Opini
‘Jangan Marah agar Kamu Masuk Surga’
MENAHAN marah merupakan suatu usaha yang sangat amat berat dilakukan seseorang ketika marahnya itu sudah sangat
Oleh Hasanudin Yusuf Adan
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 133-134).
MENAHAN marah merupakan suatu usaha yang sangat amat berat dilakukan seseorang ketika marahnya itu sudah sangat “mendidih”. Karena itulah banyak orang yang korban dimakan marahnya sendiri ketika ia tidak sanggup mengendalikannya untuk tidak marah. Marah itu awal dari kekalahan dan kehancuran seseorang pejuang ketika ia tidak sanggup mengontrol emosi kemarahannya. Karena itu pula Allah bukan hanya melarang hambanya marah melainkan memberi harapan syurga kepada orang-orang yang sanggup mengontrol sikap marahnya sebagaimana tercantum ayat Alquran yang kita kutip di atas.
Menahan marah merupakan salah satu kebajikan yang harus dikerjakan oleh seseorang muslim, apalagi kalau alamat marahnya itu terhadap sesama muslim sendiri. Hal ini dianjurkan karena sesama muslim itu bersaudara dan selain muslim (apakah ia kafir, murtad, musyrik dan sejenisnya) otomatis menjadi musuh dan lawan umat Islam secara akidah, syari’ah dan ibadah. Maka untuk menjaga keorisinilan persaudaraan sesama muslim, janganlah marah agar kamu masuk syurga.
Marah itu merupakan ekspressi kejengkelan seseorang terhadap sikap tidak berkenan orang lain terhadapnya, atau luapan sakit hati seseorang terhadap sesuatu kegagalan, ketidak sanggupan, ketidak terpenuhinya keinginan, atau karena stress terhadap sesuatu yang tidak berkenan. Dengan demikian seseorang yang kadar iman dan taqwanya sudah tinggi sangatlah mudah mengontrol kemarahan, namun bagi orang-orang yang ilmu, iman, taqwa dan amalan shalihnya rendah sangat rentan bersikap marah dan suka memarahi orang.
Oleh karena itu dapat kita lihat orang-orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam perkelahian dan suka marah, melainkan orang yang kuat itu adalah orang yang mampu mengendalikan amarah. Selaras dengan hadis Rasulullah saw dari Abu Hurairah, yang maknanya: “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai berkelahi, namun orang kuat itu adalah orang-orang yang mampu menahan dirinya ketika ia marah.”
Berpikir jernih
Kandungan hadis tersebut mengajak kita berpikir jernih dan transparan karena sering sekali para pemarah itu dikalahkan dalam setiap diskusi dan para penyabar pula dimenangkan dalam setiap diskusi. Karena orang-orang marah dalam berdiskusi tidak akan terkontrol lagi emosinya, ia akan berkata kasar, akan bertindak brutal sehingga opini orang ramai menjadi buruk terhadapnya walaupun orang tidak menanggapi amarahnya. Untuk itu jauhilah sifat marah karena sifat marah itu dapat mengalahkan kita sebelum bertanding dan dapat menghancurkan kepribadian kita dalam bermasyarakat. Dan janganlah marah agar kamu masuk syurga.
Dalam satu hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah saw didatangi seseorang seraya berucap: “Ya Rasulullah, nasihatilah saya. Beliau bersabda: Janganlah engkau marah”. Orang tersebut meminta nasihat tersebut berkali-kali, maka Nabi pun bersabda: “Jangalah engkau marah.” (HR. Bukhari). Dari asbab wurud hadis tersebut yang terkandung dalam hadis 40 karya Imam An-Nawawi itu yang dimaksud dengan orang meminta nasehat di sini adalah Abu Dardak.
Dalam hadis yang dikeluarkan Tabrani bahwa Abu Dardak meminta petunjuk kepada Rasulullah saw agar ia dapat masuk syurga, maka Rasulullah saw bersabda: “Janganlah engkau marah, bagimu syurga.” Hadis dari Abdullah bin Umar yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Umar bertanya kepada Nabi: “Apa yang dapat menjauhkanku dari murka Allah Azza Wa Jalla? Nabi saw berucap: Janganlah engkau marah.” (HR. Imam Ahmad).
Dengan demikian sangat jelaslah kepada kita berdasarkan Alquran dan Sunnah bahwa marah itu merupakan sikap dan prilaku sia-sia dan tidak bermanfaat kepada kita karena marah itu tidak dapat menghantarkan kita menuju syurga. Setan suka memanas-manasi hamba Allah agar selalu marah, nafsu seseorang sering mengajak orang bersikap marah. Namun marah itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah melainkan akan menimbulkan masalah-masalah baru lainnya. Sering orang marah hilang kontrol yang berakibat fatal bagi dirinya dan juga bagim orang yang dimarahinya, sehingga berakhir dengan kehancuran.
Ada pepatah Aceh yang mensinyalir kondisi marah berbunyi: Nibak putôih leubèh got geunténg, nibak buta leubèh got juléng, nibak singët leubèh got meupunggéng (Daripada putus lebih baik genting, daripada buta lebih baik juling, daripada miring lebih baik terpungging). Dua kalimat awal dalam pepatah tersebut sudah selaras dengan upaya penyelamatan, namun satu kalimat terakhir menjurus kepada emosi dan amarah yang tidak bermanfaat dan tidak pula berfaedah.
Oleh karenanya upaya penyelamatan sesuatu itu haruslah dilakukan dengan penuh kesabaran, penuh kearifan, penuh kemuslihatan dan jauh dari sifat serta prilaku marah dan amarah. Bagi seorang pemuda yang darah mudanya masih sangat heroic dan membara, upaya menahan marah itu menjadi sesuatu yang sangat susah dan payah dilakukannya, namun bagi seorang tua apalagi sudah lemah fisiknya justeru bersabar lebih mudah daripada marah-marah.
Tips antimarah
Karena itu perlu diperhatikan beberapa tips antimarah atau menjaga diri dari kemarahan, di antaranya: Pertama, berakhlak mulia dengan setiap orang, Rasulullah SAW pernah dicoba dengan cara kasar oleh seorang bernama Zaid bin Sa’nah sebelum ia masuk Islam dan ia mau membuktikan kenabian Baginda. Namun nabi tidak perah ikut marah terhadanya melainkan bersikap sopan dan santun sahaja, walaupun Umar bin Khattab sudah berencana untuk memarahi Zaid bin Sa’nah, namun Nabi melarangnya seraya berucap kepada Umar: “Bijak dan santunlah engkau kepadanya, Aku dan dia tidak memerlukan sikap ini wahai Umar.”
Kedua, berupaya keras untuk menahan diri dari rasa marah dalam kondisi dan situasi bagaimanapun jua. Ajakan ini selaras dengan perintah Allah dalam Alquran: “...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu melampiaskannya niscaya Allah akan menyerunya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk, sehingga ia diberi kesempatan memilih bidadari yang ia inginkan” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Majah). Dalam hadis lain Nabi saw bersabda: “Jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka berkatalah yang baik-baik atau diam saja tidak berucap apa-apa.” (HR. Bukhari).