Opini

Daster untuk Perempuan Aceh

LAHIRNYA Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) yang diperingati pada setiap 8 Maret adalah bukti keberadaaan perempuan

Editor: hasyim

Oleh Elviyanti    

LAHIRNYA Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) yang diperingati pada setiap 8 Maret adalah bukti keberadaaan perempuan yang tertindas. Gagasan ini muncul pertama kali pada 1857, ketika sekelompok buruh perempuan Eropa bergerak memperjuangkan hak perempuan. Gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi menyiksa kaum perempuan dengan kondisi kerja yang buruk dan gaji rendah. Perjuangan perempuan atas ketidakadilan masih berlangsung hingga saat ini.

Menjelang momentum perayaan Hari Perempuan Sedunia tahun ini, Aceh dihebohkan dengan terdapatnya pengadaan pakaian dalam dan daster perempuan dalam pengajuan RAPBA 2015 (Serambi, 27/2/2015). Berita ini mengundang perhatian khalayak, media sosial dimanfaatkan untuk menumpahkan kekesalan terhadap gagal paham DPRA tentang kebutuhan perempuan Aceh. Bahkan, ada yang mengajak untuk selfie dengan  kalimat “save daster, CD, dan BH” sebagai bentuk protes atas kesesatan berpikir anggota DPRA.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), daster adalah gaun yang sengaja dibuat longgar untuk dipakai di rumah. Dari pengertian tersebut tersurat jelas bahwa daster hanya pantas dipakai di dalam rumah, tidak untuk berpergian. Perempuan sering mengenakan daster ketika melaksanakan tugas harian, seperti memasak, mencuci pakaian, atau bersantai. Longgar dan simple menjadikan daster tenar di kalangan perempuan.

 Teori Maslow
Teori kebutuhan Abraham Maslow menjelaskan, bahwa manusia memiliki lima tingkat kebutuhan yang akan diusahakan untuk dipenuhi dalam hidupnya. Kebutuhan tersebut ada yang bersifat mendesak dan muncul dengan sendirinya jika kebutuhan yang lain sudah terpenuhi. Lima kebutuhan tersebut dari yang terendah yaitu kebutuhan fisiologis (sandang/pakaian, pangan/makanan, papan/rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya), kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Daster berada di deretan paling bawah yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis yang harus pertama dipenuhi, sebelum jauh kita berbicara tentang pemberdayaan perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain. Namun permasalahanya, dewan tidak mampu menjawab pertanyaan Tim Mendagri yang menanyakan berapa banyak perempuan Aceh yang tidak mampu membeli pakaian daster sehingga perlu disumbangkan.

Mindset sensual anggota DPRA Aceh begitu memprihatinkan. Banyak hal lain tentang pemberdayaan perempuan yang perlu ditangani dengan ide cerdas dan tangan cekatan mereka, bukan malah memikirkan dalaman dan seragam harian wanita. Lagi pula, daster tidak terlalu cocok dipakai dalam kondisi bencana. Mengingat bentuknya yang longgar dan cenderung tipis, dikhawatirkan menimbulkan dampak yang tidak baik. Selain daster, masih banyak jenis baju lain yang bisa dibeli dan cocok digunakan di luar ruangan.

Kebijakan pemerintah Aceh lebih mementingkan kepentingan elite politik dari pada program pembangunan untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan dan perekonomian rakyat masih minim. Terkait kasus ini, kemungkinan besar ada deal tertentu dengan pengusaha pakaian dalam atau daster. Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah Aceh lebih besar belanja barang dan jasa dari  pada belanja modal. Sehingga pertumbuhan ekonomi Aceh begitu memprihatinkan.

Kehadiran dana daster dalam pengajuan RAPBA 2015 membuat banyak pihak bertanya kembali tentang kualitas, kapasitas, moral, dan etika anggota dewan terhormat. Kemunculan ide bukan dari bidang teknis juga menghadirkan pertanyaan besar, apa yang sedang dipikirkan oleh anggota dewan. Tentang kesejahteraan rakyatnya, atau hanya sebatas pakaian dalam dan daster perempuan.

Sungguh kacau pikiran dewan kita, jika yang dikhayalkan hanya  sebatas perempuan memakai pakaian longgar sedang beraktivitas atau bersantai dirumah. Betapa tidak produktifnya pikiran mereka, hingga banyak perempuan merasa dikhianati karena kesetiaan yang ternodai. Janji ketika pemilu legislatif akan berpikir dan berbuat setulus hati. Ternyata godaan pakaian dalam dan daster membunuh semua mimpi. Mereka belum mumpuni memahami persoalan sesungguhnya yang perempuan alami. Kata perempuan “sakitnya tuh bukan di sini, tetapi di mana-mana.”

 Persoalan perempuan
Perempuan separuh dari masyarakat di suatu wilayah, termasuk di Aceh. Kondisi ini menunjukkan separuh solusi permasalahan perempuan harus mampu dipecahkan. Peminggiran persoalan perempuan yang sesungguhnya, baik dari segi politik, sosial, dan ekonomi tentu berdampak buruk bagi kesejahteraan di Aceh.

Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, rendahnya tingkat pendidikan perempuan, menurunnya kualitas kesehatan perempuan, kurangnya perlindungan hukum terhadap perempuan, hingga minusnya sumber daya perempuan dalam dunia pergerakan dan perpolitikan membuat perempuan begitu tak berdaya untuk menolong kaumnya sendiri. Semua hal ini merupakan masalah mendesak bagi perempuan Aceh yang butuh ide cerdas untuk segera diselesaikan, bukan tentang daster dan pakaian dalam.  

Adanya anggota DPRA kaum hawa juga ternyata terbukti nihil kualitasnya. Dari presentasi yang sangat rendah, juga ternyata pemain cadangan. Padahal dengan berlabelkan anggota DPRA mempermudah mereka untuk menyalurkan aspirasi kaumnya. Ironis, ketika mereka berpikir untuk kaumnya juga sebatas pakaian dalam dan daster. Hal ini menunjukan, ada permasalahan vital dalam pengkaderan perempuan dalam dunia pergerakan dan perpolitikan.

Namun, persoalan perempuan bukan hanya urusan perempuan, tetapi juga semua pihak. Dan anggota dewan yang sudah dipilih melalui jalan pemilu legislatif dengan anggaran yang tak sedikit seharusnya lebih mengenal rakyatnya, terlebih kaum marginal, yaitu perempuan. Karena baiknya negara, karena baiknya perempuan. Bunuh mindset sensual agar perempuan sejahtera.

Elviyanti, Mahasiswi Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Lhokseumawe dan Anggota Komunitas Menulis Pasee. Email: elvi.chayo@gmail.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved