6 Fakta Terungkap Dalam Sidang soal Rencana Kongkalikong Proyek E-KTP

Kemudian, mantan anggota dewan pengawas PNRI Yudi Permadi. Satu saksi lainnya yakni, pengusaha Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby.

Editor: Fatimah
(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018). Sidang mantan ketua DPR itu beragendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. 

Menurut Bobby, kata-kata itu memaksudkan bahwa Irvanto merasa berat, karena ada bagian 7 persen yang harus diberikan. Saat mengucapkan kata-kata dalam bahasa Jawa itu, menurut Bobby, Irvanto sambil menunjuk ke luar jendela. Ternyata, Irvanto memaksudkan 7 persen untuk Senayan.

3.  Mantan Dewan Pengawas akui Perum PNRI tak mampu kerjakan proyek e-KTP

Yudi Permadi mengakui bahwa Perum PNRI sebenarnya tidak mampu menangani proyek sebesar pengadaan e-KTP. "Saya agak surprise Perum PNRI dapat proyek besar," ujar Yudi kepada majelis hakim.

Menurut Yudi, sumber daya manusia di PNRI tidak memadai untuk mengerjakan proyek e-KTP. Ia pun telah menyarankan kepada pimpinan PNRI untuk segera memperkuat kemampuan sumber daya manusia. Menurut Yudi, pimpinan PNRI kemudian mengirim surat kepada Dewan Pengawas bahwa PNRI telah menunjuk konsultan untuk melakukan analisis risiko (risk profile).

4.  Setelah diperiksa KPK, Elza Syarief pernah dihubungi istri Setya Novanto

Elza Syarief mengaku pernah dihubungi oleh istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor.

Komunikasi melalui pesan WhatsApp tersebut terjadi setelah Elza diperiksa oleh KPK pada 5 April 2017. Saat itu, Elza diperiksa sebagai saksi terkait kasus pemberian keterangan palsu dengan tersangka Miryam S Haryani.

Kemudian, pada 7 April 2017, Deisti mengirim pesan melalui WhatsApp kepada Elza. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) untuk perkara Novanto, Elza mengatakan kepada penyidik bahwa Deisti menyampaikan permintaan Setya Novanto untuk bertemu.

Namun, Elza akhirnya tidak jadi bertemu dengan Novanto.

5.   Mantan Dirut Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya tak bisa menjawab saat ditanya jaksa soal uang Rp 600 miliar.

Menurut jaksa, uang itu merupakan sisa uang negara dalam proyek pengadaan e-KTP. Menurut jaksa, pemerintah awalnya menyetorkan uang Rp 1,17 triliun kepada Konsorsium PNRI.

Kemudian, konsorsium melalui PT Quadra Solution membayarkan sejumlah Rp 400 miliar kepada perusahaan penyedia produk biometrik, Biomorf.

Uang Rp 400 miliar itu untuk membayar pembelian produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1. Menurut jaksa, seharusnya masih ada sisa sekitar Rp 600 miliar dari uang yang diberikan pemerintah.

6. Konsultan sarankan PNRI dekati parpol di DPR untuk amankan anggaran e-KTP

Mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya mengaku pernah meminta jasa konsultan untuk menganalisis risiko perusahaannya jika mengerjakan proyek e-KTP.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved