Breaking News

Pinto Aceh

TAHUN ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia

Editor: bakri

Bahan baku pembuatan perhiasan Pinto Aceh masih tetap menggunakan emas berkadar 18-22 karat agar lebih kokoh. Sebab, bila perhiasan Pinto Aceh ini dibuat dengan bahan emas murni 24 karat, ia akan mudah terlipat-lipat, baik ketika membuatnya ataupun saat memakainya karena ia tidak bercampur dengan jenis logam lain.

Setelah Utoh Mud meninggal dalam usia 80 tahun, keterampilan khusus pembuatan perhiasan Pinto Aceh dilanjutkan oleh seorang muridnya bernama M Nur (biasa dipanggil Cut Nu), yang juga penduduk Blang Oi. Sampai akhir hayatnya pada 1985 dalam usia 80 tahun, Cut Nu bekerja di toko emas milik H Keuchik Leumiek yang membina kelanjutan seni membuat Pinto Aceh. Setelah Cut Nu meninggal dunia, keterampilan ini dilanjutkan oleh seorang perajin Keuchik Muhammad Saman.

Ketrampilan ini kemudian diteruskan oleh seorang putra Aceh lainnya, yang mungkin paling tidak pernah berguru pada Cut Nu, yaitu Haji Keuchik Leumiek (orang tua penulis) penduduk Lamseupeung, Banda Aceh. Di samping pengrajin perhiasan emas, H. Keuchik Leumiek juga memiliki toko emas sejak 1950-an. Setelah H Keuchik Leumiek meninggal pada 1982, keterampilan membuat perhiasan Pinto Aceh diteruskan oleh anaknya, H. Harun Keuchik Leumiek (penulis sendiri) dan cucunya H. Muhammad Kamaruzzaman (anak dari penulis) yang akrab dipanggil Memed.

Hingga saat ini penulis terus mempelajari seluk-beluk perhiasan tradisional Aceh tempo doeloe yang sebagian besar dari perhiasan itu menjadi koleksi dalam museum pribadi penulis, sebagai upaya penyelamatan benda-benda warisan budaya pusaka Aceh.

* Harun Keuchik Leumiek, kolektor benda-benda budaya peninggalan sejarah Aceh, berdomisili di Banda Aceh.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved