Opini

Konsep Keluarga dalam Islam

ISLAM adalah agama yang hanif, lembut, tegas, dan fleksibel. Dalam aturan agama Islam terdapat banyak pembahasan

Editor: bakri

Oleh Nur Anshari

ISLAM adalah agama yang hanif, lembut, tegas, dan fleksibel. Dalam aturan agama Islam terdapat banyak pembahasan tentang hidup rumah tangga. Keluarga dalam biduk rumah tangga memiliki banyak hal yang perlu dibahas. Salah satunya, tentang pendidikan agama anak. Dewasa ini, kita menyaksikan banyak kejadian-kejadian ganjil yang menimpa putra-putri kita di Tanah Air. Tak jauh dari hal negatif, seperti tawuran antarpelajar, hubungan di luar nikah, pergaulan bebas, dan bahkan pengaruh narkotika yang berbahaya.

Hal-hal dan perilaku negatif tersebut perlu dicegah. Pencegahan yang kondusif dan yang paling utama dilakukan adalah dari keluarga. Keluarga yang baik dan terarah adalah keluarga yang mampu menjadi penawar di saat ada masalah. Keluarga yang harmonis akan mampu mendamaikan hati anggota keluarga dari segala hiruk pikuknya dunia. Keluarga adalah tiang utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berawal dari keluargalah lahirnya kita ke dunia atas izin Allah swt.

Jadi, kehidupan keluarga harus selalu dilandasi ajaran Islam agar cahaya Islam bisa menjadi petunjuk dalam kehidupan keluarga yang mengarah kepada hal yang positif dan menghindari hal yang negatif. Dalam Islam kita mengenal konsep pernikahan sakinah (kedamaian), mawaddah (tenteram), warahmah (kasih sayang). Tujuan ini yang ingin dicari dalam sebuah rumah tangga. Dengan tercapainya konsep ini, maka rumah tangga yang harmonis dan bahagia berlandaskan syariat Allah akan mudah dijalani.

Dengan demikian, segala efek negatif yang ditimbulkan/diperoleh dari luar dapat disaring dalam rumah melalui konsep keluarga dalam Islam. Pengaruh-pengaruh yang tidak baik akan mudah dihindari jika keluarga sudah kuat pondasi agamanya. Sudah mengakar kuat keimanan bagi anggota keluarga kepada Allah swt dan sunnah Rasul. Sebuah keluarga mestilah menjadi pusat pendidikan agama pertama dalam menjalani hari-hari dan aktivitasnya.

Suami sebagai kepala keluarga memimpin rumah tangga dengan tegas dan bijak, bukan dengan kasar dan tak tentu arah. Seorang istri mestilah menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya, mengajarkan dan mendidik dengan benar dan baik serta lembut. Mampu mencuri hati anak-anaknya agar mentaatinya dalam hal kebaikan.

Kewajiban suami-istri
Dalam Islam sudah ditentukan kewajiban-kewajiban tersendiri baik bagi suami maupun istri, dituntut untuk melaksakan peranannya masing-masing, sehingga dengan begitu bangunan pernikahan akan berjalan dengan baik. Dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Kewajiban suami adalah menafkahi istri dan anak-anaknya. Pengertian menafkahi dalam arti luas tidak hanya dalam bentuk materi berupa harta saja, tapi juga pendidikan agama.

Seorang suami wajib mendidik dan mengarahkan istri dan anak-anaknya untuk terus menaati perintah Allah swt dan anjuran Rasul saw serta melarang dengan tegas segala yang dilarang Allah swt dan Rasul saw. Suami atau ayah bukan hanya sebagai mesin ATM yang mengirim uang untuk biaya belanja, pendidikan, dan kebutuhan lainnya. Tapi lebih dari itu, juga sebagai penyelaras kehidupan keluarga antara kehidupan dunia dan akhirat keluarganya menjadi seimbang. Memberi ilmu dan membimbing keluarga, yakni istri dan anak-anak agar tidak menjadi orang yang lemah agamanya.

Seorang istri pun wajib mengingatkan suaminya dengan perkataan yang santun jika terdapat kesalahan yang dilakukan oleh suaminya. Semestinya suami istri saling menasehati jika terdapat kesalahan yang tidak disukai tentu dengan perkataan yang ma’ruf. Karena sebagai manusia, kita harus senantiasa mengkoreksi diri sendiri terlebih dahulu dan jika terdapat kesalahan pada pasangan alangkah baiknya kita nasehat-menasehati dengan perkataan yang baik.

Dan seyogyanya kita menjadi pasangan yang senantiasa bermanfaat satu sama lain. Saling membantu jika diperlukan bantuan. Nabi saw bersabda: “Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku diantara kalian.” (HR. At-Tirmizi).

Tugas seorang istri juga tak hanya berkutat mengurus suami, rumah tangga dan anak-anak saja. Tapi lebih dari itu. Mengatur keluarga dengan sebaik-baiknya. Menjadi teman, sahabat untuk anak-anaknya. Agar si anak bisa mencurahkan segala permasalahan yang dihadapinya dan mencari solusi serta nasehat pada ibunya. Sehingga apa yang tidak dimengerti si anak bisa dia temukan jawabannya pada ibunya. Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Tapi, bukan secara mutlak mendidik anak adalah tugas istri semata. Suami juga ikut andil di dalamnya. Bahkan menjadi barometer utama.

Mendidik anak
Bagi para orang tua seharusnya mendidik anak-anak mereka dengan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal kelak bagi anak-anaknya. Kedua orang tua harus bekerja sama membentuk rumah tangga dengan menyertai orang tua dan anak sebagai komponen rumah tangga yang harus dibina dengan baik lewat pendidikan agama anak.

Walaupun, pemahaman masyarakat cenderung menganggap bahwa tugas mendidik anak hanya dibebankan kepada pihak perempuan saja yaitu isteri atau ibu si anak. Maka persepsi masyarakat seperti itu menimbulkan pengaruh terhadap anak dari segi hak anak yaitu mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya. Persepsi ini harus dirubah secara perlahan-lahan. Melalui pemahaman ilmu agama yang baik dan memberi nasehat bagi keluarga terdekat kita. Bagi para orang tua pada zaman sekarang ini haruslah betul-betul memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka supaya anak-anak mereka betul-betul menjadi manusia yang diperlukan oleh bangsa dan agama.

Walaupun kenyataannya, kewajiban mendidik anak identik dengan tugas istri atau ibu si anak semata, sedangkan suami atau ayah si anak hanya berkewajiban mencari nafkah kemudian memberi biaya pendidikan anak tanpa turut memberi waktu luang kepada anak dan memberikan pengetahuan, pemahaman serta pendidikan kepada anak. Apalagi dengan situasi si ibu juga memiliki kesibukan di luar. Maka melihat peristiwa ini dengan otomatis anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Akibatnya, kondisi si anak dalam keadaan labil dan tidak terdidik, baik itu dalam agamanya maupun akhlaknya. Maka, praktik yang sering terjadi di masyarakat dewasa ini perlu diubah sedikit demi sedikit.

Dengan demikian, konsep keluarga harus ditanamkan sejak sebelum pernikahan dilakukan. Perlu memupuk diri dengan ilmu sebelum menuju ke pernikahan, bagi calon pasutri agar memperbanyak dan memperdalam lagi ilmu agamanya. Sehingga konsep keluarga Islam mampu dipahami dan dilaksanakan dalam rumah tangga. Agar setelah menikah, pasangan suami istri tahu apa yang harus dilakukan untuk pernikahan yang diidamkan, supaya terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Semoga!

* Nur Anshari, S.HI., Alumni Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan Pegiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Aceh. Email: sarilaw92@gmail.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved