Cerpen

Pengawal

PAGI ini semua surat kabar memberitakan kematian seorang kaya karena serangan jantung

Editor: bakri

“Lalu Malaikat berkata, ‘Dia belum ajal, belum bisa kucabut nyawanya. Tapi kalau sudah tiba ajalnya, bisa saja.’ Kemudian saya berkata, ‘Wahai Malaikat, oleh karena penjagaan terhadap Tuan Abdullah begitu ketat lalu engkau berdalih bahwa dia belum ajal; sedangkan saya yang begitu mudah engkau mencabut nyawaku lalu engkau berdalih bahwa saya telah tiba ajalku. Saya selaku hamba Allah yang juga sama dengan engkau, tidak rela dengan sikap pilih kasih seperti ini, apalagi jika itu karena harta-benda duniawi.’ Oh, Tuan Abdullah, maafkan saya dengan mimpi saya di bagian ini. Ini terjadi dalam mimpi, bukan di dunia nyata.”

“Saya mengerti. Lalu?”

“Lalu Malaikat Maut menghilang sebentar. Kemudian ia muncul lagi. Katanya, ‘Tuhan baru saja memutuskan, nanti malam telah ditetapkan sebagai waktu bagi ajal si Abdullah itu. Sedangkan kau akan hidup terus sampai Allah menentukan ajalmu kelak.’”

“Haaaaa?!”

“Iya, Tuan. Begitulah. Maafkan saya, Tuan.”

“Ohhhhh…”

“Iya, Tuan, maafkan saya. Hallo, Tuan Abdullah. Hallo, Tuan Abdullah. Apakah Tuan masih mendengarkan saya? Tuan? Tuan Abdullah? Hallo?”

Saat itu saya hanya mendengar suara gemeretak seperti perangkat telepon genggam yang jatuh ke lantai. Lalu senyap.***

Kembang Tanjong, Februari 2014

* Musmarwan Abdullah, adalah sastrawan kelahiran Pidie. Bukunya kumpulan ceritanya yang telah terbit Pada Tikungan Berikutnya (Lapena, 2007)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved