Peluru Meriam Diduga Milik Serdadu Amerika Diamankan Polsek Kuala Batee, Begini Sejarahnya

Peluru meriam ini diduga kuat merupakan peninggalan serdadu Amerika Serikat saat menyerang Kerajaan Kuala Batu, 6 Februari 1832.

Penulis: Rahmat Saputra | Editor: Zaenal
KOLASE/SERAMBINEWS.COM
Warga memperlihatkan biji meriam yang diduga kuat peninggalan serdadu Amerika Serikat yang ditemukan di Desa Keude Baro, Kuala Batee, Abdya, Kamis (29/3/2018). 

Laporan Rahmat Saputra | Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Peluru meriam seberat 10 kilogram yang ditemukan oleh Fadhli Ali, warga Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya), Kamis (29/3/2018), telah diamankan ke Polsek Kuala Batee.

Peluru meriam ini diduga kuat merupakan peninggalan serdadu Amerika Serikat saat menyerang Kerajaan Kuala Batu, 6 Februari 1832.

Hal tersebut disampaikan oleh Fadhli Ali, Warga Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya) sang penemu peluru meriam yang diduga kuat peninggalan serdadu Amerika Serikat saat menjawab Serambinews.com.

"Sekira pukul 12.00 WIB, Pak Kapolsek sudah menjemput biji meriamnya," kata Fadhli Ali kepada Serambinews.com, Kamis (29/3/2018).

(Baca: INNALILLAH - TKW asal Aceh Utara yang Hilang Suara di Malaysia Meninggal Dunia Siang Tadi)

(Baca: Warga Gerebek Pasangan Homo di Darussalam, Petugas Sita Alat Kontrasepsi, Tempat Tidur dan HP)

Peluru meriam itu, kata Fadhli Ali, untuk diamankan dan akan dilakukan pemeriksaan, apakah masih aktif atau tidak.

Kapolres Aceh Barat Daya (Abdya), AKBP Andy Hermawan SIK MSc yang dikonfirmasi melalui Kapolsek Kuala Batee Ipda Irfan Ismail SH

Kapolsek Kuala Batee Ipda Irfan Ismail SH saat dikonfirmasi Serambinews.com membenarkan bahwa biji meriam yang diduga peninggalan itu telah diamakan.

"Iya, sudah kita amankan di Polsek," ujar pda Irfan Ismail SH.

Namun, Ipda Irfan belum bisa memastikan apakah biji bom itu, masih aktif atau tidak.

"Tidak bisa dipastikan, karena tim jibom dari Gegana belum tiba ke Polsek Kuala Batee, mereka yang bisa menerangkan. Rencananya hari ini (tiba di Abdya)," terangnya.

(Baca: Warga Abdya Temukan Peluru Meriam, Diyakini Peninggalan Serdadu Amerika Saat Bombardir Kuala Batu)

Diberitakan sebelumnya, sebelum penemuan peluru meriam seberat 10 kilogram ini, Fadhli bersama rekannya juga sudah mengamankan 48 butir benda yang sama, namun ukurannya lebih kecil dengan berat 3 kg.

"Semoga nanti kami memiliki 'perangko' untuk mengembalikan barang-barang rongsokan milik bangsa Donald Trump itu ke negeri asalnya melalui Kedutaan Besar Amerika di Jakarta. Dengan sedikit 'upacara' (kami akan) minta pertanggungjawaban pemerintah USA atas kebrutalan dan pelanggaran HAM yang terjadi di negeri nenek moyang kami," tulis Fadhli di akun Facebooknya.

Menurut Fadhli, di lokasi yang sama, pihaknya sudah menemukan tiga peluru meriam.

Masing-masing ditemukan oleh Jasmi, warga Desa Keude Baro, Kuala Batee yang juga ketua Seunubok (kelompok). Tidak tertutup kemungkinan, masih ada benda-benda lain yang tersimpan di lokasi tersebut.

Serangan Amerika ke Kuala Batee

Dikutip dari Wikipedia.org, Angkatan Laut Amerika Serikat dengan menggunakan kapal perang USS Poomac, di bawah pimpinan Komodor John Downes, menggempur Kuala Batee pada tahun 1832.

Penyerangan terhadap Kuala Batee yang kala itu merupakan sebuah kerajaan penghasil rempah-rempah, merupakan perintah langsung Presiden Amerika Serikat (kala itu) Andrew Jackson.

Presiden Jackson memerintahkan kapal USS Potomac di bawah Komodor John Downes untuk menghukum penduduk Kuala Batee, sebagai balasan atas pembajakan dan pembantaian anak buah kapal Friendship setahun sebelumnya.

Potomac dan ABK-nya mengalahkan angkatan Kerajaan Kuala Batu dan membombardir permukiman penduduk.

(Baca: Ini 27 Merek Produk Sarden yang Positif Mengandung Cacing Parasit, Sebagian Masih Mejeng di Swalayan)

(Baca: Pendaftaran Fun Bike Fun Walk Abdya Ditutup Besok, Peserta Hampir Mencapai 10.000)

Ekspedisi Potomac ini berhasil menghentikan serangan atas kapal-kapal Amerika Serikat yang melakukan perdagangan rempah-rempah ke wilayah Sumatera.

Namun, enam tahun kemudian insiden pembajakan kapal milik Amerika Serikat kembali terjadi, yang menyebabkan diluncurkannya ekspedisi (penyerangan) berikutnya ke Kuala Batee pada tahun 1838.

Latar Belakang Perang Kuala Batee

Pulau Sumatera dikenal sebagai produsen lada hitam berkualitas tinggi, dan sepanjang sejarah sejumlah kapal telah datang ke pulau ini untuk membelinya.

Pada tahun 1831, kapal Friendship di bawah Kapten Charles Endicott tiba di Kuala Batee untuk mendapatkan 1 kargo lada hitam.

Sejumlah perahu dagang berlayar cepat sepanjang pantai untuk berdagang dengan kapal dagang yang menunggu lepas pantai.

(Baca: Polisi Tahan Pelaku Prostitusi)

(Baca: Ira: Gara-gara Online,Suamiku Tiduri 50 Wanita)

Pada tanggal 7 Februari 1831, Endicott dan beberapa awak kapal lain menuju pantai untuk membeli beberapa lada dari penduduk asli saat 3 perahu menyerang kapalnya, membunuh perwira satu Friendship dan 2 ABK lainnya, dan menjarah kargonya.

Endicott dan ABK lainnya berusaha melarikan diri ke pelabuhan lain berkat bantuan tetua setempat bernama Poh Adam yang bersahabat.

Di sana, mereka memperoleh bantuan 3 kapten kapal dagang lainnya yang setuju memulihkan kapalnya.

Dengan bantuan mereka, Endicott mencoba mendapatkan kapalnya kembali dan akhirnya berlayar kembali ke Salem, Massachusetts.

Begitu sampai Salem, kegemparan massa atas pembantaian itu meluas dan untuk menanggapinya, Presiden Andrew Jackson mengirimkan kapal USS Potomac di bawah Komodor John Downes untuk menghukum penduduk Kuala Batee atas kejadian itu.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved