Lebaran Internasional di Gampong Aree
Di Gampong Aree, membawa pulang mobil mewah adalah tanda kesuksesan bagi warga yang merantau antar provinsi.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM - Selalu ada yang berbeda setiap kali saya berlebaran di Gampong Aree, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Aceh.
Tidak melulu bicara tentang tradisi perang meriam bambu, belakangan beralih ke meriam karbit, ada banyak cerita menarik di permukiman warga yang terdiri atas 14 desa ini.
Deretan mobil mewah yang terparkir di depan meunasah dan pekarangan masjid menjadi pemandangan umum pada hari-hari Lebaran Idul Fitri di perkampungan yang berjarak sekitar 8 kilometer dari Kota Sigli, ibukota Kabupaten Pidie ini.
Mobil-mobil aneka merek, mulai dari Toyota, Honda, Nissan, hingga Jeep Rubicon, ini umumnya menggunakan nomor polisi luar daerah. Seperti BM (Riau), BH (Jambi), BG (Sumsel), dan BE (Lampung).
Tapi, pemandangan seperti ini bukanlah hal yang aneh bagi warga beberapa desa lainnya di Kabupaten Pidie, sebuah kabupaten yang terkenal dengan tradisi warganya yang suka merantau.
Selain deretan mobil para pemudik dari berbagai kota di Sumatra, ada hal menarik lainnya saat berlebaran di Gampong Aree.
Jangan heran, jika saat bertamu ke sebuah rumah di sini, Anda akan melihat anak-anak berbicara dalam bahasa Inggris yang fasih. Sebab, ratusan penduduk asal gampong ini telah menjadi warga negara asing, terutama Australia dan Malaysia.
Pada Lebaran tahun ini misalnya, saya berjumpa dengan teman lama yang kini telah menjadi warga Negara Selandia Baru (New Zealand).
Irwan Hasballah namanya. Pemuda 38 tahun ini mudik bersama istri dan 3 anaknya yang kesemuanya berstatus WN New Zealand.
Meski kerap bertutur dalam bahasa Inggris, anak-anak Irwan juga sangat fasih berbicara bahasa Aceh dan Indonesia.
Tahun ini adalah kali kedua Irwan pulang ke kampung halaman, setelah 10 tahun lamanya merantau di negeri orang.
"Dulu, selama 9 tahun menetap di New Zealand, hanya sekali saya pulang kampung. Alhamdulillah, sekarang saya sudah menetap dan bekerja di Perth, Australia, sehingga lebih dekat untuk kembali ke Aceh," kata pemuda yang bekerja di tempat pemotongan hewan di Perth, Australia ini.
Irwan menuturkan, kepulangannya ke kampung juga sekaligus untuk mendekatkan anak-anaknya dengan budaya dan tradisi Aceh.
"Kalau anak saya yang tua sudah sangat lancar berbahasa Aceh. Kalau yang nomor dua, ketika di New Zealand ataupun Australia, sering nggak mau ngomong dalam bahasa Aceh. Tapi kalau sudah sampai di kampung kan terpaksa, kalau tetap ngotot bicara Inggris, dia tak akan punya teman," kata Irwan sambil tertawa lebar.
Maka, rumah orang tua Irwan di Gampong Uleetutue Raya, Kemukiman Gampong Aree, menjadi salah satu rumah yang kerap terdengar anak-anak bertutur dalam bahasa Inggris.