Ketua YARA Sengketakan Pertamina ke Komisi Informasi Pusat, Ini Masalahnya
Informasi tentang data perusahaan di Aceh yang membeli BBM industri, akan dijadikan bahan kajian dalam upaya menyelamatkan BBM bersubsidi.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH, mengajukan sengketa informasi publik terhadap PT Pertamina Persero.
Sengketa ini diajukan Safaruddin ke Komisi Informasi (KI) Pusat, karena Pertamina menolak memberikan daftar nama perusahaan pembeli minyak industri dan jumlah minyak industri yang dibeli oleh perusahaan tersebut.
"Saya mengajukan sengketa ini ke KIP dengan tujuan untuk melakukan kajian terhadap penyelamatan BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi di Aceh," kata Safaruddin, dikutip Serambinews.com, dari website resmi KIP, komisiinformasi.go.id, Rabu (14/3/2018).
Sengketa informasi ini, kata Safaruddin, sudah masuk persidangan ketiga, dengan agenda memeriksa legal standing dan jangka waktu.
Sidang ketiga ini berlangsung di Ruang Sidang lantai 1 Kantor Sekretariat KI Pusat Wisma BSG Jakarta Pusat, pada Rabu (14/03/2018), dipimpin Ketua Majelis Komisioner (MK) KI Pusat Gede Narayana Sunarkha beranggotakan Hendra J Kede dan Wafa Patria Umma dengan mediator Romanus Ndau Lendong serta Panitera Pengganti Aldi Rano Sianturi.
(Baca: Gubernur Minta Pertamina dan Pelindo Percepat Setor Modal KEK Arun Lhokseumawe)
(Baca: Abusyik Desak Pertamina Atasi Kelangkaan Solar, Selama Ini Nelayan dan Petani Mengeluh Padanya)
(Baca: Tiga Penimbun BBM Solar Bersubsidi Diamankan Polisi, Begini Modus Operandi)
Dalam persidangan itu, Safaruddin hadir selaku pemohon informasi publik individu. Sementara dari Pertamina diwakili oleh 4 dari 9 penerima kuasa dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) PT Pertamina.
Menanggapi pertanyaan Majelis Komisioner (MK), kuasa hukum Pertamina menyatakan bahwa informasi yang diminta oleh pemohon (Safaruddin), tidak bisa diberikan kkarena itu adalah informasi yang dikecualikan.
"Karena Termohon (PT Pertamina) menyatakan informasi yang saya minta adalah informasi dikecualikan, maka Majelis Komisioner menyatakan proses persidangan berikutnya akan dilaksanakan secara tertutup. MK menetapkan waktu persidangan berikutnya akan dilaksanakan pada 2 April 2018," kata Safaruddin.
Dalam persidangan itu, lanjut dia, Kuasa Termohon sempat menunjukkan kepada MK surat hasil uji konsekuensi yang dilakukan terhadap informasi yang diminta Pemohon dalam persidangan.
Adapun informasi yang diminta oleh Safaruddin selaku pemohon adalah informasi jumlah perusahaan yang membeli BBM PT Pertamina di Provinsi Aceh, mulai tahun 2010 hingga 2016, serta informasi tentang jumlah BBM yang dijual Pertamina ke perusahaan selama tahun 2010 hingga 2016.
Safaruddin juga menyampaikan bahwa sebenarnya penyelesaian sengketa informasi ini sudah sempat dilaksanakan di Komisi Informasi Aceh (KIA) pada tahun 2015.
(Baca: Soal Rencana BPKH, Fachrul Razi Sebut Bertentangan dengan UUPA)
(Baca: Soal Tanah Wakaf, Kepala BPKH Anggito: Maaf, yang Diterima Jamaah Aceh Itu Sedikit)
(Baca: Dosen Unsyiah: Kalau Mau Investasi, BPKH Beli Saja Tanah Lain di Arab Saudi, Tidak di Baitul Asyi)
"Setelah beberapa kali sidang, Majelis KIA menyatakan tidak berwenang mengadili, memeriksa, dan memutus permohonan yang saya ajukan. Saya diarahkan mengajukan sengketa ini ke Komisi Informasi Pusat, karena Pertamina adalah Badan Publik Pusat yang lingkup kerjanya bersifat nasional," kata Safaruddin.
Dilansir KI Online (komisiinformasi.go.id), Safaruddin mengatakan, informasi tentang data perusahaan di Aceh yang membeli BBM industri, akan dijadikan bahan kajian dalam upaya menyelamatkan BBM bersubsidi yang diduga dibeli oleh sejumlah perusahaan di Aceh.
"BBM bersubsidi bukan untuk komsumsi industri perusahaan tapi untuk rakyat kecil sehingga BBM bersubsidi harus diselamatkan," katanya menjelaskan.(*)