Lebaran Internasional di Gampong Aree
Di Gampong Aree, membawa pulang mobil mewah adalah tanda kesuksesan bagi warga yang merantau antar provinsi.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Faisal Zamzami
"Kalau bicara dengan kami, mereka kerap pakai bahasa Inggris. Tapi dengan saudara atau teman-teman sebaya di kampung pakek bahasa Aceh," kata pria beristrikan wanita asal Aceh Barat, yang kini juga telah menjadi WN New Zealand.
Saat Lebaran Idul Fitri dua tahun lalu, saya terheran-heran dengan tingkah dua anak perempuan mirip bule yang datang ke warung kopi di pasar Gampong Aree. Kedua anak ini datang ke warung kopi bersama ayah dan ibunya, warga Gampong Aree yang telah mengantongi "KTP" Australia.
Saat saya menawarkan minuman, kedua anak ini malah meminya Fanta yang sudah didinginkan di kulkas. Padahal saat itu jam masih menunjukkan pukul 7.30 pagi.
"Itulah, sudah menjadi kebiasaan mereka. Katanya kegerahan dengan cuaca," sebut Farida, ibu dari kedua bocah ini saat melihat saya mengungkapkan keheranan atas sikap anak-anaknya yang meminta minuman dingin di pagi hari.
Di Gampong Aree, membawa pulang mobil mewah adalah tanda kesuksesan bagi warga yang merantau antar provinsi.
Sementara bagi warga yang merantau antarnegara, tidak akan terlihat dari mobil yang digunakannya. Karena umumnya mereka hanya menunggangi Toyota Avanza, Innova, atau mobil sekelas.
Itu pun kebanyakan mobil yang dirental di Sigli maupun Banda Aceh. Jika mereka berencana menetap hingga satu bulan, biasanya mereka akan membeli mobil baru atau bekas, yang kemudian akan dijual kembali saat berangkat kelak.
Saya belum mendapatkan literatur tertulis tentang sejarah merantau yang kemudian menjadi tradisi turun temurun di Gampong Aree.
Penelusuran dan pengamatan Serambinews.com, pada Lebaran tahun ini terjadi penambahan hingga 200 unit mobil di Gampong Aree.
Mobil-mobil yang sebagiannya masuk katagori mewah itu umumnya milik perantau yang berprofesi sebagai penjual pupuk dan alat-alat pertanian di sejumlah kota besar di Sumatra. Sebagian lainnya milik para perantau di kota-kota di Aceh, dan milik para perantau dari luar negeri.
Karena banyaknya mobil, sebagian tidak tertampung di pekarangan rumah, sehingga harus diparkir di pekarangan meunasah, masjid, hingga di badan jalan.
Beberapa warga yang ditemui Serambinews.com memperkirakan, jumlah warga asal Gampong Aree yang menetap di Australia mencapi hingga 500 orang. Sebagian mereka telah menjadi penduduk tetap, karena sudah lama menetap maupun karena dilahirkan di negeri Kanguru itu.
Jadilah, setiap Lebaran Gampong Aree selalu ramai dengan warga asing, dalam arti wajahnya jarang terlihat maupun warga negata asing dalam arti sebenarnya, karena mereka telah menjadi warga negara lain.
Setelah Lebaran selesai, Gampong Aree akan kembali sepi dan kehilangan sebagian besar anak-anak muda tamatan SMA.
Itu karena, setiap kalo para perantau ini pulang kampung pada hari Lebaran, mereka pasti akan mengajak anak-anak muda tamatan SMA untuk mengikuti jejak di perantauan.