

Ini terjadi pada hari pertama saya sekolah. Sebelum memulai pembicaraan dengan siswa di sini saya berasumsi bahwa sapaan saya kemungkinan akan diabaikan begitu saja. Tapi, setelah saya menyapa mereka, saya terkejut dengan balasan yang sangat ramah, bahkan keesokan hari dan seterusnya mereka terus menyapa saya dengan ramah dan hangat.

Pada hari pertama sekolah itu juga saya melihat berbagai macam club activities di sekolah. Saya kagum dengan kebiasaan siswa Jepang yang banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan ekstra di sekolah. Kurang lebih 35 klub tersedia di Asahigaoka High School , tempat saya kini bersekolah. Di antara klub itu termasuk klub yang bergiat di bidang kebudayaan tradisional Jepang, yaitu kyudo dan kendo.

Kyudo adalah seni panahan Jepang yang merupakan bentuk seni bela diri tertua di Jepang. Kyudo berpusat pada semangat, kemurnian, dan konsentrasi. Sedangkan kendo salah satu seni bela diri berpedang yang juga merupakan seni bela diri tertua di Jepang. Kendo sendiri berpusat pada pengembangan jiwa, cara hormat terhadap satu sama lain plus pandangan dan pendirian yang positif.

Benar, sopan adalah hal utama yang diajarkan pada kedua klub ini. Saat akan masuk ke dalam ruangan, hal yang wajib kita lakukan adalah menginjakkan kaki kiri lalu kanan dan membungkukkan badan. Setiap siswa melakukan latihan dengan serius dan harus antre untuk mendapatkan giliran main. Pada saat itu juga saya menikmati kebudayaan Jepang dengan suguhan ocha (teh Jepang) dan beberapa macam kue khas Jepang.

Selama satu bulan berada di Jepang saya sudah merasakan dua musim, yaitu panas dan gugur yang sedang berlangsung saat ini. Banyak hal unik yang saya dapatkan pada saat pergantian musim. Salah satunya ialah bunkasai. Bunkasai ialah festival wajib bagi setiap sekolah di Jepang yang dilaksanakan saat musim gugur akan datang. Setiap sekolah pada umumnya melaksanakan bunkasai dua hari dan terbuka untuk umum. Akan tetapi, berbeda dengan Asahigaoka High School, sekolah yang saya tempati sekarang, memiliki durasi bunkasai terpanjang di Jepang.

Asahigaoka High School yang merupakan sekolah nomor 1 di Jepang, memiliki kurang lebih sebelas mata pelajaran yang harus ditekuni siswa. Satu mata pelajaran waktunya 40 menit dan pada pergantian jam pelajaran memiliki jeda 10 menit serta 40 menit waktu untuk makan siang. Pada saat makan siang, di setiap kelas akan dinyalakan radio yang dipresenteri oleh murid Asahigaoka sekaligus diputar lagu yang bertujuan untuk relaksasi setelah panjangnya proses belajar-mengajar.

Sekolah ini tidak memiliki pelajaran ganda pada tiap harinya. Oleh karena itu, di kelas tidak disediakan kursi khusus untuk guru, sehingga setiap guru dipastikan akan berdiri pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Guru di sekolah ini sangat disiplin dan selalu tiba tepat waktu. Hal unik yang saya dapatkan di sekolah ini juga ialah pada saat pembelajaran antara guru dan murid jarang bahkan hampir tidak ada interaksi/tanya jawab sama sekali. Hanya gurulah yang menerangkan dan menjelaskan tentang topik pelajaran tersebut. Berbeda dengan sistem pengajaran di Indonesia yang mengharuskan siswa untuk lebih aktif pada saat proses belajar- mengajar, termasuk aktif bertanya.

Hal unik lainnya yang saya rasakan di Asahigaoka ini adalah tidak diperbolehkan saling tukar nomor handphone, alamat e-mail, atau akun sosial media antara siswa dan guru. Jika ketahuan ada melakukan ini maka gurulah yang akan diberikan hukuman oleh kepala sekolah. Saya tak tahu persis apa maksud larangan ini, tapi sangat mungkin untuk tujuan kebajikan. Misalnya, jangan sampai terjadi hubungan khusus atau konspirasi antara guru dan siswa yang justru tidak sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

Sekolah ini juga berbeda dari sekolah Jepang lainnya dikarenakan tidak memiliki seragam dan tidak ada aturan khusus mengenai hal itu.

Pada umumnya, siswa-siswi Jepang pergi ke sekolah dengan sepeda, bus, kereta api, subway, ataupun berjalan kaki. Saya sendiri pergi ke sekolah menggunakan bus dan harus berjalan sekitar 20 menit dari stasiun ke sekolah. Kemudian, rata-rata sekolah Jepang tidak memiliki petugas kebersihan sekolah. Jadi, siswalah yang diharuskan untuk membersihkan ruang, teras, dan halaman sekolah. Tempat pemilahan sampah di setiap kelas ada tiga. Jadi, ini lebih memudahkan untuk mendaur ulangnya kembali.

Selama sebulan di Jepang saya merasakan perbedaan yang besar. Terutama pada disiplin waktunya orang Jepang. Saya sendiri dulunya merupakan orang yang tidak terlalu memikirkan waktu, apalagi jadwal yang sudah disusun dari jauh hari. Namun, lambat laun saya sadar akan pentingnya menghargai waktu seperti kata pepatah “waktu adalah pedang”.

Saya berharap dapat belajar lebih banyak tentang kehidupan dan kebudayaan Jepang selama beberapa bulan lagi di sini dan dapat mengaplikasikannya kelak dalam kehidupan sehari-hari ketika kembali ke Aceh.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved