Banggar DPRK Pidie Temukan Pendapatan Bodong di Dinas Kelautan dan Perikanan, Segini Jumlahnya
DKP memasukkan pendapatan itu secara keseluruhan padahal kebanyakan item pendapatan yang dimasukkan ternyata tidak difungusikan lagi.
Penulis: Idris Ismail | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Idris Ismail I Pidie
SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie menemukan pendapatan bodong pada salah satu Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK).
"Dalam tiga hari pembahasan pada item pendapatan, Banggar DPRK menemukan adanya SKPK yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan pendapatan yang masih bodong,"sebut Usman M Yusuf selaku wakil ketua DPRK Pidie, kepada Serambinews.com, Selasa (18/12/2018).
Dari data pendapatan, SKPK DKP memasukkan pendapatan sebesar Rp 208. 300.000. Namun, setelah dilakukan pengecekan realisasi 2018 ternyata terungkap hanya Rp 14,9 juta.
Baca: Jaksa Tuntut 4,6 Tahun untuk Dua Terdakwa Pembunuh Bunta, Gajah Jinak di Serbajadi, Aceh Timur
Baca: MPU Abdya Keluarkan Surat Imbauan, Larang Bakar Mercon dan Kembang Api di Malam Pergantian Tahun
Sehingga masih ditemukan pemasukan bodong atau tunggakan Rp 193,4 juta.
DKP memasukkan pendapatan itu secara keseluruhan padahal kebanyakan item pendapatan yang dimasukkan ternyata tidak difungusikan lagi.
Seperti halnya pabrik es yang tak beroperasi lagi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) serta Cold Storage atau ruang pendingin ikan yang berada di kompleks Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kuala Pasie Peukan Baro.
Baca: Dua Insiden di Tepi Barat, Pemukim Yahudi Rusak Masjid dan Militer Israel Tangkap 24 Orang Palestina
Baca: Dua Warga Abdya Hilang Misterius Secara Beruntun di Hutan, Ini Sejumlah Dugaan yang Muncul
Maka dengan kondisi demikian, pihak Banggar memberi peringatan apa yang dicantumkan dalam pemasukan pendapatan secara keseluruhan Rp 282.214.740.586 dapat diperbaiki secara utuh.
Hal ini dimaksudkan agar tidak berdampak pada pendapatan asal-asalan.
"Aset yang telah ada namun dikarenakan pemeliharaan dan kepedulian yang minim menyebabkan aset yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sia-sia," ujarnya. (*)