Cerpen
Pada Sebilah Rencong
MENJELANG akhir 1962, Cut Hayati, Dra Sastra Inggris, bertugas untuk UNTEA di Irian Barat. Dalam usia 25
“Saya tahu banyak tentang hubungan antara Nona Hayati dengan Mister Billy, karena selalu dia bicarakan dengan saya. Juga tentang hal-hal yang pasti tidak akan dia bicarakan dengan Nona. Berdasarkan apa yang saya ketahui dan tidak Nona ketahui ini, saya anjurkan supaya Nona tidak teruskan hubungan dengan Mister Billy, apalagi sampai merencanakan pernikahan. Stop semua hubungan mulai saat ini juga. Percayalah, saya sampaikan ini dengan maksud baik semata-mata. Tuhan menyaksikan.”
Lodewijk Rikimahu lalu menceritakan secara rinci, apa yang direncanakan Billy, ketika dia memulai pendekatannya terhadap Cut Hayati.Semata-mata untuk upaya balas dendam keluarga, yang diwariskan turun temurun. Diawali dengan tewasnya kakek Billy di Aceh, di sekitar tahun 1910. Yang jadi persoalan, kakek Billy itu bukan tewas dalam suatu pertempuran melawan “kaum muslimin”, sehingga dia bisa disebut patriot bagi tanahairnya.Dia mati konyol diujung rencong seorang mujahid Aceh, ketika pulangdari bersenang-senang di sositeit. Dengan usus terburai, dia menangis-nangis panik minta tolong, tetapi tak ada yang menolong. Akhirnya dia mati terjelepak di jalan.Kematian yang tak bisa diberi penghargaan apa pun. Makakeluarganya merasa sangat terhina, lalu marah dan dendam. Bukan hanya kepada sang mujahid, tetapi juga kepada semua orang Aceh. Dan itu ditiup-tiupkan terus turun temurun. Juga kepada Billy.
Kata Lodewijk Rikimahu, “Semua yang dilakukan Mister Billy, termasuk menjadi muslim itu, cuma tipudaya, Nona Hayati. Tujuan utamanya adalah bikin nona berada dalam rengkuhannya. Dan setelah itu, hanya Tuhan yang tahu, apa yang dia mau bikin. Maka,enyahkan segera Mister Billy dari hidup Nona. Makin cepat makin baik!”
Benarkah semua yang dikatakan sang pendeta ini? Cut Hayati tanya dalam hati. Jangan-jangan, ada maksud tersembunyi di sebaliknya.
“Om Lody, apa yang Om sampaikan itu terdengarnya seperti provokasi. Ada apa sebenarnya? Apakah karena Ompendeta, Om tidak senang Billy menjadi muslim? Seperti itukah, Om Lody? Terus teranglah!”
“Demi Tuhan, jangan bilangbegitu, Nona Hayati. Kalau pun saya tidak senang Mister Billy menjadi muslim, bukan karena menjadi muslimnya itu sendiri, tetapi karena dia menjadi muslim pura-pura. Hanya pura-pura. Percayalah, Nona Hayati, saya sampaikan semua ini karena tuntutan agama saya sendiri. Saya pendeta. Saya paham beda antara baik dan buruk. Apa yang sudah dilakukan oleh Mister Billy itu adalah hal buruk, sangat buruk.”
Cut Hayati tiba-tiba ingat sesuatu. “Om Lody, nampaknya Om sangat dekat dengan Billy. Sampai-sampai dia beri tahu Om, apa yang direncanakannya terhadap diri saya. Makasaya mau tanya satu hal kepada Om. Maaf, saya tidak bermaksud merendahkan, apalagi melecehkan Om. Sepanjang yang saya tahu, Om tidak berbahasa Inggris dengan baik. Lalu, bagaimana Om berkomunikasi dengan Billy?”
“Betul, Nona Hayati.Bahasa Inggris saya jelek,tetapi bahasa Belanda saya cukup baik. Maka saya berbahasa Belanda dengan Mister Billy.”
Seketika itu jugamelintas di benak Cut Hayati kejadian di Aceh itu. Ketika Billy bilang, dia tidak lagi berbahasa Belanda.Terngiang pula apa yang diucapkan Teungku Musafir.
“Jadi Billy berbahasa Belanda?!”
“Tentu saja. Itu toh bahasa ibunya.”
CUT Hayati segera memustukan apa yang akan dilakukannya. Sementara sukmanya merintih pilu membayangkan apa yang akan segera terjadi: perpisahan antara dirinya dengan Billy, setelah begitu banyak harapan yang dia tumpuk selama ini. Tetapi menghadapi kemunafikan, dia tidak punya pilihan lain. Tidak ada tempat lagi bagi Billy di sisinya.
Malam itu, begitu Billy datang,dengan tegas dan getas Cut Hayatilangsungbilang, “Billy, ini saat terakhir kita bertemu. Di sini kita berpisah. Pergilah kamu dari hidupku. Dan jangan coba-coba mendekati aku lagi.”
Billy terpana. Hanya sejenak. Dia sigap menguasai diri kembali. Katanya, “Ada apa ini, Hayati? Sikap kamu ini memerlukan penjelasan.”
“Tidak ada yang perlu kujelaskan, Billy. Tanyailah hati nurani kamu sendiri, kalau kamu masih punya itu.”