Kupi Beungoh
Soal Makam Kuno di Belantara Aceh Besar, Boleh Jadi Pusara Pendiri Kesultanan Aceh Darusalam
Salah satu yang sangat menarik adalah tanggapan panjang lebar yang ditulis oleh warganet dengan nama akun Musadiq Moment.
Beliau menulis tanggapannya dalam kolom komentar di bawah tulisan saya di rubrik Kupi Beungoh dengan judul “Ziarah Makam di Belantara Aceh Besar, Diduga Pusara Pendiri Kota Banda Aceh, Begini Kondisinya’’.
Bagi saya, tulisan Musadiq ini menarik untuk saya kutip kembali di sini, karena memberikan pencerahan bagi saya, sekaligus menjadi bahan diskusi bagi pemerhati sejarah Aceh, tentang siapa sebenarnya sosok yang dimakamkan di sana.
(Baca: Beredar Informasi Hoax Seputar Penerimaan CPNS 2018, Begini Klarifikasi dari Pihak Menpan)
Berikut tulisan Musadiq Moment yang saya kutip utuh dari kolom komentar di Serambinews.com:
“Sepertinya terjadi misinformasi pada artikel ini, tertulis:
"Sultan Alaiddin Djohan Syah (meninggal 1760) adalah sultan kedua puluh empat kesultanan Aceh. Banyak pendapat menyebut, Alaidin Djohan Syah adalah pendiri Kota Banda Aceh."
Tanggapan Saya:
Apabila Sultan Alaiddin Djohan Syah yang merupakan sultan ke 24 dan wafat pada tahun 1760 Masehi ini adalah pendiri kota Banda Aceh seperti yang hendak disebutkan, lalu apakah nama kota Banda Aceh sendiri pada periode 23 sultan-sultan sebelumnya, termasuk pada era Sultan Iskandar Muda? Kita tahu bahwa Istana Daruddunya didirikan oleh Sultan Iskanda Muda dan berada tepat di jantung kota Banda Aceh saat ini. Bahkan Pendapa kegubernuran sekarang berada di lokasi situs Istana Daruddunya.
Menurut hemat saya, ada kemungkinan terjadi kesalahpahaman seputar hal ini, sebab bisa jadi yang hendak dimaksud sebenarnya mengenai lokasi makam yang dikunjungi tersebut adalah makam Sultan Meurah Johan yang bergelar Alaiddin Djohan Syah yang juga pendiri Kesultanan Aceh Darusalam, dan peristiwa itu terjadi di kota lama yang bernama Bandar Lamuri pada tahun 1205-6 Masehi. Konon beliau adalah murid langsung Syeikh Abdullah Kan'an yang dimakamkan di Indrapuri.
Sejauh yang saya ketahui, memang benar bahwa pada era dinasti Aceh-Bugis berkuasa pada kisaran abad 17 kemudian, ada juga nama Sultan Aceh kala itu yang menggunakan nama Alaiddin Djohan Syah untuk menghormati figur Meurah Johan yang pernah disematkan langsung sebagai gelar untuk Meurah Johan oleh gurunya (Syeikh Abdullah Kan'an) dengan sebutan Alaiddin Djohan Syah.
Singkatnya, Sultan Aceh yang bergelar Alaiddin Djohan Syah untuk pertama kali adalah Meurah Johan pada abad ke-12 Masehi, sedangkan yang bernama Alaiddin Djohan Syah belakangan adalah yang memang pernah ada beberapa abad kemudian.
Oleh sebab itu, artikel di atas malah menyisakan dua pertanyaan:
Pertama, apa nama kota di Aceh yang menjadi induk pemerintahan pada era Iskandar Muda dan selanjutnya? Apabila namanya Kutaraja, maka kota itu sudah ada dan menjadi sentra Pemerintahan. Pun apabila, kemudian namanya diganti menjadi Banda Aceh, maka figur Sultan Alaiddin Djohan Syah yang hidup pada kisaran abad ke-17 bukanlah pendiri kota Banda Aceh, tetapi hanya mengganti namanya saja, tentu saja seandainya babak sejarah itu benar adanya. Walhasil ia hanya seperti kasus Jakarta yang sebelumnya bernama Batavia pada era Belanda, dan sebelumnya bernama Jayakarta.
Kedua, makam siapakah yang sebenarnya dikunjungi oleh para peziarah di wilayah yang terpencil tersebut. Saya sangat sangsi bahwa makam yang diziarahi itu adalah makam Sultan Alaiddin Djohan Syah yang hidup pada kisaran abad ke-17, sebab tidak ada alasan krusial dari segi politik dan babak sejarah yang terjadi pada abad ke-17 untuk memakamkan beliau disana. Lalu apakah mungkin makam yang diziarahi itu adalah makam Meurah Johan, sultan pertama Aceh Darusalam yang beliau pernah proklamirkan di Bandar Lamuri pada abad ke-12? Sebab sejauh yang saya ketahui, makam beliau memang berada di wilayah Aceh Besar saat ini, menurut Prof. Ali Hashimi dan memang lokasinya terpencil.
Disamping itu, perlu diketahui juga bahwa kata "Syah" dan "Johan" itu adalah nama dalam Bahasa Persia, bukan bahasa Arab. Untuk itu, mengingat Meurah Johan sendiri berasal dari wilayah Peurlak, maka Kesultanan Peurlak yang konon merupakan keturunan Alawiy/Saadah adalah keturunan Arab Quraysh yang datang dari kawasan Irak atau Persia. Tidak mengherankan hal ini juga pernah diulas secara detila oleh Prof. Abu Bakar Atjeh.”