Breaking News

Kupi Beungoh

Sultan Iskandar Muda Hanya Mengizinkan ‘Ahlusunnah Wal Jama’ah’ Di Aceh

Di Bab satu Qanun Meukuta Alam ini, dijelaskan bahwa dasar hukum Kerajaan Aceh Darussalam adalah Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.

Editor: Zaenal
Teuku Zulkhairi, MA 

“Dan hendaklah menjaga agama Islam Syari’at Rasulullah Saw supaya jangan masuk Mu’tazilah, Khawarij, Rafidi (dan) Syi’ah, yakni semua kaum yang tujuh puluh dua. Sebab, karena kaum yang Tujuh Puluh Dua, maka itulah kaum yang merusakkan agama Islam dan kaum itulah yang merusakkan agama Islam dan kaum itulah yang menghasut-hasutkan rakyat dan membikin huru-hara negeri dan mengacaukan keamanan rakyat dan kemakmuran negeri”.

Sampai di sini, kita bisa menemukan pertalian kondisi zaman now (sekarang) dengan upaya masa lalu menjaga Aceh agar terus aman dan damai, jauh dari huru-hara.

Dan rupanya, kebijakan melarang aliran-aliran tersebut di atas agar tidak menyebar di Aceh telah dilakukan sejak dahulu, bukan hanya saat ini.

Jadi, sejatinya apa yang dilakukan oleh para ulama Aceh yang tergabung di MPU saat ini adalah persis seperti yang dulu juga pernah dilakukan.

Lalu apa alasannya berikutnya sehingga paham-paham itu dilarang di Aceh, baris berikutnya berbunyi: “Dan kaum yang tujuh puluh dua, maka itulah kaum yang khianat kepada Syari’at Rasulullah dan kaum yang tersebut itu amat musuh dengan ulama Ahlusunnah wal jama’ah radhiallahu ‘anhum. Dan kaum itu sangat musuh dengan awliya, dan dengan ulama yang shalihin”.

Baris ini menandakan adanya ketegasan dilarangnya paham-paham tersebut agar tidak menyebar di Aceh.

Lalu, baris berikutnya kembali dipertegas:

“Maka apabila masuk yang tujuh puluh dua ke dalam tiap-tiap negeri, maka negeri itu sudah terang hancur dan cerai berai rakyat. Maka sekali-kali, Sultan Meukuta Alam Iskandar Muda tiada memberi izin dalam negeri Aceh berdiri “firqah-firqah” yang tujuh puluh dua di seluruh negeri Aceh.”

Nampaknya apa yang ditulis di atas bukanlah berdasarkan rekaan semata, melainkan muncul karena realitas historis di zaman sebelumnya yang pernah disaksikan oleh para ulama di Aceh saat itu atau pengalaman di masa sebelumnya.

Maka tidaklah mengherankan bahwa Sultan Iskandar Muda tidak memberi izin berdiri firqah apapun di Aceh selain Ahlusunnah wal Jama’ah.

Sultan Iskandar Muda memahami konsekuensi jika Aceh tidak dijaga dari firqah-firqah di luar Ahlusunnah wal Jama’ah.

Terkait dengan firqah-firqah ini dan kenapa Sultan Iskandar Muda nampak begitu sangat peduli, terdapat sebuah hadis yang barangkali menjadi dasar pemikiran yang mempengaruhi kebijakan Sultan Iskandar Muda dan para ulama Aceh saat itu.

Hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam Tirmizi tersebut berbunyi sebagai berikut: “.....dan umatku akan berkelompok menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan. Sahabat bertanya: Siapa mereka itu Rasulullah? Rasulullah menjawab: “(mereka adalah golongan yang mengikuti) apa yang ada padaku dan sahabat-sahabatku.”

Juga terdapat hadis lainnya riwayat Abu Daud yang berbunyi: “Maka berpegang teguhlah kalian terhadap Sunnah-ku serta sunnah Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pedomanilah sunnah (jalan hidup) mereka dan pegangilah erat-erat!”

Nampaknya, faktor hadis ini sangat mempengaruhi kebijakan Sultan Iskandar Muda dalam menjaga Aceh dari paham di luar Ahlusunnah wal Jama’ah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved