Breaking News

Kupi Beungoh

Sultan Iskandar Muda Hanya Mengizinkan ‘Ahlusunnah Wal Jama’ah’ Di Aceh

Di Bab satu Qanun Meukuta Alam ini, dijelaskan bahwa dasar hukum Kerajaan Aceh Darussalam adalah Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.

Editor: Zaenal
Teuku Zulkhairi, MA 

Sebagai seorang Sultan yang shalih, tentu ini sangat bisa dipahami, beliau sangat ingin menjaga Aceh agar tetap aman dan damai, jauh dari huru-hara dan kekacauaan.

Dan terbukti, bahwa Aceh di masa Sultan Iskandar Muda mengalami puncak kejayaannya, dimana beberapa referensi menyebut bahwa saat itu Aceh menjadi kerajaan Islam nomor lima terbesar di dunia, setelah Ottoman, Mughal, Maroko, Isfahan dan kemudian Kerajaan Aceh Darussalam.

Pada saat itu, Kerajaan Aceh Darussalam juga menjadi pusat keagamaan Islam di kawasan Asia Tenggara, sampai Aceh digelar dengan “Serambi Mekkah”.

Tentu, kekuatan stabilitas dalam negeri sangat mempengaruhi kebehasilan Sultan membawa Aceh ke era emasnya.

Sekiranya keadaan dalam negeri penuh dengan huru-hara dan kekacauaan, tentu tidak mungkin Kerajaan Aceh Darussalam akan megah dan jaya.

Pada sub bab berikutnya dijelaskan lebih lanjut tentang Sultan Iskandar Muda mengizinkan ulama mazhab empat masuk ke Aceh.

“Dan yang boleh diberikan izin masuk alim ulama di luar negeri yang hendak mengajar ilmu agama Islam ke dalam negeri Aceh. Itulah Ahlusunnah wal Jama’ah, yaitu Imam Syafi’i, dan Imam Hambali, dan Imam Maliki dan Imam Hanafi dan Imam Abu Hasan al- Asy’ari dan Imam Abu al-Qasim Syaikh Junaidi Baghdad dan lain-lainnya radhiallahu ‘anhum.”

Ini menandakan bahwa perizinan dakwah sudah dilakukan sejak dahulu, yaitu dimana tidak semua orang diizinkan berdakwah di Aceh, melainkan seperti dengan kriteria di atas.

Tujuannya, tentu seperti dijelaskan di awal, yaitu agar tidak terjadi huru-hara di dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam.

Dan juga menandakan, bahwa Ahlusunnah wal Jama’ah di Aceh adalah identik dengan Imam Abu Hasan al- Asy’ari (Asya’irah), serta juga menandakan bahwa saat itu Kerajaan Aceh Darussalam menerima aliran Sufi yang merujuk ke Abu al-Qasim Syaikh Junaidi Baghdad, atau yang lebih dikenal dengan Junaid al-Baghdady. 

Dengan demikian, Ahlusunnah wal Jama’ah di Aceh yang merujuk ke Abu Hasan al- Asy’ari (Asya’irah) telah memiliki referensi yang otentik dan histioristik.

Dan begitu juga aliran sufi, yaitu yang berkembang juga dibatasi ke aliran Sufi Abu al-Qasim Syaikh Junaidi Baghdad yang dikenal sebagai “Pangeran Kaum Sufi”.

Oleh sebab itu, apa yang dilakukan oleh para ulama Aceh saat ini, termasuk yang difatwakan oleh MPU Aceh, dan juga seperti yang tertulis dalam Qanun Pokok-Pokok Syari’at Islam di Aceh yang antara lain menetapkan bahwa Aqidah masyarakat Aceh adalah Ahlusunnah wal Jama’ah dan fiqih empat mazhab, sesungguhnya merupakan upaya mengembalikan kejayaan seperti masa lalu, khususnya yaitu untuk menjaga stabilitas Aceh.

Qanun Meukuta Alam di baris selanjutnya berbunyi:

“Maka sebab itulah Paduka Sri Sultan Sulaiman Meukuta Alam Iskandar Muda  Perkasa Alam Syah mendirikan mufti empat mazhab, yakni Syaikh al- Islam; Mufti empat dalam negeri Aceh Darussalam, karena menjaga dan memeliharakan hukum Syara’ Syari’at Rasulullah Saw dan kaum yang tujuh puluh dua yang khianat kepada agama Islam”.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved