Citizen Reporter
Memahami Macan-macan Cina
SEJAK SD 17 tahun silam, saya sudah disuguhi pelajaran tentang macan Asia. Salah satu negara yang masuk kategori
OLEH NOVIANA DARUWATI KUSUMA ADI, sedang belajar International Law di Zhongnan University of Economic and Law, melaporkan dari Tiongkok
SEJAK SD 17 tahun silam, saya sudah disuguhi pelajaran tentang macan Asia. Salah satu negara yang masuk kategori macan Asia adalah Cina atau Tiongkok.
Kemudian, pada 8 September 2014 berbekal keberanian saya berangkat dari Boyolali, Jawa Tengah, untuk melanjutkan studi ke Tiongkok pada Jurusan Hukum Internasional di Zhongnan University of Economics and Law. Biaya studi saya ditanggung sepenuhnya oleh China Scholarship Council. Kampus ini hanya mempunyai jurusan berbasis hukum dan ekonomi. Tapi, orang Korea berbondong-bondong belajar bahasa Mandarin di sini pada setiap semester karena sudah ada kerja sama antara Korea dengan Zhongnan University of Economics and Law.
Pertama kali menginjakkan kaki di Tiongkok saya terheran-heran bahkan bertanya-tanya apa tujuan orang Cina memasang patung-patung macan di depan rumah makan, supermarket, bank, dan bangunan lainnya.
Di Indonesia pun di depan bangunan yang pemilik atau pendirinya orang Cina, sering diletakkan patung macan ini. Apalagi di Solo, Jawa Tengah, mayoritas pedagangnya dihuni orang Cina yang sudah menjadi warga negara Indonesia (WNI). Bisa dikatakan dari Universitas Sebelas Maret tempat saya belajar S1 di sepanjang jalan dengan mudahnya ditemukan patung-patung ini, seperti di kawasan Pasar Gede, Slamet Riyadi, dan Nonongan.
Mumpung masih di Tiongkok, saya sering bertanya kepada teman-teman Chinese saya apa makna sepasang patung macan itu. Ternyata mereka katakan patung tersebut merupakan pemanggil rezeki. Laoshi (sebutan untuk guru di Cina) juga pernah menjelaskan pada mata kuliah kebudayaan Cina bahwa patung macan di Cina dipahat pada masa Dinasti Ming (1368-1644) hingga Dinasti Qing (1644-1911) di Beijing. Namun, mulai mengalami masa kejayaan pada Dinasti Han (206 Sebelum Masehi-220 Sesudah Masehi) serta Dinasti Tang (618-907) yang awalnya hanya dapat ditemukan di Kota Xi’an. Tapi sekarang, patung-patung itu dapat dengan mudah ditemukan di berbagai kota.
Orang Cina sangat yakin, jika meletakkan patung macan di halaman rumah atau bangunan akan memberikan keberuntungan, keberanian, dan kekuatan. Patung macan yang dipasang pun selalu jantan dan betina. Patung macan jantan diletakkan di sebelah kiri gerbang yang bermakna kekuatan. Sedangkan patung macan betina terletak di kanan gerbang yang memiliki arti kemakmuran.
Macan-macan ini tak hanya dilambangkan dalam bentuk patung, tapi juga dalam bentuk tarian, yakni tari barongsai. Barongsai yang dimainkan sepuluh orang itu acapkali dimainkan ketika ada festival Tahun Baru Imlek atau pembukaan toko baru.
Menurut kepercayaan orang Tionghoa, tarian ini melambangkan keberanian, stabilitas, dan keunggulan. Tarian ini juga dikombinasi dengan kembang api dan musik yang bisa memukau penonton. Tak jauh dari itu hongbao yang berisi uang, siap dibagi-bagikan ketika festival tiba.
Suara pukulan simbal, gong, dan gendang biasanya mengiringi adegan tersebut dan atraktif pada tarian barongsai. Masyarakat percaya, tarian macan ini masuk bagian pertunjukan yang membawa keberuntungan.
Cina yang mendapat julukan “macan Asia” ini sudah mulai mengaum tak hanya di Indonesia, tapi juga di kancah global dari aspek ekonomi yang semakin menjulang tinggi dan drastis.
Simbol-simbol ini bukan hanya dijadikan sebagai simbol belaka, akan tetapi Cina telah membuktikan keberadaan “macan-macan”nya melalui perdagangan, baik secara bilateral maupun multilateral bahkan global.
Kegesitan Cina menumbuhkan perekonomian secara progresif diawali dengan kepercayaan pada diri sendiri. Contohnya, di Kota Wuhan tempat saya tinggal kini, setiap supermarket yang menjajakan barang dagangan tak lagi menyediakan plastik kresek untuk menjinjing barang yang dibeli. Apabila pembeli lupa membawa tas untuk tempat barang-barang belanjaannya, maka ia harus membeli plastiknya. Laoban atau penjual di sini sangat perhitungan dan tak mau dirugikan.
Untuk merebut kesempatan kita tak mesti harus menunggu. Yang penting, ambil dan sertakan ikhtiar untuk mewujudkannya. “Bermimpilah setinggi langit karena jika jatuh kamu akan jatuh di antara bintang-bintang,” begitu kutipan dalam film Laskar Pelangi. Ini menggambarkan betapa kekuatan simbol membawa berkah bagi yang meyakininya.
Singkatnya, belajar di Cina memberi banyak manfaat bagi saya, sebab saya tak hanya belajar mengenai ilmu pengetahuan di kelas saja, tapi juga mengenai budaya, lingkungan, dan keramahtamahan warganya, karena pada dasarnya belajar merupakan proses hidup tiada akhir. [Dengarkan HABA RANTO, Versi Audio Citizen Reporter "Memahami Macan-macan Cina"]
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com