Opini

Permasalahan Pupuk Bersubsidi di Aceh

PETANI kita kerap dihadapkan pada masalah klasik, yaitu kelangkaan pupuk. Dari tahun ke tahun kekurangan

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/ZAINUN YUSUF
Pekerja memuat ratusan ton pupuk bersubsidi di Gudang Penyangga Lini III Abdya di Desa Keude Paya, Blangpidie 

Seperti kata Humas PT PIM, Zulfan Effendi kepada Serambi (Jumat, 26/1/2018), PT PIM stok pupuk tetap aman. Walaupun pupuk sudah tersebar di gudang penyangga (buffer), namun penyaluran pupuk baru bisa dilakukan ketika ada SK Mentan diteruskan SK Gubernur dan diteruskan lagi SK Bupati untuk tiap kabupaten dan kecamatan. Proses administrasi ini terlalu panjang sehingga menciptakan hambatan distribusi sehingga pupuk tidak tepat waktu sampai kepada petani.

Ketiga, di tingkat produsen. PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) adalah holding yang bertanggung jawab untuk pasokan pupuk wilayah Aceh. PT PIM sendiri selama ini kembang kempis, karena tersumbatnya pasokan gas dari perusahaan lain. Pasokan gas bumi untuk produksi pupuk sangat terbatas. Dengan demikian pabrik tidak dapat beroperasi optimal. Padahal 60% bahan baku pupuk adalah gas alam. Keterbatasan pasokan gas alam dikarenakan mayoritas perusahaan gas alam dimiliki oleh swasta yang memiliki orientasi yang besar pada keuntungan dan tidak memihak industri domestic. Maka terjadilah masalah tidak tepat harga karena harga bahan baku menjadi mahal.

Keempat, di tingkat distributor dan pengecer. Kelangkaan pupuk di Aceh dicurigai ada indikasi permainan spekulan yang dilakukan pihak pihak terkait, seperti menjual pupuk bersubsidi ke perkebunan besar keluar Aceh. Artinya pupuk yang bersubsidi itu dijual dengan cara mengganti karungnya dan dijual dengan harga pupuk non subsidi. Selain itu, kelangkaan pupuk terjadi karena ada penimbunan, guna menunggu harga yang lebih tinggi.

Krisis pupuk juga diakibatkan karena maraknya penyelundupan pupuk ke luar negeri oleh para mafia perpupukan. Penyebab penyelundupan tersebut adalah akibat adanya disparitas harga yang tinggi antara harga jual domestik (HET) dan harga ekspor. Harga pupuk di luar negeri bisa mencapai 170 dolar AS/ton, sedangkan HET hanya sekitar 125 dollar AS per ton, dolar AS/ton.

Beberapa rekomendasi
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa rekomendasi agar: Pertama, produsen dan kementerian terkait harus meningkatkan pembinaan dan sosialiasi yang intensif kepada pengecer dan kelompok tani berkaitan dengan pedoman dan ketentuan pelaksanaan program pupuk bersubsidi; Kedua, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN perlu berkoordinasi secara intensif untuk mengevaluasi kelemahan sistem pendataan RDKK, penyaluran dan distribusi serta pengawasan program pupuk bersubsidi; Ketiga, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida harus meningkatkan kinerja pengawasannya dengan didukung oleh anggaran yang memadai, dan; Keempat, akses informasi dan keterlibatan publik dalam pelaksanaan program pupuk bersubsidi harus ditingkatkan melalui pelibatan masyarakat dalam proses pengawasan.

Menggantungkan nasib petani hanya pada kebijakan pupuk subsidi, tidaklah cukup. Untuk melindungi para petani, diperlukan usaha-usaha lain dan koordinasi lintas sektoral, karena 70% masalah pertanian ada di luar pertanian. Perlu diyakini bahwa permasalahan pupuk bukanlah permasalahan teknis semata. Dengan demikian, produksi dan distribusi pupuk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih besar lagi kepada petani, karena sebenarnya kekuatan negeri ini bertumpu juga pada sektor pertanian. Tampaknya sampai saat ini pemerintah belum berhasil membuat para petani kita tersenyum, apalagi tertawa.

* Dr. Anwar Deli, M.Si., pemerhati Ekonomi Pertanian dan Lingkungan Hidup, Dosen Prodi Agribisnis Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email: anwar_deli@unsyiah.ac.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved