Opini

Fatwa Haram Game PUBG

Mantan Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh, Prof Farid Wajdi pernah melontarkan kekhawaatirannya terkait fenomena

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Fatwa Haram Game PUBG
IST
Ridwan, S.ST, M.T, Cados PTE UIN Ar Raniry, Sekjen Relawan TIK Pidie Jaya

Oleh Ridwan, S.ST, M.T, Cados PTE UIN Ar Raniry, Sekjen Relawan TIK Pidie Jaya

Mantan Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh, Prof Farid Wajdi pernah melontarkan kekhawaatirannya terkait fenomena anak muda Aceh yang doyan nongkrong di warung kopi atau kafe-kafe yang kini tumbuh di hampir setiap sudut ibukota provinsi Aceh. Prof Farid mengatakan fenomena ini adalah musibah yang lebih besar dari bom atom. (Serambi Indonesia, 22 maret 2016).

Bukan tanpa suatu kajian ketika Prof Farid melontarkan pernyataan tersebut di hadapan para wisudawan lulusan UIN Ar Raniry Banda Aceh. Fenomena nongkrong di warung kopi memang sudah menjadi satu bentuk kearifan lokal bagi masyarakat Aceh. Di setiap gampong (desa) di Aceh terdapat warung kopi yang setiap harinya diisi oleh masyarakat kalangan orang tua, remaja, bahkan anak-anak.

Warung kopi sudah menjadi tempat diskusi, mencari inspirasi bahkan menjadi tempat keluarnya sebuah ide-ide. Seiring perkembangannya, hampir di setiap warung kopi di Aceh menyediakan fasilitas internetan secara gratis. Pengunjung warung kopi dapat mengakses internet secara gratis dengan media akses seperti smartphone dan laptop yang dibawa sendiri oleh pengunjung. Bisa dikatakan, warung kopi di Aceh bukan lagi menjadi tempat untuk diskusi, namun hampir sebagian besar digunakan untuk mengakses internet.

Salah satu aktivitas pengunjung ketika berada di warung kopi khususnya anak-anak remaja adalah bermain game online. Game online diartikan sebagai program permainan yang tersambung melalui jaringan yang dapat dimainkan kapan saja, dimana saja. Dapat dimainkan bersamaan secara kelompok di seluruh dunia dan permainan ini menampilkan gambar-gambar menarik seperti yang diinginkan, yang didukung oleh komputer.

Game online populer yang sering dimainkan baik menggunakan smartphone atau komputer sebut saja ada Game League of Legends, Dota 2, CS:GO, PUBG dan Fortnite (techno tempo, 2018). Game populer ini semuanya memberikan pengalaman bermain bentuk peperangan (battle). Karena hal inilah, banyak kalangan remaja bahkan anak-anak yang menyukai jenis game ini.

Game PUBG
Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG) adalah sebuah permainan dengan genre battle royale, yang para pemainnya bisa bermain dengan 100 orang sekaligus secara daring. Di dalam permainan ini pemain bisa bermain solo, tim 2 orang, dan tim 4 orang, serta bisa mengundang teman untuk bergabung ke dalam permainan sebagai tim. Di Playstore, permainan PUBG telah dimainkan sebanyak lebih dari 50 juta pengguna Android di seluruh dunia (Wikipedia).

Game online memiliki efek kecanduan yang akan berdampak buruk bagi kesehatan baik fisik, psikologis, dan gangguan otak pada anak. Dikutip dari laman dosenpsikologi.com, terdapat beberapa efek nyata bagi pemain game online, khususnya bagi anak-anak. Depresi, gelisah, manajemen waktu yang buruk, hiperaktif, sulit fokus, fobia sosial, kecanduan, pemalas, tertutup, bosan, pornografi, halusinasi dan mencuri. Bahkan, suatu kecanduan bermain game online bisa menjadi tanda-tanda gangguan kejiwaan.

Peristiwa penembakan jamaah shalat jumat di Christchurch, Selandia Baru (15/3/2019) yang beberapa kalangan menyebutkan bentuk inspirasi dari permainan game PUBG. Bentuk halusinasi yang tercipta pada pemain game PUBG sangat berbahaya khususnya bagi anak-anak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan mengkaji pelarangan permainan PUBG karena dinilai menimbulkan mudarat. Wacana muncul dari masyarakat agar pemerintah memblokir game PUBG karena lebih banyak menimbulkan sisi negatifnya.

World Health Organization (WHO) juga telah memuat “kecanduan game” sebagai kondisi kesehatan mental terbaru. Artinya, menurut WHO yang tercantum dalam edisi ke-11 International Classification of Diseases, kecanduan game adalah masalah gangguan kejiwaan.

Fatwa haram
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa terkait hukum dan dampak game Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG) dan sejenisnya. Menurut fikih Islam, informasi teknologi, dan psikologi (serambi Indonesia, 20 juni 2019). Fatwa haram diambil berdasarkan kajian komprehensif dalam sidang paripurna yang melibatkan unsur MPU, psikolog, dan pemerhati dunia game online.

Ada empat hal yang menjadi landasan dari fatwa haram, yakni game PUBG mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan, berpotensi memengaruhi perubahan perilaku penggunanya menjadi negatif, berpotensi menimbulkan perilaku agresif, dan kecanduan pada level berbahaya, hingga mengandung unsur penghinaan terhadap simbol-simbol Islam.

Fatwa MPU Aceh yang mengharamkan game PUBG sebagai suatu tindakan pencegahan untuk generasi Aceh ke depan. MPU tidak ingin anak-anak Aceh yang bermain game PUBG akan melatih mereka menjadi “pembunuh”. Hal lainnya yang dikhawatirkan adalah adanya penghancuran simbol-simbol Islam dalam permainan Game PUBG. Kedua hal ini dipandang akan merusak generasi anak-anak Aceh dan juga menimbulkan kebencian terhadap Islam.

Fatwa MPU yang mengharamkan Game PUBG dan sejenisnya menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak kalangan terutama orang tua yang mendukung fatwa MPU. Namun, bagi pecandu game PUBG, fatwa ini tidak menghalangi mereka untuk tetap bermain. Bahkan ada kelompok atau komunitas pecinta game online di Kabupaten Pidie yang melaksanakan perlombaan atau tournament game PUBG pascafatwa dikeluarkan.

Blokir game PUBG
Berdasarkan pengamatan komentar-komentar pengguna media sosial atas fatwa haram MPU Aceh bermain game PUBG dan sejenisnya, hampir sebagian besar masyarakat kurang yakin terhadap fatwa haram ini akan menurunkan jumlah pemain game PUBG dan sejenisnya. Faktor kecanduan menjadi salah satu alasannya. Dalam pernyataannya, MPU Aceh juga mengharapkan kepada Pemerintah untuk membatasi dan memblokir situs-situs dan permainan yang mengandung unsur kekerasan, pornografi dan bagi pihak penyedia permainan (game station) untuk tidak menyediakan game yang mengandung unsur kekerasan.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Banda Aceh Bukan Tempat Maksiat!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved