Citizen Reporter

Disambut Badai Typhoon Sesampai di Tokyo

LIMA belas jam sebelum keberangkatan ke Tokyo, seorang rekan berkebangsaan Jepang mem-posting e-mail kepada kami

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Disambut Badai Typhoon Sesampai di Tokyo
RUSTAM EFFENDI

OLEH RUSTAM EFFENDI, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Tokyo

LIMA belas jam sebelum keberangkatan ke Tokyo, seorang rekan berkebangsaan Jepang mem-posting e-mail kepada kami, peserta Training of Trainer (TOT) Green Economy yang akan melanjutkan belajar di Negeri Sakura itu, setelah sebelumnya mengikuti diklat fase pertama beberapa hari di Bandung, Jawa Barat. Isi beritanya, pada pagi hari Senin (16 Sepetember 2013), Tokyo dan beberapa wilayah lainnya di Jepang akan diterjang badai topan (typhoon). Waktu perkiraan datangnya typhoon tadi tidak terlalu jauh dengan rencana kedatangan kami di Bandara Narita, Tokyo.

Kendati sang rekan menutup kalimatnya dengan berharap badai itu tidak akan mengganggu penerbangan kami, terutama saat mendarat di Bandara Narita nanti, jelas berita tersebut menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Walaupun pernah dihanyutkan oleh gelombang tsunami dulu, namun terjangan angin topan yang dikenal memberikan daya rusak yang luar biasa itu, tetap benar-benar membuat saya takut.

Rasa kekhawatiran tersebut sedikit pupus tatkala dari pelbagai informasi yang ada diketahui jika Jepang merupakan salah satu negara yang termasuk relatif siap dalam mengantisipasi bencana alam. Ramalan cuaca yang selalu diperbarui dan disebarkan secara meluas setiap saat merupakan salah satu bentuk kesiapan antisipasinya. Terjadinya malapetaka akibat kasus pabrik nuklir Fukushima beberapa waktu lalu, menjadikan kesigapan Pemerintah Jepang makin tinggi.

Setelah melewati langit Okinawa yang terlihat cerah dengan mentari paginya, suasana langit mulai terasa gelap. Semakin mendekati tujuan akhir penerbangan, yaitu Bandara Narita, Tokyo, langit pun kian gelap. Badan pesawat terasa agak berguncang. Kendati begitu, persis pukul 08.36 waktu setempat (pukul 06.36 WIB, 16 September 2013) pesawat Garuda Boeing 777 GA 884 berhasil mendarat dengan mulus. Dalam hati saya bersyukur sembari bergumam, “Mungkin typhoon-nya belum memasuki wilayah bandara.”

Berita ramalan tadi ternyata benar. Satu jam setelah mendarat, tiba-tiba angin kencang disertai hujan deras menerjang Bandara Narita. Kami yang berjalan mengarah menuju bus antaran terhuyung dihantam angin yang berembus sangat kuat dan disertai hujan deras. Beberapa orang di sekitar bandara terlihat berlari mencari tempat berlindung. Sulit dibayangkan, apa jadinya jika pesawat yang kami tumpangi terlambat tiba dari jadwal semula. Akankah pesawat mampu mendarat dengan baik dan sempurna di tengah terpaan typhoon yang luar biasa?

Setiba di hotel di kawasan Daimon, Tokyo, saya bersama Dr Asri Gani (Dosen Fakultas Teknik Unsyiah) yang lama menimba ilmu di Jepang, menyaksikan dampak yang ditimbulkan oleh topan tersebut melalui tayangan stasiun televisi setempat. Kerusakan akibat terjangan typhoon sangatlah parah. Topan yang berkekuatan 162 km/jam ini (setara dengan 100 mil per jamnya) telah mengakibatkan sedikitnya dua orang meninggal, empat orang hilang, puluhan lainnya luka-luka, dan 250 ribu jiwa harus mengungsi.

Kota tua, Kyoto, misalnya, adalah salah satu yang terparah terkena terjangan topan yang dinamai topan Man-yi ini, topan ke-18 kali dalam tahun 2013. Areal perkantoran, permukiman penduduk, dan kawasan pertanian pada umumnya tenggelam oelh ketinggian air yang mencapai atap. Sebagian bangunan terlihat rusak dan porak poranda.

Aktivitas perekonomian terganggu dan sebagian malah lumpuh total.  Setidaknya 350 penerbangan ke Tokyo pada hari itu (16 September 2013), termasuk beberapa rute kereta api, harus dibatalkan. Saat saya menulis reportase ini, topan Man-yi masih terus bergerak ke arah utara dan timur laut dengan kecepatan sekitar 45 km/jam. Tidak diketahui pasti, seberapa besar kerusakan lanjutan yang akan ditimbulkannya.

Namun, ada satu hal penting yang dapat dipetik dari peristiwa ini. Pemerintah setempat terlihat begitu sigap dalam mengantisipasi bencana ini. Sejak awal kepada masyarakat telah diinformasikan tentang bakal ada topan yang akan menerjang. Informasi ini disebarkan di berbagai media. Langkah mitigasi dilakukan sedini dan secermat mungkin. Jika melihat daya rusak Man-yi yang amat dahsyat, harus diakui bahwa jumlah korban yang jatuh telah ditekan seminim mungkin.

Sulit dibayangkan, bagaimanakah jika topan seganas itu menerjang wilayah kita, Aceh? Akankah kita mampu menghadapi dan mengantisipasinya? Oleh karenanya, sepatutnyalah kita bersyukur, ternyata Allah Swt masih sangat menyayangi kita.
[email penulis: rust_effendi@yahoo.com]

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved