Opini
Tarhib dan Targhib Ramadhan 1437 H
TARHIB Ramadhan dan targhib ramadhan selalu diucapkan ummat Islam sedunia setiap menjelang
Oleh Hasanuddin Yusuf Adan
TARHIB Ramadhan dan targhib ramadhan selalu diucapkan ummat Islam sedunia setiap menjelang puasa bulan Ramadhan sebagai manifestasi penyambutan kedatangan bulan mulya yang dilebihkan Allah Swt dari bulan-bulan yang lain. Perkataan tarhib itu dalam bahasa Arab menggunakan ha kecil, sehingga kalau dibaca bunyi hib itu masuk kerongkongan, ia merupakan masdar (kata dasar) dari rahhiba yang bermakna menyambut atau penyambutan. Kalau dipasang kepada kata Ramadhan, sehingga menjadi Tarhib Ramadhan mengandung makna menyambut atau penyambutan bulan suci Ramadhan.
Sementara kata tarhib yang menggunakan ha besar pada kata hib, sehingga bacaannya menjadi datar saja tidak masuk dalam kerongkongan merupakan masdar (kata dasar) dari perkataan rahhiba yang mengandung makna mengancam atau ancaman. Oleh karena itu kita harus membacanya dengan fasih sesuai dengan kaedah bahasa Arab yang sangat sensitif dengan perubahan bacaan yang tidak sesuai dengan tulisan. Kalau orang membaca tarhib Ramadhan dengan menggunakan ha kecil ia bermakna menyambut Ramadhan, tetapi kalau dibaca Tarhib Ramadhan dengan ha besar, maka maknanya akan jauh lari dari hakikat makna sebenarnya, yaitu menjadi mengancam atau ancaman terhadap Ramadhan.
Sementara itu perkataan targhib yang juga sering sekali bermunculan menjelang Ramadhan tiba berasal dari asal kata (masdar) raghghiba yang bermakna mencintai atau menyukai. Kalau ia dipasang kepada nama bulan Ramadhan menjadi Targhib Ramadhan, maka mengandung makna mencintai atau menyukai bulan Ramadhan. Kalau Tarhib Ramadhan itu melambangkan penyambutan bulan suci Ramadhan oleh setiap umat Islam, maka Targhib Ramadhan sendiri melambangkan pencintaan bulan suci Ramadhan oleh seluruh umat Islam karena Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang dilebihkan Allah dari bulan-bulan lain disebabkan banyak perkara yang berlaku dalam bulan tersebut seperti adanya malam Lailatul Qadar, bulan turunnya Alquran, bulan ampunan dosa dan sebagainya.
Menyambut Ramadhan
Sebagaimana juga persiapan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan maka persiapan menyambut Ramadhan juga perlu dipersiapkan. Di antara persiapan-persiapan yang harus dilakukan untuk menyambut Ramadhan adalah: Pertama, berdoa, ditemukan dari beberapa riwayat bahwa para salafussalih dari kalangan ulama terdahulu senantiasa berdoa dengan ucapan: Allahumma ballighni Ramadhan enam bulan sebelum tiba bulan Ramadhan. Doa tersebut mengandung makna seseorang kita meminta kepada Allah Swt agar kita diberi umur panjang, sehingga dapat menunaikan puasa Ramadhan, dapat membersihkan segala dosa, mendapatkan ampunan, berkah dalam kehidupan dan sehat tubuh badan,
Kedua, persiapan fisik, semua muslim harus jauh-jauh hari sebelum masuk bulan Ramadhan harus mempersiapkan fisik dan kesehatan agar tidak diserang oleh penyakit-penyakit yang dapat menghambat ianya berpuasa penuh sebulan Ramadhan. Persiapan fisik sangat penting artinya, walaupun Islam membolehkan umatnya yang sakit berbuka dan menggantikannya di bulan-bulan lain di luar Ramadhan. Sebagai catatan penting bagi kita adalah berpuasa qadha di luar Ramadhan sangat jauh beda makna dan manfaatnya dengan berpuasa penuh di bulan Ramadhan, karena Ramadhan adalah bulan yang dilebihkan Allah dari bulan-bulan yang lain. Untuk itu, penting mempersiapkan kesehatan fisik menghadapi puasa Ramadhan, termasuk juga para musafir di bulan Ramadhan jauh lebih baik dan lebih sempurna puasanya dilanjutkan dalam Ramadhan ketimbang berbuka dan meng-qadha-nya di bulan-bulan lain manakala ia sanggup melakukannya.
Ketiga, membersihkan pikiran dan pemikiran, setiap muslim yang menyambut bulan suci Ramadhan harus membersihkan pikiran dan pemikirannya sehingga jauh dari perbuatan jahat, jauh dari dengki khianat, jauh dari ketidak jujuran, jauh dari riya, ujub dan jauh dari foya-foya/mubazir selama berpuasa Ramadhan. Poin ini sangat penting karena semua perbuatan tersebut minimal dapat mengurangi pahala puasa Ramadhan seseorang kita manakala terlanjur atau sengaja melakukannya. Dari sekarang pikiran dan pemikiran seseorang kita harus diformatkan, sehingga jauh dari amalan-amalan tercela dan berdosa seperti itu.
Keempat, memperdalam ilmu pengetahuan khususnya berkenaan dengan hukum dan tatacara berpuasa, seorang muslim harus memiliki ilmu tentang puasa Ramadhan agar dia tau dan dapat melaksanakan puasa Ramadhan dengan benar dan sempurna sesuai pangaturan agama. Ilmu tersebut menyangkut dengan perkara-perkara wajib dalam berpuasa seperti tidak boleh tidak berpuasa, tidak boleh besetubuh siang hari Ramadhan, tidak boleh makan minum siang hari Ramadhan, dan juga perkara-perkara sunat selama berpuasa Ramadhan seperti tatacara makan sahur, tatacara berbuka, tatacara shalat Tarawih dan Witir serta amalan-amalan sunat lainnya. Persiapan tersebut boleh jadi rajin mengaji, rajin mendengar ceramah/khuthbah, dan boleh juga memperbanyak membaca dan bertanya.
Kelima, perbanyak amalan sunnat di bulan Sya’ban, prihal ini merupakan amalan Rasulullah saw yang apabila masuk bulan Sya’ban baginda lebih meningkatkan amalan-amalan sunnat dalam kehidupannya. Dalam hadis Bayhaqi diriwayatkan bahwa Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah saw bangun pada malam hari nisfu Sya’ban dan bersujud sangat lama, sehingga Aisyah berpikir seolah-olah Nabi sudah dipanggil oleh Allah Swt. Ketika Nabi bangkit dari sujud berucap kepada Aisyah: Ya Humaira, apakah engkau kira aku tidak memberikan hak kepadamu? Aisyah menjawab: Bukan ya Rasulullah aku pikir engkau sudah dipanggil oleh Allah karena lamanya sujudmu. Penggalan hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw sangat meningkatkan amalan-amalan sunnatnya di bulan Sya’ban menjelang bulan Ramadhan.
Oleh karena itu seyogyanya setiap muslim meningkatkan amalan-amalan sunnat di bulan Sya’ban sebai upaya mengikuti sunnah Rasulullah saw, baik prihal yang menyangkut dengan qiyamul lail, puasa Senin Khamis, shalat sunnat dan selainnya. Semua itu perlu dilakukan bukan hanya sekedar mengharap pahala dari Allah sahaja melainkan ia menjadi rutinitas yang dapat membantu seseorang terbiasa melakukan prihal sunat saat Ramadhan nantinya. Sekecil apa pun amalan sunat yang kita lakukan dengan benar di bulan Sya’ban dengan niat mengikuti sunnah Rasulullah saw maka tiada lain balasan dari Allah Swt melainkan pahala yang melimpah ruah.
Kesadaran diri
Satu hal penting yang perlu diingat dan dipraktikkan setiap muslim adalah menumbuhkan kesadaran diri dalam beribadah di bulan Ramadhan. Kesadaran diri itu tidak akan tumbuh sendiri melainkan ditumbuhkan oleh setiap pribadi muslim yang takut kepada Allah Swt. menumbuhkan kesadaran diri itu berkenaan dengan: meyakini seyakin-yakinnya bahwa berpuasa di bulan Ramadhan itu hukumnya wajib, siapa saja yang melakukan akan mendapat pahala dan yang meninggalkan akan mendapat dosa dan sika. Kesadaran diri bahwa siapa saja yang berpuasa dengan benar di bulan Ramadhan akan mendapatkan kesehatan dan keberkatan hidup dari Allah, tiada seorangpun yang mati di bulan Ramadhan karena ianya berpuasa, malah yang ada cukup ramai orang yang berpuasa di bulan amadhan yang sembuh dari berbagai penyakit yang dideritanya sebelum Ramadhan seperti sakit lambung/mag, kolesterol, asam urat, lever dan sebagainya.
Kesadaran diri berkenaan dengan nikmatnya puasa Ramadhan menjadi salah satu kelebihan bulan Ramadhan. Setiap muslim yang beriman merasakan nikmat sekali berpuasa di bulan Ramadhan karena semuanya sudah teratur rapi, mulai dari makan teratur dua kali sehari (sahur dan berbuka), tertahannya omongan kotor karena teratur oleh amalan puasa, suka menolong karena mendapatkan pahala yang berlipat ganda, suka beramahtamah karena tiada syetan yang menggoda, bahagianya berbuka bersama dengan anggota keluarga, dan sebagainya.
Bagaimana seseorang muslim itu menyadarkan dirinya bahwa berpuasa di bulan Ramadhan itu merupakan salah satu pembeda antara muslim dengan kafir sehingga dengan berpuasa penuh dan benar di bulan Ramadhan muslim tersebut akan mendapat ampunan dan sekaligus mendapatkan syurga Allah Swt. Sementara kafir tidak pernah mendapatkan ampunan Alah, tidak pernah mendapatkan syurga Allah malah sebaliknya mereka dilempar dalam neraka Allah semuanya. Bagaimana kita memformatkan pemikiran ini bahwa lewat puasa Ramadhan kita berpeluang mendapatkan ampunan dan syurga Allah Swt, sehingga kita akan sungguh-sungguh berpuasa dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa.
Membentuk, merawat, dan membenuh kesadaran diri seorang muslim menjadi tanggungan setiap muslim baik secara mandiri maupun berdasarkan bimbingan dan petunjuk para guru. Pembentukan kesadaran diri itu merupakan jatidiri dan dignity (harga diri) seseorang muslim baik di mata Allah maupun di mata sesama hamba. Oleh karenanya, hanya orang-orang yang pandai membentuk dan merawat kesadaran dirilah yang cenderung mendapatkan kemuliaan dari Allah dan dari hamba Allah karena format hidupnya sangat jelas, yakni takut meninggalkan perintah Allah dan takut pula melaksanakan larangan-Nya.
* Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh dan Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh. Email: diadanna@yahoo.com