Angka Penganiayaan Fisik, Seksual dan Diskriminasi Rasial 'tinggi' Terhadap TKI di Hong Kong

Dalam kasus kriminal, pengadilan Hong Kong menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan denda senilai 15.000 dolar Hong Kong

Editor: Fatimah
AFP
Erwiana dalam jumpa pers di Hong Kong tanggal 22 Desember setelah memenangkan tuntutan ganti rugi. 

"Jadi dalam tujuh bulan pertama diperlukan untuk bayar hutang. Selama bulan-bulan itu, keluarga tak mendapat kiriman apa-apa kecuali ada majikan yang berbaik hati mengirimkan beberapa ratus dolar untuk keluarga mereka," kata Cyntia.

Pelatihan ditambah dua hari pada 2018

Hermono, Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, BNP2TKI, mengatakan pihaknya menganggarkan penambahan pelatihan dari satu hari menjadi dua hari agar tenaga kerja memahami haknya selain kewajiban.

"Untuk tahun 2018 anggaran tambahan agar pre-departure training (pelatihan sebelum keberangkatan) untuk dua hari, sehingga TKI dapat bekal lebih di tempat kerjanya manakala menghadapi situasi yang sifatnya mengancam dan merugikan mereka," kata Hermono.

"Dengan demikian apabila terjadi pelanggaran oleh majikan, TKI dapat menghubungi Perwakilan Indonesia atau BNP2TKI. Kementerian Luar Negeri juga sudah mengembangkan aplikasi yang memudahkan TKI melaporkan bilamana terjadi pelanggaran terhadap hak-hak TKI termasuk physical atau sexual abuses. Selain itu, perwakilan kita juga selalu siap untuk memberikan perlindungan termasuk menyediakan lawyer," tambahnya.

"Sangat rasis terhadap pembantu rumah tangga...diPHK karena "hitam"

Pegiat migran Indonesia, Eni Lestari mengatakan dua hal yang menjadi fokus organisasi mereka adalah akomodasi, makan serta jam kerja karena pada umumnya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tinggal bersama majikan.

"Perbudakan modern masih eksis karena hukum yang ada (di Hong Kong) masih mendiskriminasikan pekerja rumah tangga. Dipaksa hidup serumah dan jam kerja tak diatur, tempat tidur tak diatur (standarnya), dan ini dimanfaatkan majikan jahat."

Eni mengatakan pekerja asing masuk dalam Undang-Undang Perburuhan Hong Kong sehingga mereka juga memiliki hak cuti, hak libur dan hak sakit seperti pekerja lainnya.

Namun "pemerintah Hong Kong tak bersedia mengatur hak lainnya, di luar hak perburuhan misalnya hak jam kerja, jadi kita mau bekerja 24 jam dalam sehari, itu hak majikan yang menentukan," kata Eni yang sekarang menjadi ketua International Migrant Alliance.

"Sistem ini mengikat 24 jam sehari, enam hari seminggu, dan membuat majikan punya otonomi penuh, terhadap hidup kita setiap hari mulai hak telepon, hak beribadah," pungkasnya.

Contoh untuk melawan

"Juga tempat tidur yang layak, hanya deklarasi akan memberi tempat tidur, tapi standar layak itu apa. Dan makanan juga tak mengatur terkait makanan layak apa, jadi mau dikasih makan sisa, kadalurwarsa, atau seperti Erwiana cuma dikasih empat roti per hari untuk makan pagi dan siang dan satu mangkuk kecil nasi untuk makan malam," tambahnya.

Baca: Bermula Info dari Facebook, Haji Uma Bantu Kepulangan TKI Asal  Aceh Utara yang Sakit di Malaysia

Eni -yang memberikan pidato di Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang pengungsi dan migran di New York pada September 2016 mewakili buruh migran- juga bercerita tentang perlakuan rasis sejumlah majikan di Hong Kong.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved