Kupi Beungoh
Kisah Jabir Atsaratul Kiraam, Penjamin Dermawan yang Sedang Melarat
Dari kisah dua tokoh besar ini terdapat pelajaran betapa besarnya kesalihan sosial berupa kepedulian sesama
Oleh : Tgk Mustafa Husen Woyla
Sebuah kisah menggugah dan inspiratif diceritakan oleh guru kami, Tgk Muhammad Faisal Sanusi, saat dalam perjalanan dari Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee menuju Dayah Putri Ruhul Fatayat, Seulimeum.
Perjalanan ini dalam rangka memenuhi undangan khanduri maulid dan Haul Syeikh Abdul Wahab Abbas.
Tgk Faisal menceritakan kisah dari Syaibah bin Muhammad al-Dimsyiq pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik.
Pada masanya, ada seorang kaya raya bernama Khuzaimah bin Bisyr. Khuzaimah ini adalah seorang yang mempunyai kewibawaan dan keutamaan, serta berkelakuan baik terhadap orang sekitarnya.
Jika ada yang minta bantu tanpa dia tidak melihat berapa jumlahnya, Khuzaimah langsung merogoh kantongnya.
Namun beberapa waktu kemudian, Allah memberikan cobaan. Khuzaimah jatuh miskin sehingga dia membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Saudara dan orang sekitarnya membantu, namun terbatas.
Ketika sudah kurang perhatian dari saudaranya, Khuzaimah lantas mendatangi istrinya, yang mana istrinya itu adalah sepupunya sendiri.
Khuzaimah berkata, wahai sepupuku, Aku telah bertekat untuk tidak akan keluar dari rumah sampai ajal menjemputku.
(Baca: Meneropong Hubungan Intelektualitas Aceh (Dayah, Al- Azhar, dan Alumni Timur Tengah))
Lalu dia menutup pintu rumahnya. Tinggallah dia sampai habis persediaan makanannya sehingga akhirnya dia berada dalam kebingungan.
Lalu pertolongan Allah pun datang. Keadaan yang dialami Khuzaimah menjadi topik bahasan di dalam majelis yang dihadiri oleh Ikrimah al-Fayyadh ar-Rabi’i, gubernur di negeri itu.
Seketika itu pula Ikrimah berkata, bagaimana keadaannya?
Para jama’ah menjawab, keadaan Khuzaimah sekarang menjadi sangat buruk, hingga tidak dapat digambarkan keadaan tersebut. Dia mengunci pintu rumahnya dan berdiam diri di dalamnya.
Kemudian Ikrimah berkata, apakah Khuzaimah mendapatkan sesuatu pemberian yang mencukupkan baginya?
Jamaah menjawab, tidak. Ikrimah pun terdiam.
Ketika malam telah tiba, Ikrimah pergi dengan membawa empat ribu dinar yang diletakkan di suatu kantong.
Lalu pergilah dia tanpa diketahui penduduk negerinya.
Ikrimah pergi menunggang binatang ternaknya bersama seorang pengawal dengan membawa harta.
Ketika sampai di depan rumah Khuzaimah, Ikrimah meminta pengawal tersebut agar menjauh darinya.
Ketika Khuzaimah keluar dari rumahnya, Ikrimah langsung memberikan kantong tadi, seraya berkata, perbaikilah keadaanmu dengan ini!.
Khuzaimah menerima pemberian orang yang tidak dikenal itu. Tetapi karena kantongnya sangat berat, Khuzaimah pun meletakkannya.
Ia kemudian memegangi kekang hewan tunggangan Ikrimah, seraya berkata kepadanya, “siapa engkau?”
Ikrimah menjawab, “Hei tuan, tidaklah aku mendatangimu pada jam seperti ini karena aku ingin engkau mengenaliku.”
Khuzaimah berkata, “Aku tidak akan menerima harta ini, atau engkau memberitahuku siapa dirimu.”
Ikrimah berkata, “Aku Jabir Atsaratul Kiraam (penjamin dermawan yang sedang bangkrut).”
Khuzaimah berkata, “tambahkan lagi!”
Ikrimah berkata, “tidak ada tambahan,”. Lalu dia pergi.
(Baca: Spirit Maulid Nabi)
Khuzaimah kemudian masuk ke rumahnya dengan membawa kantong tadi. Ia berkata kepada istrinya, “Bergembiralah kamu wahai istriku, karena Allah Yang Maha Adil telah memberikan kelapangan dan kebaikan. Jika saja kantung ini berisikan uang, maka tentu akan sangat banyak. Bangunlah! nyalakanlah lampu!”.
Istrinya berkata tidak tahu jalan untuk menyalakan lampu karena gelap.
Maka, Khuzaimah pun meraba kantong tersebut. Dia mendapati di dalamnya terdapat banyak kepingan emas, dia pun tidak mempercayainya.
Di tempat lain, Ikrimah yang tiba di rumahnya di tengah malam buta mendapati istrinya dalam keadaan marah. Hatinya serasa terbelah melihat suaminya pulang setelah pergi tanpa pamit.
Isteri Ikrimah sampai menampari wajahnya.
“Ada apa denganmu?” tanya Ikrimah kaget.
Sang isteri berkata, “wahai sepupuku, engkau telah berkhianat!”.
Ikrimah berkata, “Dengan apa?”.
Sang istri berkata, “tidak ada seorang pemimpin negara, pada malam hari yang sepi, pergi dari anak-anaknya seorang diri, dengan bersembunyi dari keluarganya, kecuali ke tempat istrinya atau berperang.”
Ikrimah pun berkata, “Allah Maha Tahu, Aku tidak pergi ke salah satu dari keduanya.”
“Beritahukan kepadaku kemana engkau pergi?” istrinya mendesak.
Ikrimah berkata, “wahai istriku, Aku tidak pergi pada waktu ini, sementara aku ingin diketahui oleh seseorang.”
“Engkau harus menceritakan kepadaku!” istrinya terus mendesak
Ikrimah berkata, “Baiklah, akan tetapi engkau harus merahasiakannya”.
Maka, Ikrimah pun menceritakan perihalnya.
(Baca: Kisah Polisi Baik Hati, Namanya Aiptu Zainal, Tiap Hari Antar Jemput Gadis Miskin Ini ke Sekolah)
Melunasi hutang
Ketika waktu pagi tiba, Khuzaimah melunasi hutang-hutangnya, dan memperbaiki keadaannya.
Kemudian Khuzaimah menemui Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik di Palestina.
Penerima tamu memberitahukan Sulaiman tentang kedatangan Khuzaimah yang sudah terkenal kerhormatannya.
Sulaiman berkata, “Wahai Khuzaimah, apa yang membuatmu lama tidak mengunjungi kami?.”
Kuzaimah berkata, “Suatu hal yang buruk.”
Sulaiman berkata, “Mengapa engkau tidak meminta tolong kepada kami?”
Khuzaimah berkata, “itulah kelemahan ku”.
Sulaiman berkata, “Apa yang terjadi padamu?”
Kemudian Khuzaimah menceritakan kisahnya dari awal hingga akhir. Termasuk tentang kedatangan seseorang yang tidak dikenal ke rumahnya, membawa uang di tengah malam buta.
Sulaiman berkata, “Apakah engkau mengenalinya?”
Khuzaimah menjawab, “Aku tidak mengenalinya wahai Amirul Mukminin, karena dia menyamarkan diri, dan aku tidak mendengar darinya kecuali perkataan ‘Aku adalah Jabir Atsaratul Kiraam (penjamin dermawan yang sedang melarat)’.”
Sulaiman sangat penasaran ingin mengetahui orang tersebut. Kemudian dia berkata, “Jika kita mengetahui dia, maka akan kita angkat kehormatannya.”
Setelah berdialog dengan Khuzaimah, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik kemudian meminta tongkat dan kemudian mengangkat Khuzaimah untuk memimpin jazirah yang kala itu sedang ditangani oleh Ikrimah al-Fayadh.
(Baca: Empat Laki-laki di Aceh Singkil Ditangkap karena Korupsi Dana Perempuan)
Memenjarakan Ikrimah
Beberapa hari setelahnya, Khuzaimah pergi meminta kepemimpinan jazirah kepada Ikrimah.
Proses alih kuasa awalnya berlangsung lancar, sampai kemudian Khuzaimah merasakan ada sesuatu yang janggal saat mengecek pebendaharaan (kas) negeri tersebut.
Khuzaimah meminta Ikrimah untuk segera mengembalikan harta yang kurang ke kas negeri.
Ikrimah berkata, “Aku tidak mempunyai harta lagi untuk kuberikan.”
Khuzaimah berkata, “Engkau tetap harus menyerahkannya!”
Ikrimah berkata: “Harta benda itu bukan milikku, maka lakukanlah apa yang engkau mau lakukan!”
Maka, Khuzaimah memerintahkan untuk memenjarakan Ikrimah.
Beberapa hari kemudina, Khuzaimah mengutus seseorang untuk meminta kembali harta yang kurang itu kepada Ikrimah.
Akan tetapi Ikrimah mengutus kembali utusan itu untuk mengatakan, “Aku bukan layaknya orang yang melindungi hartanya dengan jiwanya, maka lakukanlah apa yang ingin engkau perbuat!”
Maka Khuzaimah pun memerintahkan untuk membelenggu Ikrimah, hingga sang mantan pemimpin itu berada dalam kesempitan selama berbulan-bulan. Kondisi itu membuatnya sakit parah.
Keadaan membahayakan yang menimpa Ikrimah ini sampai kepada sepupunya/istrinya, sehingga istrinya merasa gelisah dan bersedih hati dengan khabar itu.
Kemudian istri Ikrimah memanggil bekas budaknya yang cerdas, lalu berkata kepadanya, “Sekarang pergilah kamu ke pintu rumah Amir Khuzaimah bin Bisyr! Jika kamu sudah memasukinya, maka mintalah dia untuk berbicara empat mata denganmu! Dan jika dia melakukannya, maka katakanlah kepadanya: ‘Apakah ini imbalan yang engkau berikan kepada Jabir Atsaratul Kiraam? Engkau membalasnya dengan penjara dan sempitnya belenggu?”
Maka bekas budak tadi pun melaksanakan perintah tersebut.
Tatkala Khuzaimah mendengar perkataan bekas budak tadi, dia langsung berkata, “Aku telah berburuk sangka kepadanya, apakah dia Jabir Atsaratul Kiraam?”
Budak perempuan itu berkata: “Ya”.
Seketika itu Khuzaimah menemui Ikrimah yang sedang berada dalam ruangan penjara dengan keadaan memprihatinkan.
Ketika Ikrimah melihat Khuzaimah dan orang-orangnya, hal itu membuatnya marah, lalu dia pun memalingkan kepala dari Khuzaimah, lantas berkata, “Apakah ini sebagai ganti darimu?”
Khuzaimah berkata, “Betapa mulia perbuatanmu, tapi begitu buruk balasanku.”
Ikrimah menjawab, “Semoga Allah mengampuni aku dan kamu.”
Kemudian Khuzaimah memerintahkan untuk membuka belenggu besi yang menghimpit Ikrimah.
Lalu Khuzaimah memerintahkan untuk memasangkan belenggu itu di kakinya sendiri.
Lantas Ikrimah berkata, “Apa yang akan engkau lakukan?”
Khuzaimah “Aku ingin merasakan hal yang buruk sebagaimana kamu.”
Ikrimah berkata, “Aku bersumpah demi Allah atasmu agar jangan kamu lakukan itu!”
Khuzaimah meminta Ikriimah untuk pergi bersamanya menemui Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik, yang pada hari itu sedang berada di Ramlah.
Ketika melihat Khuzaimah, Khalifah berkata, “Seorang wali jazirah/gubernur datang tanpa adanya perintah, Hal ini tidak mungkin melainkan ada perkara yang besar.”
Setelah saling menanyakan keadaan, Sulaiman berkata: “Apa yang membuatmu datang kemari?”
Khuzaimah menjawab: “Aku telah mendapatkan Jabir Atsaratul Kiraam yang dermawan, dan aku ingin menggembirakan engkau, karena engkau sangat penasaran kepadanya, dan karena tingginya rasa inginmu untuk melihatnya.”
Sulaiman berkata “Lalu siapakah dia?”
Khuzaimah menjawab “Ikrimah al-Fayyadh.”
Khalifah bertanya “Wahai Ikrimah, tidaklah perbuatan baikmu kepada Khuzaimah kecuali berakibat buruk atasmu?”
Kemudian berkata “Tulislah di atas kertas semua keinginanmu, dan apa yang kamu inginkan!”
Ikrimah berkata “Aku hanya ingin engkau memaafkanku wahai amirul mukminin.”
Sulaiman berkata “Itu sudah pasti.” Sulaiman pun meminta kertas dan tinta, lalu berkata, “Tulislah apa yang engkau inginkan!”
Ikrimah pun melakukannya. Kemudian Sulaiman memerintahkan orang untuk memenuhi semua permintaannya saat itu juga, lalu memrintahkan untuk memberinya sepuluh ribu dinar, dan dua karung pakaian.
Kemudian Sulaiman membaiat Ikrimah lalu diserahkanlah kekuasaan atas Jazirah, Armenia, dan Azerbaijan kepada Ikrimah.
Kemudian Sulaiman berkata “Urusan Khuzaimah ku serahkan kepadamu, jika engkau mau maka engkau dapat menetapkannya kepemimpinannya. Tapi jika engkau mau, engkau juga dapat memecatnya.”
Ikrimah berkata, : “Aku ingin mengembalikan jabatan gubernur kepadanya.”
Lalu beranjaklah keduanya, Ikrimah dan Khuzaimah tetap bekerja dengan Sulaiman bin Abdul Malik selama kekhalifahannya.
(Baca: Kisah Kemal Idris, Jenderal Sampah Anti-Sukarno yang Berani Arahkan Moncong Meriam ke Istana Negara)
Pelajaran hidup
Dari kisah di atas, sungguh banyak terdapat pelajaran hidup bagi generasi muslim hari ini.
Pertama, kita dianjurkan untuk membaca sirah an-nawabiyah, kisah para salaf as-shalih dan perjalanan hidup orang-orang shalih.
Kedua, dari kisah dua tokoh besar itu terdapat pelajaran betapa besarnya kesalihan sosial berupa kepedulian sesama tanpa pandang bulu. Juga saling membangun serta menjaga silaturahim dan ukhuwah.
Ketiga, para pemimpin Islam terdahulu tidak egois dengan mementingkan diri sendiri, bukan tipe pendendam dengan membunuh karakter lawan politik ketika berkuasa.
Keempat, para pemimpin muslim juga sangat dermawan, bersih dari pencitraan, dan tidak mengharap balasan.
Di situ juga terlihat hubungan sahabat bahkan ikatan persaudaraan tidak menjadi penyebab melindungi bagi orang yang bersalah.
Apakah hal ini ada dalam prilaku muslim Aceh hari ini? Sejatinya, spirit itu sudah terlihat jelas dalam pelaksanaan Maulid Rasul bagi rakyat Aceh selama 100 hari karena semangat memberi makan dan silaturahim adalah bentuk pengamalan dari perintah Rasulullah, “Tebarkan salam, sambung silaturahim, dan memberi makan.”
Bahkan dalam empat rangkaian peringatan maulid berupa memberi makan, membaca Alquran, shalawat, dan membaca sirah an-nabawiyah juga rutin dilaksanakan di berbagai tempat di Aceh.
* Penulis adalah, Guru dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee dan Sekjen Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) dan Pengamat Bumoe Singet
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.