Cerpen
Pada Sebilah Rencong
MENJELANG akhir 1962, Cut Hayati, Dra Sastra Inggris, bertugas untuk UNTEA di Irian Barat. Dalam usia 25
“Itu pernyataan kasar, Hayati! Aneh sekali, topan badai apa yang membuat kamu berubah seperti ini?”
“Topan badai yang menyingkapkan topeng kamu sebagai hipokrit, munafik! Dan bukan sekadar munafik, tetapi munafik besar! Itulah kamu, Billy! Demi mencapai apa yang kamu inginkan, kamu sampai-sampai tidak mengenal batas lagi. Agama pun kamu permainkan. Kamu sungguh keterlaluan, Billy!”
Sekilas senyum muncul di bibir Billy, katanya, “Aku tahu sekarang! Pasti Rikimahu sudah omong banyak kepadakamu. Dasar inlander, tidak bisa dipercaya. Apa untungnya buat dia ikut campur dalam urusan ini?”
“Dia memenuhi tuntutan hati nuraninya! Yang masih bisa membedakan antara baik dan buruk. Tidak seperti kamu. Berpura-pura menjadi orang baik, tetapi punya niat dan tujuanbusuk. Munafik!”
“Berhentilah bicara kasar kepadaku, Hayati!”
“Terhadap seorang hipokrit, munafik, sikap seperti itulah yang wajar dilakukan! Kepada seorang pendusta, aku mungkin bisa bersikap lebih santun. Tetapi kepada seorang munafik, tidak akan!”
“Kalau kamu terus bersikap begini, Hayati, bisa-bisa terjadi hal yang tidak enak bagi kita berdua!”
“Kamu mengancam, Billy?! Mau coba-coba balaskan dendam kakekmu yang mati hina di Aceh itu?! Ayo!”
“Kamu sudah keterlaluan, Hayati! Jangan pernahrendahkan martabat keluargaku! Jangan pernah!”
Muka Billy merah padam. Dia mulai kehilangan penguasaan diri. Dia melangkah mendekat. Cepat dantangkas Cut Hayati bersiaga. Seketika itu juga Billy menghentikan langkah. Matanya membesar, menyorotkan rasa takut luar biasa. Dia mundur kembali. Selangkah. Dua langkah. Tiga langkah. Berbalik badan. Lalu bergegas pergi. Setengah berlari.
Begitu Billy lenyap, Cut Hayati menyarungkan kembali rencong yang tadi dihunusnya. Dijatuhkannya tubuh ke kursi. Dia terisak. Air matanya mengalir, makin lama makin deras.Sedunya mengawani malam berlalu.
* Catatan : UNTEA, United Nations Temporary Executive Authority, Pemerintahan sementara di Irian Barat, sebelum diserahkan sepenuhnya kepada RI.
* M. Joenoes Joesoef, lahir di Ulee Lheu, 24 Juni 1938. Sekarang berdiam di Bekasi. Pensiunan yang menulis untuk “cegat” pikun dini.