Breaking News

Cerpen

E m a k

AKU terbangun mendengar suara-suara aneh dari dapur. Emak sedang memasak

Editor: bakri

Tiba-tiba aku teringat bapak. Angin laut belakangan ini sedang tidak bersahabat. Banyak sekali nelayan yang hilang terbawa angin dan hanya perahunya saja yang ditemukan. Buktinya Pak Saleh yang hilang dua hari yang lalu sudah ditemukan menjadi mayat. Aku yakin ini pasti akan memakan korban lagi. Angin laut masih akan bertiup kencang dan semakin kencang sampai akhir tahun. Penduduk di kampung kami menggantungkan kehidupanya di laut. Rata-rata mata pencaharian mereka adalah nelayan. Keadaan desaku yang sebagian besar tanahnya berpasir tidak cocok untuk ditanami sayuran. Karena itu, warga kampung kami sangat bergantung pada laut.

Aku kasihan pada emak. Akutidak tega melihatnya selama ini terus saja bersikap baik-baik saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Aku tahu di balik kekuatannya itu, emak sebenarnya sangat rapuh. Dan aku tahu keadaan keluarga kami sedang tidak baik sama sekali. Tapi emak tetap berusaha tabah. Aku tahu emak tidak ingin menampakkan kekhawatirannya di hadapanku.Tapi semakin emak bersikap seperti itu,semakin aku sedih melihat keadaannya. Dan untuk alasan itulah aku bertahan. Aku berusaha kuat seperti emak. Walau aku sebenarnya tidak bisa sekuat emak.

***

Begitu sampai di rumah aku mengganti seragam sekolah. Aku tidak langsung menuju ke dapur dan makan siang. Aku menyempatkan diri membaca buku yang baru kupinjam dari perpustakaan sekolah. Salah satu hiburanku untuk melupakan penat adalah dengan membaca. Walau aku tidak pernah bisa membaca dengan santai. Seperti sekarang, baru lima lembar aku membaca buku emak memanggilku. Aku pun langsung menuju dapur.

“Ada apa?”

“Kau makanlah dulu, jangan berdiam di kamar.”

“Aku tidak berdiam di kamar. Aku membaca buku.”

Di meja makan. Aku melihat emak sudah menyiapkan piring, gelas, dan tempat mencuci tangan untuk bapak, seperti biasa. Tapi kursi yang biasa bapak duduk kosong. Di meja makan hanya ada aku dan emak. Aku bangun hendak membereskan piring, gelas, dan tempat mencuci tangan bapak.

“Jangan sentuh!” Bentak emak begitu melihatku membereskan benda-benda tersebut.

Aku bergeming dan menahan air mata yang akan menetes.

“Apalagi yang emak harapkan? Sudah cukup. Sudah cukup emak menunggu bapak selama dua tahun. Bapak sudah pergi, Mak!”

“Bapakmu sebentar lagi pulang, Nong. Lekas kau taruh kembali piring dan gelas itu.”

“Bapak tidak akan pulang. Mak tahu itu, kan?”

“Letakkan kembali, kataku!”

Aku meletakkan kembali piring, gelas, dan tempat mencuci tangan bapak. Emak diam memandang ke depan. Tatapannya masih tetap tidak beranjak dari bangku tempat biasa bapak duduk dan makan.

*Sarah YS, bergiat di Komunitas Jeuneurob

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved