Ini Ajimat Rante Bui Milik Tgk Cot Plieng, Kebal Peluru, Cerita Hingga Tersimpan di Museum Belanda

Karena tak lagi memiliki jimat stempel tersebut Teungku Cot Plieng pun akhirnya berhasil disergap oleh pasukan patroli pimpinan Letnan Terwogt.

Penulis: Muslim Arsani | Editor: Muhammad Hadi
Penampakan Rante Bui yang ditemukan Belanda di tubuh Tgk Di Cot Plieng dan sekarang tersimpan di Kolonial Museum, Amsterdam, Belanda. 

Laporan Ansari Hasyim | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pernahkah Anda mendengar rante bui? Bagi sebagian orang Aceh rante bui erat kaitannya dengan cerita mistik.

Diyakini, siapa yang menemukan dan memakainya di tubuh, rante bui bisa menjadi benteng pertahanan diri.

Tubuh orang yang memakainya dipercaya menjadi kebal dari serangan benda tajam.

Mustika rante bui dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh pernah ditemukan dan dipakai para pejuang Aceh yang mengobarkan semangat jihad melawan penjajah Belanda.

Salah satu rante bui itu adalah milik ulama besar Aceh Tgk Chik Di Tiro.

Baca: Gubernur Aceh Resmi Usul Laksamana Keumalahayati Pahlawan Nasional

Ajimat itu ditemukan Belanda di tubuh Tgk Di Cot Plieng.

Sampai kini rante bui itu masih tersimpan di Kolonial Museum di Amsterdam, Belanda dalam etnografia Aceh.

H C Zentgraaff dalam bukunya “Atjeh” yang dikutip pemerhati sejarah dan budaya Aceh, Iskandar Norman.

Dalam tulisannya berjudul "Rante Bui" menyebutkan yang memiliki benda yang bisa menjadi ajimat tersebut hanyalah Teungku Brahim di Njong, Teungku Chik Samalanga dan Teungku Cot Plieng.

Mereka adalah pemimpin-pemimpin spiritual di Aceh (ulama) yang mengobarkan semangat jihad melawan Belanda.

“Teungku Cot Plieng merupakan yang paling utama di antara mereka itu. Komandan-komandan patroli kita (Belanda-red) yang paling ulung sekali pun, tak punya harapan menghadapi dia. Tak ada seorang Aceh pun yang berani memberitahukan dimana tempat persembunyian segerombolan dari ulama yang sangat keramat itu,” tulis Zentgraaff.

Namun demikian Belanda terus memburunya, sampai kemudian pada Juni 1904, pasukan Belanda pimpinan Kapten Stoop berhasil menemukan jejaknya di antara dua aliran sungai Gle Keulabeu.

Baca: Keumalahayati Disetujui Jadi Pahlawan Nasional

Ia pun disergap, tapi Teungku Cot Plieng berhasil lolos dari “lubang jarum” dengan meninggalkan Alquran dan jimat stempelnya.

Jimat stempel yang ditemukan dari Teungku Cot Plieng itu, disebut-sebut merupakan warisan dari Teungku Syeh Saman Di Tiro, yang dikenal dengan Teungku Chik Di Tiro.

Karena tak lagi memiliki jimat stempel tersebut Teungku Cot Plieng pun akhirnya berhasil disergap oleh pasukan patroli pimpinan Letnan Terwogt.

Dalam penyergapan tersebut, ulama karismatik itu pun gugur tertembak.

Mayatnya kemudian diusung ke salah satu bivak, untuk keperluan identifikasi.

Belanda heran, karena mayat tersebut tidak membusuk.

Untuk memastikan kalau itu adalah Teungku Cot Plieng, Belanda akhirnya memanggil Panglima Polem.

Baca: Habib Teupin Wan, Pahlawan yang Terlupakan

Sampai di sana, Panglima Polem memberi hormat pada mayat itu dengan melakukan sujud di tengah orang-orang Aceh yang terdiam karena rasa hormatnya.

“Ketika kami berjumpa, Panglima Polem bilang hal itu merupakan rahasia Tuhan,” jelas Zentrgaaff.

Zentrgaaff, penulis yang pernah bertugas sebagai militer di Aceh, namun kemudian beralih menjadi wartawan Harian Java Bode.

Panglima Polem pun kemudian melepaskan rante bui dari mayat Teungku Cot Plieng dan memberikannya kepada Van Daalen, seorang perwira Belanda.

Tapi Van Daalen menolaknya, karena tak suka terhadap hal-hal yang berbau mistik.

Setelah operasi pembersihan besar-besar dilakukan pasukan Belanda di Pidie, ajimat itu kemudian dihadiahkan kepada Veltman, perwira Belanda lainnya yang kerap dipanggil sebagai “Tuan Pedoman”.

Ia tidak juga memakai ajimat itu.

Baca: Terinspirasi Pahlawan Aceh Cut Nyak Dhien, Politikus Inggris Beri Nama ini untuk Putrinya

Ia lebih percaya kepada sebilah besi baja tajam dan sepucuk revolver, ketimbang ajimat tersebut.

Akhirnya rante bui itu dihadiahkan kepada Kolonial Museum di Amsterdam, Belanda, yang hingga kini masih disimpan dalam etnografia Aceh.

“Saya berhasil memperoleh sebuah gambar potretnya berkat bantuan seorang bekas opsir marsose kawakan bernama Lamster,” jelas Zentgraaff.

Pada ajimat kebal yang ditemukan di tubuh jenazah Tgk Cot Plieng, seorang ulama yang dianggap keramat, tampak sebuah peluru dan ulat yang membatu melekat pada rante bui tersebut.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved