Mirip Sejarah GAM di Aceh, Natalius Pigai Ungkap Awal Mula Berdirinya OPM di Papua

KKB ini berdiri ketika dimulainya integrasi politik ke dalam Republik Indonesia dengan cara penentuan pendapat rakyat (Pepera) tahun 1969.

Editor: Taufik Hidayat
Foto: Istimewa/Antara
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua 

SERAMBINEWS.COM - Mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai memberikan penjelasan soal awal mula gerakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menembak 31 orang di Papua.

Hal itu diungkapkan Natalius Pigai saat menjadi narasumber di acara si sebuah stasiun televisi swasta pada Sabtu (8/12/2018).

Selain Natalius Pigai, hadir pula Ali Ngabalin selaku Tenaga Ahli Staf Kepresidenan.

Natalius Pigai menjelaskan awal mula KKB ini berdiri, adalah ketika dimulainya integrasi politik ke dalam Republik Indonesia dengan cara penentuan pendapat rakyat (Pepera) tahun 1969.

“Dalam proses penentuan pendapat rakyat itu, banyak yang  tidak menerima. Hanya sebagian tokoh yang menerima, yaitu tokoh-tokoh terdidik pada saat itu sudah dipegang oleh Pemerintah Indonesia," kata Pigai.

"Mereka yang menolak proses itu kemudian menjadi bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena mereka ingin membentuk sebuah negara-bangsa sendiri di Papua," sambungnya.

Sejarah lahirnya OPM ini, mirip dengan sejarah kelahiran Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 4 Desember 1976,  yang juga dibentuk karena ingin mendirikan negara sendiri yang berlandaskan syariat Islam.

Baca: 10 BERITA POPULER 2018 - Pembunuhan Satu Keluarga, Aksi Untung Sangaji hingga Pelarangan Tahun Baru

Baca: Bendera Bintang Bulan Sempat Berkibar Beberapa Menit di Lokasi Milad GAM di Meure

"Karena indikator  negara-bangsa itu ditunjukkan dengan adanya bendera, lagu kebangsaan, lambang, wilayah, danb penduduk, maka pihak yang menolak berintergrasi ini berjuang dengan senjata, yang disebut Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat, yang sekarang disebut KKB," kata Natalius Pigai.

Ia menambahkan, hingga kini kelompok tersebut masih eksis, malah dan menjadi semakin kuat.

"Sejak dibentuk tahun 1961 sampai sekarang, mereka masih eksis dan tidak pernah pecah. Suaranya tunggal, berarti organisasi itu sudah kuat sebagai salah satu organisasi yang memperjuangkan negara-bangsa seperti di tempat-tempat yang lain," tambahnya.

Terkait pernyataan Pigai, Ngabalin yang juga menjadi narasumber dalam talkshow itu mengatakan, bahwa sesuai data dari kepolisian, kelompok itu kecil dan hanya berjumlah 25 orang.

"Pernyataan Kapolri menyebutkan, kelompok bersenjata itu kecil, hanya 25 orang, " ujarnya.

Baca: Pimpinan KKB Egianus Kogeya Nyatakan Siap Perang, Namun TNI Tak Boleh Pakai Helikopter dan Bom

Baca: Demi Tumpas KKB di Papua, Wakil Presiden Minta TNI Lakukan Operasi Militer Skala Besar

Peryataan Ngabalin itu pun langsung disanggah oleh Natalius Pigai. Menurut Pigai kelompok itu telah diakui secara internasional dan memang bersiap untuk berperang.

"Tak mungkin hanya 25 orang, OPM itu sudah diakui internasional. Jadi tidak usah menyederhanakan. Mereka sudah biasa berhadapan dengan operasi militer," kata Natalius.

Ngabalin pun menjwab, bahwa peperangan antara TNI dan OPM memang sudah diatur dalam hukum internasional, namun ada regulasi untuk undang-undang di Indonesia.

"Ada tugas pokok dalam perang yang diatur regulasi, jadi kalau bisa Natalius Pigai juga menggunakan referensi UU itu dalam hal ini," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, 31 orang pekerja bangunan di Kali Yigi-Kali Aurak, Nduga, Papua dinyatakan meninggal dunia setelah ditembak oleh KKB. Saat ini, militer Indonesia terus memburu kelompok separatis pimpinan Egianus Kogoya itu.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved